20 - Crab Rangoon

163 46 44
                                    

PS: Vote and comments are highly appreciated :)

Happy reading!

***

"Besok lo beneran bisa temenin gue ke nikahannya Linggar kan?" tanya Chandra memastikan. Mereka berdua janjian brunch di dekat rumah sakit karena kebetulan Gista sedang mengantar pesanan pelanggan Bunda di dekat situ dan Chandra shift siang.

"Buset, Pak Dokter. Lo udah tanya itu delapan kali gue hitung-hitung," ucap Gista. "Iya, gue temenin. For everything you did to me in the past few days, this is the least I can do for you. Nggak akan gue biarin lo celingak-celinguk sendirian di nikahan orang, tenang aja."

Chandra tertawa. Dia hanya merasa perlu memastikan hal ini pada Gista paling tidak sehari sekali agar hatinya tenang. Toh kalau Gista tiba-tiba batalin, Chandra bisa maklum. Karena kemungkinan besar mereka bakal bertemu Gian—dan entah siapa pasangannya—di sana.

"Di sana nanti bakal ketemu Gian," kata Chandra lagi. "Nggak apa-apa?"

Gista tersenyum menenangkan. Pernikahan Linggar ini akan jadi pertemuan perdananya dengan Gian setelah sekian lama. Bohong kalau Gista nggak memikirkan hal itu, karena nyatanya, pertemuan dengan Gian adalah hal yang selalu dipikirkannya selama ini. Hatinya merindu, tapi di sisi lain, Gista juga nggak ingin melihat wajah tampan yang dulu selalu tersenyum padanya itu. Melihat Gian hanya membuat rindunya semakin tak terbendung.

"Gian juga nggak akan mungkin tiba-tiba mukul gue di depan umum kan?" Gista mencoba bercanda. "Semarah-marahnya Gian sama gue, dia tetap bakal bertindak waras. Paling mentok, dia bakal pura-pura nggak kenal kalau ketemu gue. Dan sejujurnya, itu lebih baik."

"Lo udah pasrah ya?"

Gista mengedikkan bahu. "Gue hanya mencoba mengerti posisinya dia," katanya. "Kalau dipikir-pikir, wajar kok kalau Gian marah sama gue."

"Wow, you handle this better than him."

"It's not about who handle it better, Chandra. Seperti yang lo bilang kemarin, kadang gue hanya perlu menjalaninya tanpa banyak pertanyaan," ucapnya. "Gue nggak punya pilihan lain selain dijalani aja kan?"

***

Gian hanya melirik ponselnya yang terus berdering sedari tadi. Sejak Gian memintanya untuk datang ke pesta pernikahan Linggar, Almira sama sekali nggak berhenti menghubunginya. Sebenarnya Gian sempat meminta Anna untuk menemaninya, namun partner in crime Chandra itu menolak mati-matian.

"Ih, gue nggak mau jadi pelampiasan," katanya waktu itu.

Jadi, Gian menyerah. Dia nggak mau memaksa Anna untuk menemaninya. Lalu entah kenapa, Almira muncul begitu saja di kepalanya, dan bam! Gian bertindak gila lagi.

Sejak saat itu, hidupnya nggak pernah tenang. Almira terus-terusan merecokinya, bahkan menunggui Gian sampai selesai bekerja—hanya karena minta ditemani beli gaun untuk datang ke pesta Linggar.

Selain itu, dia hobi menghubungi Gian dengan video call kalau Gian nggak mau diajak ketemu. Bertanya soal shade mana yang cocok untuk blush on atau eye shadow-nya. Atau apakah dia perlu memotong rambutnya sedikit agar kelihatan segar.

"Bukannya lo punya temen MUA—Kiara atau siapa itu namanya? Kenapa nggak tanya dia aja?"

"Ya kan aku datengnya sama kamu." Gian bisa melihat Almira cemberut dari layar ponselnya.

"Gue dokter gigi, dan nggak punya kompetensi tentang shade mana yang cocok buat blush on lo atau apalah itu," kata Gian lelah. "Just wear anything proper, dan tolong stop teleponin gue buat hal-hal kayak gini, please? Tiga puluh menit lagi gue harus masuk ruang operasi dan lo maksa gue buat angkat telepon."

Wishful ThinkingWhere stories live. Discover now