Chapter 1

7.1K 288 38
                                    

Happy reading (⁠θ⁠‿⁠θ⁠)




Bunyi kicauan burung yang bersahutan menandakan bahwa matahari mulai menunjukkan sosoknya. Sinar matahari menerpa wajah seorang anak kecil yang tengah tertidur lelap di kasur empuknya. Terlihat tak jauh dari jendela wanita berumur sedang tersenyum geli melihat putranya tidak bangun, meskipun dia telah membuka jendela.

Akhirnya, ia memutuskan untuk mendekati putranya dan menggoyangkan tubuhnya pelan.

" Eren, bangun. Waktunya sekolah, kau tidak boleh bolos seperti yang kau lakukan kemarin." ucapnya

Sepertinya cara tersebut berhasil membangunkan bocah berambut brunette itu. Dia membuka matanya dengan berat seraya mengucek kedua matanya. Menampilkan manik emeraldnya yang teduh.

" Apa tidak boleh membolos lagi? Di sekolah sangat membosankan, menurutku sekolah itu tidak penting, aku bahkan bisa belajar sendiri di rumah, " Eren (10 tahun) berkata sambil mendudukkan dirinya, ia menatap ibunya.

Eren melanjutkan ocehannya.

" Aku tinggal mencari buku yang mahal untuk kubaca setiap hari, menonton materi di youtube. Bukankah itu sudah mendapatkan ilmu? Mengapa harus bersekolah? Membuang-buang uang saja."

Muncul imajinasi perempatan di pelipis Carla. Wanita berumur itu segera menarik telinga putranya, membuatnya mengaduh kesakitan dan memohon dilepaskan.

" Aish lepaskan tarikanmu bu! Telingaku bisa lepas nanti! " protesnya

" Pagi-pagi begini sudah membuat alasan omong kosong. Darimana kau berteori seperti itu?! Sekolah itu penting meskipun kau bisa mendapatkan ilmu di rumah." omel Carla, menyuruh putranya turun dari kasur dan menuntunnya menuju kamar mandi.

" Iya,iya, aku tadi hanya bercanda bu~ "

" Cepat mandi! Ibu akan menyiapkan sarapanmu di bawah, jangan lama-lama mandinya."

" Baikk."

-

-

-

Eren menghela nafasnya kesal, ia berjalan dengan raut wajah lesu. Kepalanya tertunduk sepanjang langkahnya menuju sekolah. Di saat menunggu lampu berubah hijau, matanya tak sengaja menatap sebuah papan reklame yang terpajang di jalan seberang.

Kedua matanya segera berbinar-binar. Bagaimana tidak? Di sana terdapat seorang bintang aktor yang sukses memerankan perannya. Eren menelusuri setiap inci wajah aktor tersebut, hanya satu kata yang muncul di pikirannya yaitu 'tampan'.

" Hei nak, mau sampai kapan berdiam di sini. Lampu sudah hijau."

Ucapan kakek-kakek menariknya dari lamunannya. Eren segera menyebrang bersama orang-orang. Namun di tengah langkahnya, samar-samar Eren mendengar suara isakan lirih. Hal itu membuatnya penasaran untuk mencari siapa pemilik suara itu.

Eren memfokuskan pendengarannya dan ternyata isakan tangis itu berasal di gang sempit tak jauh darinya. Tanpa pikir panjang Eren berlari ke gang tersebut.

Matanya melebar sempurna melihat seorang bocah sedang meringkuk sendirian di samping tong sampah.

" O-oi ka-kau baik-baik saja? " tanyanya seraya mendekatinya.

" Kenapa kau menangis? Apa kau terluka? "

Eren merasa kasihan menyaksikan betapa kurusnya bocah di hadapannya ini. Perlahan, tangannya menyingkap rambut raven yang menutupi wajahnya.

" Menjauhlah dariku..." ucapnya lirih, nadanya bergetar. Mungkin karena kelaparan.

Hati Eren seketika terenyuh ketika kedua mata sapphire bertemu dengan matanya. Dapat ia lihat, si raven diam-diam takut padanya. Eren memberikan senyuman tulus kearahnya.

Need You Badly [EreRi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang