Part. 40

19 11 1
                                    





"Dari hujan aku belajar bahasa air bagaimana berkali-kali jatuh. Tanpa sedikitpun mengeluh pada takdir."

🪐🪐🪐

"Ga usah."

Aretha menaikkan sebelah alisnya.
"Ikut campur aja lo, Kak."

"Gue cuman kasih saran."

"Gue ga butuh saran."

El menepuk lengannya dengan garpu yang tergeletak. "Manusia butuh saran, lo titisan siapa ga butuh saran?"

"Gue ga butuh saran Bang Laskar."

"Memangnya apa sih? Coba cerita ke gue, biar gue yang kasih saran."

"Harus banget?"

"Lo sayang sama gue ga? Kalau ga, yaudah ga usah cerita."

"Tapi jangan nangis kalau setelah ini gue gabakalan nunjukin kasih sayang gue lagi."

Aretha berdecak. "Maksa, memangnya lo bisa?"

El menyengir. "Gak lah! Mana bisa semudah itu."

"Buruan ah cerita, kenapa?"

"Erlangga ajak gue buat datang ke acara ultah Mamahnya, menurut lo gue datang ga?"

"Boleh, bukannya ikut meramaikan itu bagus?"

Laskar memotong. "Tapi disini posisi beliau ga suka sama Aretha."

"Bukannya kalau datang sama aja mengorbankan perasaan? Ya bayangin aja lo datang ke acara orang, tapi orang itu ga mengharapkan lo ada."

"Yang ada merusak."

"Kalau nolak ga enak sama Erlangga."

"Kasih alasan aja lo mau pergi atau apa."

"Bukannya lo mau nemenin gue cari sesuatu minggu besok?" Celetuk Rhei membuat manik mata Aretha berbinar.

"Oh iya! Gue lupa, maaf ya Rhei?"

Rhei menunjukkan wajah masamnya.
"Parah! Gapapa sih, kalau ga bahas ini gue mungkin juga lupa."

"Jadi lo ikut apa engga?"

Aretha menggeleng ragu.
"Sayang diri sendiri gapapa kan?"

"Gapapa banget." Sahut El dengan senyumannya.

Tanpa diketahui Laskar pun turut memancarkan senyuman melalui batinnya. Anggap saja Laskar jahat, tapi percayalah tindakannya hanya sebagai pelindung Aretha.

Erlangga

Sorry Lang|
Gue udah ada janji sama Rhei.|

|Dibatalin gabisa?
Delete
|Oke.

Aretha tersenyum masam.
"Sorry Lang, gue cuman takut ngerusak suasana bahagia Mamah lo."

"Risol mayo ya namanya?" Tanya El membuat fokus Aretha teralihkan.

"Iya, gimana? Enak kan?"

El mengangguk. "Bintang lima."

"Sayang di Amerika ga ada." Sahut El lesu.

"Rindu banyak masakan lokal." Ledek Aretha.

"Gapapa sih, asal ga rindu gadis lokal." Tatapannya jatuh kepada Rhei yang sedang menyimak.

Aretha yang peka menyindir.
"Dia udah ada pemiliknya, Kak."

"Iya milik orang tuanya kan?" Ledeknya.

Rhei menatap Aretha, dan El bergilir.

"Ghibah koh di depan orangnya." Sindir Laskar.

El terkekeh. "Rhei habis ini mau ke mixue?"

Gadis itu mengangguk ragu.
"Gapapa?"

El tersenyum hangat. "Gapapa."

Aretha mengompori. "Waduh senyuman apa tuh?"

"Bukan pelet kan El?" Laskar mengimbuhi.

Rautnya berubah jengkel.
"Gue doain kalian jodoh."

Keduanya hampir tersedak, dan Rhei tertawa anggun.

"Doa tuh yang baik-baik Kak."

Laskar merespon.
"Jadi jodoh gue bukan doa baik?"

"Terlalu baik, jadi sesuatu yang terlalu itu ga baik kan?"

El berdecak. "Singkatnya lo gak mau sama Laskar?"

Aretha menghembuskan nafas.
"Terlalu banyak perbedaannya, Kak."

"Gue yakin masih banyak cewek seusia kalian yang pantas sama Kak Laskar kan?"

Laskar akui pernyataannya benar, tapi tetap saja ia terluka. Memang apa salahnya perbedaan itu ada? Jika memang ada gadis seusianya yang cocok. Pilihannya tetap jatuh pada Aretha. Itu mutlak tanpa bisa diganggu gugat.

"Berhenti comblangin gue sama Aretha."

_____

Malamnya Aretha sudah siap untuk melangsungkan bimbel seperti biasa.

***

Hi, everyone!

Gimana sama part kali ini hm?^^

Nantikan terus kelanjutannya yaa!

Jangan lupa tinggalkan jejak di kolom bawah🙌, thank u😻

See u, readers💗

ERLANTHA (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang