Part. 44

16 11 1
                                    

•••••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.





"Jadi kalau nantinya tetep gak bisa sama-sama, bukan dia atau kamu yang salah. Tapi emang bukan dia orangnya."

🦋🦋🦋

Kesengsaraan masa-masa pengorbanan terakhir siswa kelas XII SMATER baru saja berakhir. Bell ujian usai sudah berbunyi tepat 5 menit lalu.

Aretha keluar dari ruang lab ujiannya. Manik matanya menyapu sepanjang koridor untuk menemukan para sahabatnya. Langkahnya sengaja ia lambatkan agar manik matanya bisa lebih jeli. Ruangan yang terpisah dengan para sahabatnya membuat Aretha sedikit mengomel beberapa hari ini.

"THA!"

Gadis itu berbalik tanpa mendekat ke arah lelaki yang baru saja memanggilnya. Tepat dua puluh langkah jarak mereka membuat Aretha malas jika harus menghampiri. Bisa ia tangkap, lelaki itu memilih mengalah. Aretha di tempat hanya mampu bersedekap sambil menunggu datangnya lelaki itu.

"Gue panggilin dari tadi waktu masih di ruangan lo gak nyaut-nyaut!"

Aretha mendengar hanya saja ia terlalu malas. Tenaga sisanya hanya ingin ia habiskan bersama para sahabatnya.

"Kenapa lagi sih, Than?" Tanyanya memandang Arthan lelah.

"Selama liburan jangan lupa datang buat latihan."

Kening Aretha berkerut sesaat. Decakan, dan hembusan nafas kasar ia ekspresikan sebagai bukti bahwa ia sedikit tak senang mendengarnya.

"Gak harus besok kan?" Tanyanya dengan nada ketus.

Arthan memandang Aretha dengan binar. "Lebih cepat lebih baik."

"No! Seminggu kedepan gue mau gunain buat refreshing! Setelahnya baru gue bisa pakai buat latihan." Jelasnya tanpa ingin di bantah.

Aretha hendak berlalu, tetapi lengannya di cekal.

"Yaudah iya gue ngikut lo." Putus Arthan seraya melepaskan cekalannya secara perlahan.

"Tempat biasa kan?" Arthan mengangguk.

"Kalau mau latihan kabarin gue sehari sebelumnya ya?" Aretha mengangguk tanpa bersuara.

Saat di rasa sudah selesai, Aretha memilih meninggalkan Arthan. Tujuannya yang sempat tertunda kembali ia laksanakan. Baru saja langkahnya melangkah sebanyak lima kali. Di depan sana seseorang tampak menatapnya dengan tatapan bercampur. Jangan lupakan tubuhnya yang ia rentangkan seolah meminta Aretha untuk memeluknya erat.

Aretha mendekat ke arahnya dengan senyum terpancar jelas. Perlahan keduanya sudah saling berhadapan. Bukannya menghambur kedalam pelukannya, Aretha malah terdiam dengan raut seperti anak kecil. Sosok itu berdecak protes.

"Ck. Tha! Ayo peluk!" Pintanya.

"Gak mau banyak orang, Lan."

Erlangga memutar bola matanya malas.

ERLANTHA (TAHAP REVISI)Where stories live. Discover now