Quarte

11 3 0
                                    

Mengunjungi negara orang tidak mudah meski memiliki uang. Ada beberapa persyaratan yang wajib untuk dipatuhi agar bisa masuk salah satunya visa. Visa adalah surat izin dari suatu negara untuk memasuki negaranya. Dan tidak semua orang bisa mendapatkan visa. Persyaratan pembuatan visa pun cukup banyak, salah satunya yang tidak kalah penting adalah bukti pemesanan hotel atau tempat tinggal sementara selama kita di negara tersebut.

Mi Sun yang memiliki budget minim untuk berpergian mencari kamar murah untuk tempat tinggal alih-alih hotel yang tergolong masih mahal baginya. Kemudahan teknologi membuatnya tidak kesulitan menemukan kamar yang ia inginkan dengan harga yang sesuai dengan kantong. Mi Sun hanya melihat harga yang tertera tanpa menanyakan lebih lanjut tentang keadaan kamar yang akan ia sewa lebih lanjut kepada sang pemilik. Anne Deluxe, sang pemilik rumah hanya mencantumkan satu foto yang menampilkan sebuah kasur beserta meja di dekat jendela dalam aplikasi. Dan bodohnya lagi Mi Sun juga tidak mencari tahu lebih saat melakukan pembayaran.

Mi Sun merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk milik Anne. Ranjangnya memang tidak terlalu besar dan terdapat meja kecil lengkap dengan kursi persis seperti foto yang ditampilkan. Hanya saja bagian lain dari kamar ini yang tidak terlihat membuat Mi Sun tidak percaya mendapatkan kamar yang bagus dengan harga murah. Sebuah sofa kecil berada di sudut ruang, terdapat meja kopi kecil di sampingnya. Tidak lupa sebuah televisi tertempel pada dinding.

Di lain sisi terdapat pintu menuju ruangan lain yang cukup luas di mana terdapat kamar mandi dan sebuah lemari pakaian. Semua koper Mi Sun tersusun rapi di sana, tetapi ia belum mengeluarkan barang-barangnya. Ia memilih untuk meluruskan punggungnya yang terasa pegal setelah duduk hampir empat belas jam di pesawat.

Rasa lelah beserta aroma bunga yang tercium di seluruh kamar membuat Mi Sun hilang kesadaran hanya dalam waktu beberapa menit. Ia tidur pulas seolah tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Seolah-olah ponsel beserta uang tunai yang hilang tidak jadi masalah baginya.

Matahari musim panas merambat naik memanggang seluruh yang berada dibawahnya. Siang ini langit tampak sangat biru, tanpa ada awan yang mewarnai. Sebagian besar orang berteduh dari panasnya sinar matahari. Kafe di sepanjang jalan penuh, meski panas banyak turis asing berdatangan ke Paris saat libur.

Mi Sun tersentak bangun, sontak ia melihat jam dinding. Jarum pendek menunjukkan angka tiga. Ia bernapas lega, waktu yang dijanjikan oleh sopir taksi belum terlewat. Mi Sun segera menuju ruang ganti membongkar kopernya cepat mencari baju ganti. Ia perlu mandi, terakhir kali ia mandi kemarin sebelum berangkat ke airport.

Mi Sun membuka pintu kamar perlahan mengedarkan pandangannya pada ruang tamu yang berada di depan pintu kamarnya. Ia lapar dan tidak memiliki uang. Mi Sun berjalan perlahan mencari keberadaan Anne.

"Tempat ini pasti mahal," gumam Mi Sun ketika ia melihat keseluruhan apartemen yang ia tinggali.

"Miss Kim, kau sudah bangun," seru Anne ketika melihat Mi Sun memasuki ruang yang tampak hampir sama dengan ruang tamu.

Mi Sun mendekat tanpa diperintah. Ia berdiri di hadapan Anne memberanikan diri untuk bertanya.

"Anne, bolehkan aku meminjam uang untuk membeli makanan?" tanyanya pelan.

Anne terkejut, ia hampir saja melupakan bahwa Mi Sun pasti kelaparan sejak tadi belum makan. Anne meletakkan majalah yang ia pegang, berdiri dan segera menggiring Mi Sun meninggalkan ruangan.

"Aku sampai lupa kau pasti lapar. Ayo kita cari makanan di lemari es. Tetapi aku tidak ada nasi, kudengar orang asia makan nasi. Bagaimana dengan pasta?" cerocos Anne sambil membuka lemari es miliknya.

