21 - I Wish I Were You

168 45 29
                                    

PS: Vote and comments are highly appreciated :)

Happy reading!

***

Chandra menunggu dengan gelisah di depan toilet wanita. Sudah hampir sepuluh menit dia menunggu di sini, tapi belum ada tanda-tanda Gista keluar. Dia terus-terusan menyadarkan dirinya agar nggak nekat menerobos masuk ke toilet wanita, karena bisa menimbulkan kegaduhan.

Untungnya, Gista keluar ketika Chandra sedang memberanikan diri untuk menerobos gadis itu. Efek dari makan kepiting langsung terlihat, karena ruam merah mulai muncul dan mata Gista merah agak berair.

Chandra mencoba untuk nggak panik meskipun dia ngeri sendiri memikirkan kemungkinan munculnya reaksi anafilaksis. Kalau dari penjelasan Gian tadi, gejala alergi yang biasa dialami Gista cenderung ringan ke sedang. Namun sebagai dokter, dia terbiasa memikirkan kemungkinan terburuk.

"Gue udah coba muntahin, tapi nggak bisa," kata Gista frustasi.

"Udah nggak usah coba dimuntahin lagi," kata Chandra. "Sekarang kita pulang aja—" Chandra menelan ludah melihat beberapa bagian tubuh Gista agak bengkak dengan rona kemerahan. "—kayaknya mending ke IGD dulu."

Gista mengangguk. Dia mengikuti saja perintah Chandra, toh sebelumnya dia selalu dibawa ke IGD ketika terpapar alergen karena reaksinya cukup parah. Chandra pamit secepat kilat pada teman-temannya yang agak keheranan. Melambai sekilas pada Gian yang masih tampak khawatir, lalu membawa Gista segera ke mobil.

Sebelum melajukan mobilnya pergi dari tempat itu. Chandra sempat mengobrak-abrik kotak P3K-nya yang selalu ia bawa—apalagi kalau pergi bersama Gista. Untungnya masih ada satu strip obat penangkal alergi ringan yang bisa ia gunakan untuk mengurangi gejala alergi Gista.

"Lo udah makan kan?"

Gista mengangguk. Chandra lalu menyerahkan obat kecil berwarna pink ke tangannya.

"Di dashboard ada sisa air di tumbler—bekas punya gue. Nggak apa-apa ya—" Chandra langsung terdiam begitu Gista membuka dashboard dan menemukan tumbler yang tadi kebetulan dia bawa saat jogging pagi. Gadis itu langsung menelan obat dan minum air tanpa ragu-ragu.

"Nggak masalah," balas Gista cepat. "Lo udah menyelamatkan nyawa gue beberapa kali."

***

Chandra memutuskan untuk tetap membawa Gista ke IGD, meskipun gejala alergi gadis itu agak berkurang sepanjang perjalanan. Bengkak sudah tak terlihat, namun ruam-ruam merah masih begitu kentara, bahkan ada beberapa yang meluas.

Untungnya Gista tertidur sepanjang perjalanan karena efek obat membuatnya cepat mengantuk. Chandra sampai nggak kepikiran untuk buka maps dan cari rumah sakit terdekat dari tempat mereka kondangan tadi. Matanya terus melirik Gista sepanjang perjalanan, takut kalau tiba-tiba gadis itu menunjukkan gejala sesak napas atau pembengkakan parah. Apalagi mata Gista masih terlihat merah saat Chandra mengeceknya.

Dia menggendong begitu saja Gista yang masih tertidur. Membawa gadis itu bridal style, masuk ke rumah sakit milik ayahnya. Keduanya masih mengenakan pakaian formal yang dipakai ketika kondangan tadi. Menyebabkan seluruh atensi orang-orang di IGD terpusat pada mereka berdua.

Gista sempat nyaris terjatuh dari gendongan Chandra ketika terbangun. Rasanya malu dari ujung kepala sampai ujung kaki karena membuat kehebohan yang nggak perlu.

"Apa-apaan, Chan?! Turunin!"

Chandra bergeming dan tetap membawa Gista menuju ranjang IGD yang kosong meskipun gadis itu sempat meronta minta diturunkan. Untungnya IGD siang itu tak terlalu ramai. Hanya ada beberapa pasien kondisi ringan yang sudah ditangani oleh para tenaga kesehatan.

Wishful ThinkingWhere stories live. Discover now