18 - I Should Not Be Angry

150 42 41
                                    


PS: Vote and comments are highly appreciated :)

Happy reading!

***

Gian masih betah berdiri di situ selama setengah jam selanjutnya. Entah dia menunggu apa, karena yang jelas, Gista nggak mungkin tiba-tiba keluar rumah untuk menemuinya. Sampai ketika Gian memutuskan untuk pergi, lampu sorot mobil menyilaukan matanya. Lelaki itu memicingkan mata, dan menemukan mobil Chandra berhenti tepat di depan rumah Gista.

Chandra tampak begitu terburu-buru keluar dari mobil. Temannya itu tak langsung masuk ke rumah Gista, melainkan sempat membuka bagasinya untuk mengeluarkan sesuatu. Melihat hal itu, Gian buru-buru mendekat.

"Chandra?"

Chandra mendongak, tampak kaget ketika melihat Gian berada di sini pada pukul setengah empat dini hari. Gian baru menyadari bahwa barang-barang yang dikeluarkan Chandra adalah kotak P3K yang selalu dibawa lelaki itu. Lengkap dengan cairan saline dalam bentuk infus, selang, abbocath dan kanula yang tampaknya ia ambil dari rumah sakit.

"Lo disini?" tanya Chandra sambil menutup pintu bagasi.

Gian mengangguk kikuk.

"Ayo masuk, Gista muntah-muntah lagi," ajak Chandra memberi informasi yang baru didengarnya setengah jam yang lalu dari Mikha. Dia bisa melihat sebentuk kekhawatiran langsung muncul di wajah Gian. "Dia lemes nggak bisa makan apa-apa, makanya gue bawa infus."

Ketika Gian tak beranjak mengikutinya, Chandra berbalik. Dia menghela napas panjang. "Kalau nggak mau ikut ke dalem, kenapa subuh-subuh begini di sini? Mending ikut masuk lihat keadaan Gista langsung."

"Gue juga nggak tahu."

"Makin ke sini, makin ke sana. Alias makin nggak jelas lo," sindir Chandra. "Suit yourself deh. Gue masuk duluan karena pasien gue udah lemes."

***

Chandra agak lega saat mendapati wajah Gista tak sepucat yang dibayangkannya. Gadis itu juga tengah berusaha menyantap potongan buah-buahan yang disiapkan ibunya, meskipun kentara sekali mualnya masih terasa.

"Lanjutin dulu makannya. Nanti gue periksa," kata Chandra lalu meletakkan barang-barangnya di atas meja Gista. Baru makan beberapa potong buah, Gista langsung mengeluh ingin muntah. Alhasil, Bunda menyingkirkan piring buah lalu menatap Chandra dengan pandangan lelah. Bunda menyingkir, lalu mempersilakan Chandra untuk duduk di sisi ranjang Gista.

"Cek suhu dulu ya," kata Chandra sambil mengeluarkan thermoscan. "Masih demam ternyata—38,1."

Lelaki itu kemudian mengeluarkan tensimeter untuk mengecek tekanan darah Gista. Dia menarik napas panjang begitu melihat tekanan darah gadis itu juga tampak tak baik.

"Makan lo teratur nggak?"

"Teratur kok, tapi kemarin malam makan mie instan pakai cabai banyak," tukas Mikha yang ternyata telah berdiri di depan pintu sedari tadi.

"Gista ..."

Gista cemberut. "Habisnya enak hujan-hujan makan mie rebus pedes."

"Kalau kondisi lo lagi baik-baik aja, cheating nggak masalah," kata Chandra. "Ini badan lo lagi bermasalah. Lo pengen berujung ke IGD lagi atau gimana?"

Gista diam saja. Bibirnya masih memberengut.

"Menurut gue, lo harus ke IGD," kata Chandra lagi. "Kalau demam, tandanya lagi ada infeksi di dalam tubuh. Harus diperiksa infeksinya di bagian mana."

Wishful ThinkingWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu