Vingt-neuf

20 2 0
                                    

Mi Sun mendorong tubuh Maximillian perlahan, meloloskan tubuhnya dari kukungan tubuh Maximillian. Ia duduk di tepi ranjang membetulkan letak pakaian yang terbuka dibeberapa bagian.

"Aku lelah. Kau sudah selesai dengan barang-barangmu? Bisakah kita kembali sekarang?" tuntut Mi Sun.

Tanpa menunggu jawaban Maximillian, Mi Sun keluar dari kamar. Ia mengambil air dari dalam lemari es, menghabiskan sebotol air dingin dengan sekali teguk. Mi Sun berharap air dingin bisa meredakan emosinya yang membara.

Tidak lama kemudian, Maximillian keluar dari kamar dengan tas kecil di tangan. Ia menghampiri Mi Sun, menyentuh lengan wanita itu menyadarkan. Mi Sun tersentak, kaget dengan sentuhan Maximillian. Ia terburu-buru meletakkan kembali botol kosong ke dalam lemari es. Tanpa mengucap sepatah kata pun ia mengambil tasnya dan membuka pintu, keluar. Maximillian mengejar. Pintu lift hampir tertutup, Maximillian menahan pintu lift tertutup. Ia masuk ke dalam, Mi Sun bergeser memberi ruang untuknya.

Sunyi, tidak ada percakapan diantara keduanya. Maximillian berpikir keras apa yang harus ia ucapkan untuk menjelaskan kesalahpahaman ini. Mi Sun keluar terlebih dahulu begitu pintu lift terbuka, berjalan menuju mobil Maximillian. Berada satu ruangan dengan Maximillian lebih lama adalah hal terakhir yang diinginkan Mi Sun. Tetapi ini bukan negaranya, ia masih berpikir logis. Ia tidak ingin berakhir di kantor polisi karena tersesat.

Kesunyian terus berlanjut sepanjang perjalanan. Mi Sun fokus dengan amarahnya, sedangkan Maximillian fokus mengendarai mobil agar mereka sampai dengan selamat sampai rumah. Maximillian menepikan mobil, menghentikannya disamping jalanan.

"Aku bisa jelaskan." Kalimat yang sejak tadi Maximillian pendam akhirnya keluar juga.

"Tidak ada yang perlu dijelaskan," ucap Mi Sun datar.

"Aku tidak ingin kesalahpahaman ini berlanjut. Foto itu ...."

"Dengar Max," potong Mi Sun, "kita tidak ada dalam hubungan yang mengharuskanmu menjelaskan semuanya. Itu rumahmu. Aku tidak ada hak untuk mencampuri urusan pribadimu. Apa pun yang ingin kau letakkan di rumahmu, kau tidak perlu menjelaskan padaku." Sebesar apa pun Mi Sun berusaha menutupi kegundahan hatinya, Maximillian tetap menangkap kemarahan Mi Sun dalam ucapannya.

"Bisakah kita melanjutkan perjalanan. Aku lelah," tambah Mi Sun.

"Aku berencana untuk melepas foto itu, tetapi kau tahu sendiri beberapa hari ini aku tidak pulang. Jadi ...." Ucapan Maximillian lagi-lagi terpotong. Nada dering ponsel Mi Sun berbunyi nyaring.

"Yeobseo. Wae Na Young-ah?" jawab Mi Sun tanpa mempedulikan ucapan Maximillian yang terhenti, "Eonni akan pulang beberapa hari lagi. Aku akan mampir saat sudah kembali ke korea," tambah Mi Sun menggunakan bahasa Korea yang tidak dipahami Maximillian.

Maximillian menurunkan rem tangan, mulai menekan pedal gas dan melanjutkan perjalanan mereka. Ia paham saat ini wanita itu pasti sangat marah hingga apa pun yang diucapkannya tidak akan mengurangi rasa amarah itu. Mi Sun masih mengobrol dengan si penelpon entah siapa itu yang jelas seseorang dari negaranya. Maximillian menaikkan kecepatan, berusaha secepat mungkin sampai ke rumah ibunya. Ia berharap suasana hati Mi Sun akan lebih baik setelah malam ini.

Mi Sun buru-buru keluar dari mobil saat Maximillian baru menghentikan mobilnya di tempat parkir. Lagi-lagi tanpa mengucapkan sepatah kata atau pun menoleh ia berjalan masuk ke dalam gedung. Maximillian sendiri tidak berusaha mengejarnya. Ia mematikan mobil seperti biasa, mengambil barang-barang miliknya dan memastikan tidak ada barangnya maupun barang Mi Sun sebelum meninggalkan mobil.

