19 - Gian Versus Himself

147 39 52
                                    

PS: Vote and comments are highly appreciated :)

Happy reading!

***

Chandra terdiam cukup lama saat mendengar ucapan Gian tadi. Dia merasa Gian seperti tengah terombang-ambing dalam pikirannya sendiri. Bukan seperti Gian yang ia kenal.

"Bukannya lo anti mantan-mantan club?"

Gian diam sebentar. "Bukan anti ... lebih ke ... nggak mau berurusan lagi. Dan mantan gue cuma satu by the way."

"Itu sama aja terdengar anti bagi gue," kata Chandra lagi. "Yan ... jangan jadiin Almira pelampiasan dari sesuatu yang nggak lo dapet dari Gista."

Gian tiba-tiba kesal. Enak aja Chandra bilang kalau Gian cuma mendekati Almira sebagai pelampiasan. Mungkin memang terdengar begitu, tapi Gian sebenarnya hanya butuh teman. Teman yang bisa mengisi kekosongan yang Gista tinggalkan.

Tunggu—kedengarannya memang seperti pelampiasan.

"Gue cuma mau deket lagi bukan berarti gue mau macarin Mira lagi," tukas Gian. "Lagian kalau nggak cocok, gue nggak akan lanjutin. Cukup jadi temen aja."

"Almira bukan Gista."

"Gue tahu."

"Dan kalau lo melakukan ini semua sebagai sarana pelampiasan aja, at the end of the day, you hurt both of them."

"I'm hurting too."

"Nggak usah ngerasa jadi orang yang paling tersakiti deh," ucap Chandra. "Gue kira, Gista udah yang paling ribet. Tahunya lo lebih ribet."

"Lo bukan gue, jadi nggak usah sok tahu."

"Oke, gue nyerah," Chandra angkat tangan lalu berdiri. Hubungannya dengan Gian baru saja membaik dan dia nggak mau bikin masalah lagi. Apalagi, Gian memang sedang dalam mode senggol-bacok. Lelaki itu sensitif sekali kalau harga dirinya terluka. Semua yang keluar dari mulut Gian bisa setajam belati, dan Chandra nggak mau terluka karenanya. "Gue balik dulu."

"Chandra."

Chandra menghentikan langkahnya lalu menengok ke arah Gian yang tampak melamun.

"Jagain Gista ya."

Lelaki jangkung putra bungsu pemilik rumah sakit itu mengernyit. Wajahnya sedikit menyiratkan kebingungan. "Geli, anjir," katanya. "Kan lo yang lepas dia."

***

"Kan lo yang lepas dia ..."

Kata-kata terakhir Chandra sebelum pergi itu tertanam di benak Gian hingga detik ini. Memang benar dia yang mengambil keputusan untuk melepas Gista, tapi mengapa hingga saat ini hatinya belum rela.

Sudah lebih dari satu bulan sejak kejadian itu, dan waktu Gian rasanya berhenti sampai di situ. Kaki dan tangannya seperti diikat, tak bisa melakukan sesuatu yang bisa melepaskan bebannya, dan hanya terjebak dalam pikiran yang makin mengada-ada.

Gian udah nggak ketemu Gista lagi sejak kejadian itu. Namun anehnya, saat pulang dari rumah sakit, lelaki itu sering melewati daerah rumah Gista dan menahan diri mati-matian untuk nggak belok lalu berhenti di rumah sederhana dengan halaman luas dan pohon besar rindang bernuansa kolonial itu.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Wishful ThinkingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang