17 - It Comes Again

146 48 29
                                    

PS: Vote and comments are highly appreciated! :)

Trigger warning: Mental health. Reader discretion is advised.

Happy reading!

***

"Lo beneran ngomong kayak gitu ke Gista?" tanya Chandra memastikan.

Acara makan siang mereka hari ini terpaksa harus batal karena Gian tiba-tiba nggak mood buat kemana-mana dan hanya ingin berdiam diri di ruangan. Ditambah lagi, dia malu karena adegan pertengkarannya dengan Mikha didengar banyak orang. Rumor macam-macam pasti sudah menyebar ke penjuru rumah sakit sekarang.

Gian menatap Chandra yang balik menatapnya dengan pandangan penasaran. Perasaannya campur aduk. Sekarang dia nggak cuma bermasalah sama Gista, tapi juga sama Mikha. Ditambah lagi dia dengar kabar kalau Gista pagi ini masuk IGD karena sesak napas. Kemungkinan GERD-nya kambuh, dan hanya ada satu penyebab kalau GERD gadis itu kambuh—Gista pasti sedang banyak pikiran.

Kalau dipikir-pikir, mereka berdua mirip-mirip. Banyak pikiran, lalu berujung sakit.

"Iya," jawab Gian lemah. "Gue bilang gitu ke Gista."

Chandra melongo tak percaya, lalu segera bisa menguasai dirinya lagi. "Lo tuh ... kenapa sih?"

"Gue marah, gue kecewa," kata Gian.

"Lo ditolak sama Gista?"

Gian mengangguk.

Chandra melongo tak percaya lagi. "Seriously you're this low?" tanyanya. "Ditolak cewek terus ngomong sembarangan biar dia sakit hati?"

"Lo nggak ngerti!" tukas Gian nggak terima. Mungkin memang dia kelihatan nggak bisa menerima penolakan, tapi sakit hatinya lebih dari itu. Dia sudah terlanjur diberi harapan oleh Gista setinggi-tingginya, namun dihempaskan begitu saja. Apalagi, saat tahu ternyata Gista menyadari perasaannya. Gadis itu memilih diam dan malah menyakiti hatinya dengan pacaran sama laki-laki lain.

"Dia udah ngasih harapan, tapi dia juga yang buang harapan gue tapi malah minta dingertiin. Minta waktu buat nerima gue," ucap Gian lagi. "Dia nggak mikir kali ya, kalau ada di posisi gue kayak gimana?"

"Hope is a dangerous thing—makanya nggak usah banyak berharap. Apalagi sama makhluk Tuhan yang namanya manusia."

"Lo dokter kok ngomongnya gitu?"

"Gue ngomong yang menurut gue bener aja."

Gian mengerang frustasi. "Ah, lo mah pokoknya nggak ngerti!"

"Gue nggak mau ngerti juga seribet apa hubungan lo berdua sampai berujung kayak gini, Yan," kata Chandra lagi. "Tapi gue nggak nyangka—you of all people ..."

Chandra nggak bisa melanjutkan kalimatnya. Dia lalu tersenyum pedih, tiba-tiba merasa perlu untuk mengasihani dirinya sendiri daripada mengasihani Gian.

Temannya itu—paling nggak—masih dikasih harapan sama Gista. Dan kalau Gian nggak sadar, sebenarnya harapan itu berbalas. Gista punya perasaan yang sama padanya. Dia hanya minta waktu. Sedangkan Chandra? Dia bahkan nggak punya harapan sama sekali. Gian punya kesempatan, sedangkan Chandra dari awal nggak punya kesempatan. Makanya dia tahu diri lalu milih buat mundur daripada sakit hati berkepanjangan.

Chandra akhirnya menyerah. Dia nggak mau berusaha buat menasihati Gian, karena satu, temannya itu keras kepala, dan dua, dia ingat prinsipnya untuk nggak terlalu ikut campur urusan orang. Chandra ikut merebahkan tubuhnya di sebelah Gian, lalu sebentuk kekhawatiran masuk ke kepalanya.

Wishful ThinkingWhere stories live. Discover now