15 - Let's Go Our Separate Ways

172 49 21
                                    


PS: Vote and comments are appreciated :)

Happy reading!

***

"Gue tetap merasa kalau lo harus ngomong ke Gian, Gis," kata Chandra dengan nada serius. Meskipun pikiran dan hatinya nggak sejalan, dia berusaha netral. Chandra nggak mau jadi pihak yang memperkeruh suasana dengan milih berada di pihak Gian atau Gista.

Jujur, Chandra juga heran kenapa tiba-tiba ada adegan Gian meluk Almira—ditonton Gista pula. Mana dia nggak sengaja lewat dan lihat Gista berdiri kaku di tempat—just like years ago. Dia penasaran dan ingin tahu alasannya, tapi kepo urusan orang lain adalah hal terakhir yang ingin dia lakukan. Hidupnya udah ribet karena PPDS dan tuntutan Papanya, nggak mau tambah ribet karena ngurusin percintaan Gian dan Gista.

Masih sambil menangis, Gista menggeleng. "Enggak sekarang, Chan." Hanya itu yang mampu keluar dari mulutnya. Kata-kata dan pikiran lainnya terlalu ruwet untuk dijabarkan.

Gista bakal ngomong ke Gian, tapi nanti. Entah dua jam lagi, tiga hari lagi, dua minggu lagi, atau mungkin bertahun-tahun kemudian. Yang jelas, bukan sekarang. Hati dan pikirannya terlalu kacau setelah melihat Gian dan Almira.

Melihat Gista begitu, Chandra hanya bisa menghela napas panjang. "Gini nih urusan sama perasaan cewek," keluhnya. "Kenapa sih lo lo ini kebiasaan silent treatment kalau lagi ada masalah? Bukannya diomongin biar bisa cari solusi bareng-bareng—"

"Lo kok sexist sih?!"

"Fakta."

Kini gantian Gista yang menarik napas panjang. "Gue mau pulang aja."

"Yakin nggak mau nunggu Gian dulu?"

"Dia masih sibuk sama mantan pacarnya."

Chandra mendengus. "Nggak usah punya pikiran macem-macem, entar asam lambung lo naik lagi."

Gista baru ingat kalau Chandra dokternya saat opname dulu. Pantas cowok di depannya ini cerewet betul. "Gue mau pulang," tegasnya lagi.

"Naik apa? Mobil? Motor? Jangan naik motor hujan-hujan gini—"

Gista melirik sinis Chandra yang raut wajahnya tiba-tiba berubah khawatir. "Nggak usah terlalu peduli sama gue," katanya datar. "Entar gue baper."

Untuk pertama kalinya hari ini, Chandra tersenyum lebar. Giginya yang bersih dan rapi berderet sampai bisa dilihat Gista.

"Nyengir lo," tukas Gista.

Chandra nyengir makin lebar. Padahal dia nggak seharusnya nyengir karena cewek yang baru saja berlalu dari hadapannya ini sedang sedih kan?

***

Gian kacau bukan main ketika seharian ini Gista nggak membalas pesannya, juga mengangkat teleponnya. Gadis itu benar-benar hilang ditelan bumi. Bahkan satpam kantor Gista aja bilang kalau cewek itu seharian nggak kelihatan di kantor. Di rumahnya pun, Gian hanya bertemu Bunda—dan Bunda nggak tahu di mana Gista berada.

Pikirannya kalut karena dipenuhi pikiran-pikiran negatif. Kalau Gista kenapa-napa gimana? Kalau dia kena masalah gimana? Kalau dia butuh bantuan gimana? Pikiran-pikiran itu benar-benar memenuhi kepala Gian, sampai nyaris dia nggak bisa bekerja hari ini.

Pasien keenamnya masuk ruangan dan menyapa Gian dengan ceria. Namun entah kenapa, Gian nggak bisa membalas hal yang sama. Yang bisa dia lakukan hanya tersenyum lemah kayak orang lagi sakit gigi—padahal dia dokter gigi.

Wishful ThinkingKde žijí příběhy. Začni objevovat