Anne menyambut kedatangan Maximillian di depan pintu. Tidak biasanya wanita tua itu berdiri menunggu kedatangannya seperti ini. Biasanya Anne hanya duduk disofa favoritnya sambil menggambar atau sekedar menonton televisi. Maximillian mencium kedua pipi ibunya, tanpa ucapan ia melanjutkan langkah kaki menuju kamar. Anne yang bingung dengan tingkah putranya dan Mi Sun mengikuti Maximillian.

"Ada apa Max?" tanya Anne begitu mereka memasuki kamar Maximillian.

"Rien, mère," jawab Maximillian menenangkan Anne.

"Tidak mungkin tidak ada hal yang terjadi. Kalian masuk secara terpisah. Mi Sun hanya berkata dia lelah lalu masuk kamar. Dan kau datang dengan wajah kusut. Apa kalian bertengkar?" desak Anne pada putranya.

Maximillian masuk ke dalam ruang ganti, meletakkan tas yang ia bawa dan keluar lagi.

"Aku tidak yakin apa yang membuat ia marah. Kurasa karena foto yang ia lihat di apartemenku."

"Foto?"

"Foto Claire dan Aron, mère," jelas Maximillian.

Tanpa perlu penjelasan lebih lanjut, Anne paham apa yang menjadi masalah diantara mereka. Ia tahu bagaimana perasaan Maximillian pada Claire. Ia tidak bisa menyalahkan Aron seutuhnya. Namun di lain sisi Anne juga tahu bagaimana perkembangan hubungan Aron dan Mi Sun. Dan Anne sangat bisa merasakan apa yang Mi Sun rasakan saat ini. Kecewa, hal itu pasti memenuhi semua isi kepalanya malam ini.

"Tidurlah, kalian terlalu lelah malam ini. Besok aku akan mencoba bicara pada Mi Sun," ucap Anne menenangkan.

"Merci, mère. Selamat tidur." Maximillian memeluk sang ibu erat. 

***

Anne beberapa kali melihat pintu kamar yang ditempati Mi Sun, berharap gadis itu keluar dari sana dengan senyum cerah seperti biasanya. Anne sengaja tidak pergi ke butik hari ini untuk menghabiskan waktu dengan Mi Sun. Usai menyantap sarapan bersama Maximillian, Anne menyibukkan diri di dapur membuat sajian lezat untuk Mi Sun. Maximillian sendiri sudah berangkat sejak tadi karena harus menyelesaikan pekerjaan yang sudah ia tunda beberapa hari sebelumnya. 

Pintu kamar Mi Sun terbuka, Anne tersenyum melihat Mi Sun akhirnya keluar. Ia meletakkan choux yang baru ia potong di atas piring, menyambut Mi Sun yang bergabung dengannya di dapur. Sebuah kecupan selamat pagi dilakukan Anne untuk Mi Sun.

"Bagaimana tidurmu?"

"Cukup nyenyak," bohong Mi Sun. Tampak lingkaran hitam dibawah mata menunjukkan bahwa ia tidak tidur semalam.

"Aku membuat lasagna untuk sarapan. Duduklah akan kuambilkan!" perintah Anne.

Mi Sun menurut, duduk di atas kursi tinggi di depan meja bar dapur. Anne meletakkan sepiring lasagna hangat dan segelas jus jeruk di depan Mi Sun. Ia kembali memotong choux sambil menemani Mi Sun makan.

"Apa tidak enak?" tanya Anne saat ia melihat Mi Sun tidak selahap biasanya.

"Tidak. Ini enak seperti biasa," bantah Mi Sun, "Kau sedang membuat apa?" tambah Mi Sun mengalihkan pembicaraan darinya.

"Paris-Brest, selesai dipotong seperti ini kita tinggal menambahkan pasta praline hazelnut sebagai isiannya dan sedikit taburan gula. Dan selesai," jelas Anne sembari mempraktekkan apa yang diucapkannya.

"Ini cobalah!" Anne memberikan sepotong Paris-Brest untuk Mi Sun coba.

Mi Sun mengambil kue bulat dengan lubang di tengah seperti donat itu dengan antusias, satu gigitan membuatnya tahu bahwa kue ini enak.

"Bagaimana?" tanya Anne memastikan.

"Enak. Kurasa setelah menghabiskan semua ini aku bisa makan satu lagi," ucapnya tulus.

"Selesaikan sarapanmu kalau begitu. Setelah ini kita bisa menikmati kue ini bersama teh hangat di balkon."

Anne menyelesaikan seluruh kue yang ia buat. Usai semua choux terisi ia menyusun rapi di nampan khusus kue dan tentu tidak lupa membersihkan dapur.

"Anne," cetus Mi Sun membuat Anne menghentikan apa yang dikerjakan dan fokus menatap Mi Sun.

"Aku akan kembali ke korea malam ini."

On Shoestring (Complete) Where stories live. Discover now