13 - Lost in Translation

240 46 28
                                    


PS: Vote and comments are highly appreciated!

Some of the dialogues below contain 17+ things. And thus, reader discretion is advised.

Happy reading!

***

Gista terbangun dini hari setelah merasakan bulu kuduknya meremang karena tubuhnya terpapar angin air conditioner. Selimutnya sudah merosot sampai ke perut—dan ia masih belum mengenakan apapun. Gista merasakan Gian bergerak di belakangnya. Dengkur halus lelaki itu yang menyapa kulit punggungnya menandakan bahwa Gian masih tertidur lelap.

Dia berusaha untuk nggak membangunkan Gian ketika bangun dari tidur, kemudian mengambil ikat rambut untuk mengikat surainya. Gista menatap Gian dengan pandangan yang nggak bisa diartikan. Gadis itu seratus persen sadar akan perbuatan yang sudah mereka lakukan beberapa jam yang lalu—dan sejujurnya dia nggak menyesalinya.

Gista tahu dia sebenarnya terbawa suasana, namun apa yang telah terjadi antara dirinya dan Gian sama sekali nggak dia sesali. Justru dia bersyukur, perasaannya yang sudah bertahun-tahun terpendam akhirnya bisa terungkapkan.

Namun tiba-tiba sebentuk keraguan memasuki hati dan pikirannya. Jantungnya terasa berdebar ketika memikirkan apa yang akan terjadi setelah ini—jika semuanya tak berakhir baik. Apakah mereka masih bisa berteman? Apakah dia masih bisa bersandar pada Gian saat dirinya terpuruk? Apakah semuanya akan baik-baik saja?

Dia mengingat lagi kejadian bertahun-tahun yang lalu. Hubungannya dengan Gian nyaris berantakan, tapi berhasil terselamatkan setelah dirinya memilih untuk memendam rasa cintanya itu dalam-dalam.

Sekarang Gian sudah tahu perasaannya, dan Gista yakin kalau cintanya berbalas. Namun hal inipun nggak bisa membuatnya yakin, justru dia makin ragu.

Gista berdiri lalu mengambil pakaian bersih dari kopernya. Sayangnya, dia nggak punya kaos lagi. Alhasil, dia mengambil begitu saja kaos warna hitam yang berada di koper Gian lalu memakainya. Dia menyadari pakaian yang tadi dipakainya sudah dirapikan oleh Gian dan ditempatkan di sudut ruangan.

Gadis itu mengecek jam dinding—yang memperlihatkan pukul 04.30 pagi. Karena sepertinya Gista nggak bisa tidur lagi, dia memilih untuk duduk di pantry dan membuat segelas teh hangat.

Dari pantry, dia bisa melihat Gian yang masih tertidur nyenyak. Lelaki itu juga belum mengenakan apapun. Beruntung Gista sempat merapatkan selimutnya sebelum beranjak pergi.

Gista membuka aplikasi WhatsApp di ponselnya lalu membuka satu persatu jendela percakapannya. Gadis itu rasanya ingin bercerita, menumpahkan semua kekalutannya, namun sosok pertama yang muncul di kepalanya adalah Gian. Padahal lelaki itu adalah sumber kegalauannya.

Chandra?

Nggak mungkin dia mengganggu dokter satu itu pagi-pagi buta begini. Di Jakarta masih pukul setengah empat pagi—entah Chandra sedang tidur atau lagi tugas jaga. Yang jelas, lelaki itu hampir sama sibuknya dengan Gian. Gista nggak mau mengganggu Chandra karena masalah asmara ala ABG-nya kali ini.

Levi? Nope. Lelaki itu kini sudah menghindarinya. Dan Gista sadar diri.

Lalu sosok lain tiba-tiba muncul di kepalanya. Ya ampun, kenapa nggak terpikir dari tadi? Dia kan punya adik!

Mengganggu Mikha bukanlah hal yang bakal disesalinya. Soalnya, Mikha lebih sering ganggu Gista.

Mik, you're still alive?

Wishful ThinkingWhere stories live. Discover now