11 - Gista's Hidden Feeling

217 56 67
                                    




PS: Vote and comments are highly appreciated! :)

Happy reading!

***

Malam hari sebelum keberangkatan mereka ke Bali, Gian sama sekali nggak bisa tidur. Padahal dia harus bangun pagi-pagi buta karena Gista—dengan baik hatinya—ngotot naik pesawat paling pagi jam 04.30 WIB. Jadi paling enggak, Gian harus siap jam dua pagi, belum kemarin dia sok-sokan nawarin Gista buat berangkat bareng.

Dan sekarang udah nyaris pukul 12 malam.

Gian terus berguling mencari posisi terbaik untuk tidur. Bahkan sudah menyalakan lilin aromatherapy untuk membantunya tidur—namun masih belum membuahkan hasil.

Lelaki itu terlalu gembira membayangkan apa yang bakal mereka berdua lakukan saat di Bali. Gian bahkan udah cari-cari info tentang lokasi healing terbaik di Bali. Mumpung bisa liburan dan ada Gista, dia memanfaatkan betul kesempatan ini untuk membuang stres yang selama ini menggerogoti pikirannya.

Pikiran lelaki itu terus melalang buana. Membayangkan hal-hal yang mungkin terjadi ketika mereka berdua berada di Bali. Lalu tiba-tiba, pikirannya membayangkan Gista dengan tubuh indahnya menggunakan swimsuit two-pieces berwarna cokelat yang tadi sore sempat gadis itu perlihatkan ...

... Gian langsung menggeleng cepat. Berusaha mengusir bayangan Gista dalam balutan bikini yang masih berusaha merasuki kepalanya.

"Kontrol pikiran lo, Gianno. Ya ampun!"

***

Gista bangun dengan serampangan begitu mendengar ancaman Bunda yang akan menyiramnya dengan air jika dia tak segera bangun. Gadis itu baru bisa tidur jam setengah satu pagi setelah beribu kali mengecek barang bawaannya. Namun rasanya dia baru 15 menit tertidur ketika Bunda membangunkannya pukul setengah dua pagi—mengatakan bahwa Gian sudah dalam perjalanan untuk menjemputnya.

Pagi itu terasa begitu dingin. Angin tajam menusuk seluruh kulit Gista meskipun gadis itu telah membalut tubuhnya dengan kaos lengan panjang dan hoodie. Dia nggak berdandan berlebihan untuk pergi ke bandara. Cukup dengan celana training dan hoodie, dan Gista siap berangkat.

Bunda kembali mengecek satu persatu barang bawaan Gista. Wanita paruh baya itu kayaknya malah belum sempat tidur. Dia justru sibuk memikirkan Gian dan Gista yang hendak liburan ke luar kota.

"Bunda tuh malah kayak mau nganterin aku honeymoon tahu nggak," kata Gista sambil menguap.

"Bunda tuh cuma takut kalau ada barang penting ketinggalan, Gis," balas Bunda sambil mengecek barang bawaan Gista untuk kesekian kalinya. "Obat nggak ketinggalan kan? Kalau badan kerasa nggak enak, langsung istirahat atau minum obat—"

"Bun," Gista menyela ocehan ibunya sambil menghela napas. "Nggak usah khawatir. Aku pergi sama dokter yang paling bawel sedunia."

Sebelum Bunda buka suara lagi, mobil Gian terlihat sudah berhenti di depan rumah Gista. Gadis itu melongo melihat penampilan Gian yang bak pangeran yang baru turun dari kuda putih. Sahabatnya itu tampak segar dengan rambut yang masih setengah basah, wangi tubuhnya bahkan mungkin tercium hingga jarak 50 meter. Nggak seperti Gista yang pakai celana training panjang dan hoodie, Gian pakai celana jeans hitam, kaos putih, dan jaket bomber merek Louis Vuitton warna cokelat dan topi hitam.

"Lo mandi?!" tanya Gista histeris sambil menunjuk Gian.

Gian berhenti sebentar lalu menaikkan satu alisnya. "Emangnya ada yang salah kalau gue mandi?" tanyanya.

Wishful ThinkingWhere stories live. Discover now