26 - Heart Attack

360 46 60
                                    


I'm sorry for taking a really long time to update this story

PS: Vote and comments are highly appreciated :)

Happy reading!

***

Suara deru ombak perlahan semakin terdengar saat motor yang dinaiki Gian dan Gista mendekat ke arah pantai. Gista menaruh tangannya di lutut, sebisa mungkin tak menyentuh bagian tubuh Gian yang bisa dengan mudah dijangkaunya.

Saat Gian menambah kecepatan motornya, dia bisa merasakan Gista gemetar kedinginan. Gadis itu hanya pakai sweater rajut tipis. Gian cukup beruntung, lelaki itu sempat mengeluarkan hoodie-nya dari motor sebelum mereka pergi.

Beberapa menit kemudian, Gista mendekatkan kepalanya ke telinga Gian—hingga tanpa sadar membuat bulu kuduk lelaki itu berdiri. Gadis itu berbisik di mana mereka harus berhenti dan parkir. Gian kemudian memarkirkan motor yang dikendarainya di bawah rerimbunan pohon cemara udang.

Suasana cukup gelap dan sepi, tapi entah kenapa Gian merasakan hawa di tempat ini cukup sakral. Berhubung dia takut sama hal-hal mistis, Gian mendekatkan tubuhnya ke Gista yang terlihat baik-baik saja.

"It's creepy here," bisik Gian.

"Namanya juga pantai selatan Jogja," jawab Gista acuh. "Untungnya lo nggak pakai baju hijau."

Gian makin merinding ketika teringat pantai selatan Jawa sangat kental dengan mitos Nyi Roro Kidul yang terkenal itu. "Kenapa nggak cari tempat yang terang dan ramai aja sih? Kenapa harus di pinggir laut begini?"

"Gue selalu merasa tenang kalau di dekat laut," balas Gista. "Dan sejujurnya, kehadiran lo yang tiba-tiba ini cukup bikin gue nggak tenang. Makanya gue pengen lihat laut."

"Nggak ada pantai yang lebih rame?"

Gista melirik Gian sekilas. "Kalau malam-malam begini, yang rame biasanya Pantai Parangkusumo," jawabnya. "Tapi rame orang bertapa sama cari wangsit. Konon katanya, Pantai Parangkusumo itu tempat pertemuan Panembahan Senopati sama Kanjeng Nyi Roro Kidul. Makanya kalau di Pantai Parangkusumo itu aura mistisnya—"

"Oke stop, stop," putus Gian, dan dia bisa melihat Gista nyengir penuh kemenangan. Gadis itu memang tahu cara bikin Gian panik dan ketakutan. "Udah bener di sini aja."

Satu-satunya cahaya yang menerangi mereka malam itu adalah rembulan yang kebetulan mencapai fase purnama. Cahayanya cukup membuat Gian bisa melihat wajah kelelahan Gista dengan jelas. Gadis itu masih pakai baju kerjanya yang dibalut dengan sweater tipis berwarna lilac.

"Now tell me everything," kata Gian saat Gista tampak sudah nyaman duduk di sebelahnya.

"Tell me what? My life is boring."

Gian menggeleng. "I don't think so. Lo resign dari kerjaan yang lama, pindah ke Jogja, and start a whole new life—without me. Those don't sound boring to me," kata Gian lagi. "Lebih membosankan hidup gue. These past seven months suck."

"Memangnya apa yang lo pengen tahu dari gue? Kabar? Lo lihat sendiri gue baik-baik aja," jawab Gista. "Lo ke sini dengan misi yang lain. Gue tahu."

"The big picture is making you come back to me—you're right," Gian mengakuinya. Bahkan tanpa dia berbicara, Gista bisa membaca pikirannya. "Untuk sampai ke tujuan yang besar itu, perlu langkah-langkah kecil yang mau nggak mau harus gue jalani. Langkah kecil pertama—finding you, dan gue berhasil."

Je hebt het einde van de gepubliceerde delen bereikt.

⏰ Laatst bijgewerkt: Jul 25, 2023 ⏰

Voeg dit verhaal toe aan je bibliotheek om op de hoogte gebracht te worden van nieuwe delen!

Wishful ThinkingWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu