Part 3☄️

130K 11.8K 219
                                    

Vote sebelum baca ⭐

‍Semua maid menunduk hormat kala Max dan Shine lewat

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

‍Semua maid menunduk hormat kala Max dan Shine lewat. Gadis cantik itu mengamati para maid diam-diam. Bibirnya berkedut pelan kala melihat tubuh mereka bergetar samar, tampak jelas sedang ketakutan.

Ternyata bukan hanya dirinya yang merasa takut pada Max. Orang lain juga takut pada Max.

Karakter Max memang di deskripsikan sebagai sosok mengintimidasi dan berbahaya, membuat siapapun akan tunduk dan takut padanya.

Jika setting tempatnya di kerajaan, Max pasti menjadi kaisar berbahaya paling ditakuti di seluruh dunia.

Untunglah, latar ceritanya di zaman modern, yaitunya di kota New York. Tahun 2022.

Setiba di ruang makan, Shine bergumam kagum melihat berbagai macam jenis makanan tersaji di atas meja.

Seumur hidupnya, baru kali ini dia melihat makanan sebanyak ini di atas meja.

Kehidupan sebagai orang kaya memang sangat enak. Berbeda dengan kehidupan orang miskin. Satu jenis hidangan makanan saja sudah sangat bersyukur.

Di kehidupannya sebagai Rara, dia memang miskin. Akan tetapi, otaknya jenius sehingga bisa membuatnya keluar dari kemiskinan. Ia bisa menikmati pendidikan secara gratis karena ditanggung oleh pemerintahan.

"Duduklah di pangkuanku!"

Shine segera menuruti Max daripada dicurigai. Lagipula, Shine sudah tidak sabar mencicipi semua makanan enak di depannya.

"Sepertinya kau memang sangat kelaparan. Cobalah ini." Max menyuapi sepotong daging ke Shine sedangkan gadis itu melahapnya senang hati.

"Enak." Pujinya.

Max tersenyum puas dan lanjut menyuapi gadis di atas pangkuannya.

Shine mendadak mengaduh kesakitan kala membuka mulutnya. Luka di bibirnya berdenyut nyeri.

Max kejam. Andaikan saja Max tidak menggigit bibirnya sampai terluka, pasti Shine bisa menikmati semua makanan di atas meja tanpa kesulitan sedikit pun.

"Maafkan aku." Sesal Max, seolah bisa memahami perasaan Shine.

"Tidak masalah."

Yah, setidaknya Max tahu kata maaf. Selama Max menaruh kepercayaan padanya, maka hidupnya akan aman dan lancar jaya.

****

Selesai makan, Max membawa Shine kembali ke kamar. Pria itu mengunci pintu kamar seakan takut Shine kabur darinya. Padahal tangan Shine terikat dengan tangannya.

Max menuntun Shine duduk di sofa dan membawa gadis itu duduk di atas pangkuannya lagi.

Shine membiarkan Max bertingkah sesuka hati. Ia menyandarkan kepalanya di dada bidang Max. Lelah menghadapi kehidupan barunya.

Max tersenyum lebar, kemudian memainkan rambut pirang Shine. Mulai dari menggulungnya, membelainya, dan menciuminya.

Suasana di sana sangat hening. Sibuk pada kegiatan masing-masing.

"Max." Panggil Shine manja.

"Hmm."

"Kapan kau akan membuka borgol di tangan kita?" Rengeknya seraya menggerakkan tangan kanannya.

"Nanti. Kalau aku sudah puas."

Jawaban santai Max membuat Shine mendengus pelan. "Memangnya tanganmu tidak sakit?"

"Tanganmu sakit?" Tanya Max balik.

"Iya. Selain itu, juga terasa tidak nyaman."

Max terdiam sejenak. "Aku akan melepaskannya dengan satu syarat."

'kekanakan!' batin Shine. Gadis itu menegakkan tubuhnya dan menatap Max lurus. "Apa syaratnya?"

"Cium aku."

Shine berusaha keras agar tak memutar bola matanya sekarang juga. Ia benar-benar tidak habis pikir melihat tingkah laku Max secara langsung.

Saat membaca, Shine suka melihat tingkah Max tapi saat mengalaminya langsung ... Shine tidak suka. Shine ingin memukul kepala Max saking kesalnya.

Shine menghela nafas pelan. Mendekatkan wajahnya ke arah Max dan mengecup pipi Max secepat kilat. "Sudah."

"Cium di bibir, Shine." Peringat Max.

Shine mengerucutkan bibir kesal. "Nanti saja cium bibirnya kalau bibirku sudah sembuh." Takutnya Max menyerangnya lagi dan membuat bibirnya kian terluka.

Max menyeringai aneh, menekan tengkuk Shine, dan menyatukan bibir mereka begitu saja.

Pada akhirnya, Shine pun tak bisa menolak. Max tetap melakukan apa yang diinginkannya tanpa mempedulikan jawaban dia.

Shine memejamkan matanya, bersiap menerima luka lainnya. Namun, kali ini, Max menciumnya dengan sangat lembut tanpa menyakitinya sedikit pun. Ciuman lembut Max membuatnya hanyut dan lupa diri. Ia sedikit merasa kehilangan kala bibir mereka berpisah.

"Ternyata kau sangat menyukai ciumanku." Max mengusap bibir Shine seraya tersenyum menggoda.

Sementara itu, Shine terdiam kaku dengan pipi bersemu merah.

Yah, siapa juga yang tidak menyukai ciuman lembut dari pria tampan dan kaya raya.

Shine rasa, siapapun pasti akan menyukainya.

Max membuka borgol di tangan mereka. "Lain kali, aku akan membuatmu semakin menyukai ciumanku. Aku akan berusaha, Shine~" Bisiknya menggoda sedangkan Shine menutup wajah malu.

Max tertawa gemas melihat reaksi malu Shine. Dengan sengaja, ia menarik tangan Shine. "Ayolah! Singkirkan tanganmu! Biarkan aku melihat pipi merahmu."

"Aku yakin wajahmu semakin terlihat sangat manis sekarang. Sama manisnya seperti bibirmu~"

"Bisakah kau berhenti menggodaku?" Jerit Shine tertahan.

Max terbahak. Kian berusaha menarik tangan Shine. "Kapan aku menggodamu?" Berlagak sok polos.

Shine mendesah pasrah di dalam hati kala Max berhasil mengunci kedua tangannya.

"Dugaanku benar. Kau terlihat sangat manis sekarang." Lirih Max sebelum mengecup pipi Shine dan gadis itu tak bisa lagi menahan rasa malunya. Berakhir menyembunyikan wajahnya di dada bidang Max.

"Oh astaga! Kau sangat menggemaskan! Apa yang harus ku lakukan supaya kau tetap berada di sisiku? Mengurungmu? Membunuh semua orang terdekatmu? Atau membuat kakimu lumpuh selamanya?"

Shine syok seketika mendengarnya. Rasa malunya menghilang begitu saja. Berganti dengan rasa takut dan ngeri.

"Apa pilihanmu, Shine?" Tanya Max pelan namun penuh arti.

Bersambung...

4/9/22

firza532

Max's ObsessionWhere stories live. Discover now