"Aku tidak ingin merepotkan," ucap Mi Sun sungkan.

"No ... sama sekali tidak merepotkan. Aku hanya tinggal menghangatkannya saja. Kau tidak alergi udang bukan Miss Kim?"

Mi Sun menggeleng, "Aku tidak memiliki alergi apapun."

"Great," ucap Anne girang sembari memasukkan sepiring pasta di micorwave.

"Dan Anne, kau bisa memanggilku Mi Sun atau kau bisa memanggilku Michelle."

Satu porsi pasta linguine lengkap dengan udang dan taburan itallian herbs di atasnya siap disantap. Anne mengambilkan segelas air, meletakkannya di samping piring. 

"Makanlah!" perintah Anne.

Mi Sun dengan canggung duduk di kursi makan berhadapan dengan Anne yang telah duduk terlebih dahulu. Mi Sun mulai menyendokkan makanan yang telah disediakan. Enak, hal pertama yang diterpikirkan olehnya.

"Bagaimana apakah cocok denganmu?"

"Tentu saja ini sangat enak. Apakah kau yang memasaknya?"

"Ya, kurasa kau akan kelaparan saat bangun, jadi aku memasaknya tadi saat kau tidur. Dan senang kau menyukai masakanku," Anne tersenyum senang mendengar review Mi Sun atas makanan yang dimasak.

Dalam sekejap satu piring pasta hanya tinggal beberapa suap. Entah karena kelaparan atau karena memang seenak itu, pasta buatan Anne mampu menambah kecepatan makan Mi Sun. Anne sendiri tidak beranjak dari tempat duduknya, melihat Mi Sun melahap habis masakannya membuat hatinya senang. Satu suapan terakhir Mi Sun habiskan dalam sekali suap.

"Terima kasih makanannya," ucapnya bersyukur.

"Tidak perlu sungkan. Aku senang kau menghabiskannya. Apa kau ingin mencoba masakan perancis lainnya? Aku akan senang memasakkannya untukmu," celoteh Anne.

Setiap ucapan yang diucapkan oleh ibu kosnya ini membuat Mi Sun terheran. Antara curiga dan senang telah mendapatkan perlakuan yang sangat baik darinya. Karena selama dia hidup jauh dari orang tuanya, Mi Sun tidak pernah mendapatkan perlakuan seperti ini dari pemilik tempatnya tinggal.

"Bolehkah aku bertanya sesuatu?"

"Silahkan!"

"Aku tidak tahu apakah ini memang biasa di sini, tetapi kenapa kau begitu baik padaku? Kita baru bertemu dan aku hanya seorang penyewa kamar, tetapi kau tidak saja memberiku tumpangan, kamar yang mewah, sekarang kau malah memasakkanku makanan yang sangat enak." 

"Karena aku senang kau ada di sini. Bukankah sudah kukatakan kalau aku menyewakan kamar itu karena aku kesepian. Jadi aku senang kau ada di sini, aku tidak jadi sendirian," jelas Anne membuat kecurigaan Mi Sun sedikit berkurang.

"Terima kasih sekali lagi atas semua kebaikanmu. Akan kutambah uang sewanya," tawar Mi Sun.

"Jangan lakukan itu, aku akan sedih mendengarnya. Dan jika kau tidak ingin terlambat mengambil ponselmu, kau harus berangkat saat ini juga," Anne memperingatkan.

Mi Sun segera berlari ke kamar, mengambil tas sebelum keluar rumah. Saat akan membuka pintu kamar ia tersadar bagaimana ia akan ke sana. Ia tidak punya uang untuk naik kendaraan umum.

"Aku sudah memanggilkanmu taksi," Anne muncul memberikan angin segar pada Mi Sun.

"Terima kasih banyak."

Mi Sun refleks memeluk Anne karena sangat senang. Anne bagai malaikat yang selalu membantu saat kesulitan.

***

Mi Sun menunggu dengan gelisah di pinggir jalan. Pukul enam sudah lewat dari lima belas menit, tetapi sang sopir taksi tidak terlihat muncul. Mi Sun tidak beranjak dari tempatnya, bahkan hanya duduk di restoran di belakangnya takut sang sopir tidak bisa menemukannya. 

"Excuse me miss, this is your phone right," seorang pria muda menegur Mi Sun.

Mi Sun terkejut melihat siapa yang memberikan ponselnya. Bukan sang sopir taksi yang telah ditumpangi melainkan pria yang telah membantunya menurunkan koper.

On Shoestring (Complete) Where stories live. Discover now