Vingt-six

5 1 0
                                    

Banyak tempat yang sudah Mi Sun cari untuk menjadi tujuannya selama di Perancis. Namun tidak pernah terpikirkan olehnya untuk mengunjungi tempat ini. Tidak jauh dari lautan tempat mereka menghabiskan waktu sejak pagi, terbentang delapan belas hektar tanaman rambat.

Domaine de l'Anglade, menjadi satu-satunya perkebunan anggur di Le Lavandou. Letakkan yang tidak jaauh dari pantai membuat para wisatawan banyak yang mengunjungi tempat ini untuk mencari anggur terbaik. Bisnis yang dijalankan keluarga Van Doren sekitar seratus tahun lalu ini, kini sukses menjadi salah satu tempat pembuatan minuman anggur terkenal di dunia.

Mi Sun takjub akan tanaman anggur yang tertanam rapi. Merambat pada tiang-tiang yang disediakan. Ini merupakan pengalaman pertamanya mengunjungi perkebunan anggur. Mi Sun berkeliling, berjalan diantara tanaman anggur yang berjajar.

"Bagaimana? Apakah kejutanku berhasil?" tanya Maximillian sembari mengikuti setiap langkah Mi Sun.

"Berhasil. Aku tidak terpikirkan kau akan mengajakku ke sini. Kukira kau akan mengajakku makan di restoran."

Mi Sun membungkukkan tubuh mendekat, ingin melihat dengan jelas buah anggur yang masih tampak hijau. Beberapa bahkan tampak mulai berubah warna.

"Apa dipikiranmu hanya makan?" Maximillian heran, apa Mi Sun hanya ingat makan saat bersamanya.

"Karena kau selalu mengajakku makan enak setiap kita pergi," kilah Mi Sun.

"Memang benar." Maximillian membenarkan, "tapi ada hal lain juga yang selain makan," tambahnya protes.

Mi Sun menegakkan tubuh, membalikkan diri menghadap Maximillian yang berada di belakangnya.

"Seperti mengajakku menginap di hotel tanpa memberitahu," goda Mi Sun.

Maximillian tersenyum jahil, menarik tubuh Mi Sun cepat. Memerangkap Mi Sun ke dalam pelukannya.

"Max banyak orang yang melihat," keluh Mi Sun panik.

Mi Sun berusaha menjauhkan tubuh mereka sambil melihat ke sekeliling takut pengunjung lain melihat mereka.

"Apa salahnya jika mereka melihat?" tanya Maximillian dengan tetap melingkarkan lengannya erat.

"Mereka akan berpikir macam-macam. Lepaskan Max!" pinta Mi Sun.

Maximillian memindahkan tangan kanan tepat dibelakang kepala Mi Sun, menahan pergerakan. Maximillian dengan cepat mengarahkan bibirnya pada bibir Mi Sun. Kelopak mata Mi Sun sontak membulat, kaget dengan perbuatan tiba-tiba Maximillian. Ia tidak bisa melawan, Maximillian mengunci tubuh dan kepalanya agar tidak menghindar.

Maximillian mulai menggerakkan bibir, menikmati Mi Sun yang terasa manis baginya. Mi Sun diam tidak merespon sebagai bentuk protes pada Maximillian. Pria itu melepaskan tautan mereka, menatap Mi Sun lembut.

"Kau lupa lagi dimana kita berada? Orang-orang tidak peduli pada orang yang berpelukan bahkan berciuman di tempat umum bahkan di depan mereka sekali pun. So, bisakah aku menikmati sedikit," papar Maximillian sambil tangannya meraba bibir bawah Mi Sun.

Mi Sun merasakan wajahnya yang semakin memanas, bukan karena sinar matahari yang semakin terik melainkan reaksi tubuhnya akan sentuhan yang diberikan Maximillian. Tanpa membuang kesempatan, Maximillian kembali merasakan bibir manis Mi Sun. Kali ini respon Mi Sun membuat Maximillian tersenyum dalam gerakannya.

***

"Ah ... Ini sangat enak," celetuk Mi Sun.

"Wine atau pemandangannya?"

"Both."

Mi Sun menyandarkan tubuh ke sandaran kursi, menikmati segelas anggur putih hasil produksi perkebunan.

"Apa kau sering melakukannya?" tanya Mi Sun.

"Melakukan apa?" tanya Maximillian balik.

"Menikmati anggur di siang hari bolong sambil memandang laut lepas di sana," tunjuk Mi Sun pada laut lepas yang terlihat jelas dari tempat mereka duduk.

"Cukup sering, mungkin setiap kali ke pantai," jelas Maximilllian.

"Pantas kau terlihat biasa saja, tidak ada yang istimewa," ujar Mi Sun sarkas.

"Minum denganmu di sini adalah yang pertama," ucap Maximillian menghindari kesalahpahaman.

"Dengan yang seberapa sering?"

Mi Sun mengambil gelas, kembali menikmati rasa manis minumannya.

"Tidak ada Mi Sun," jawaban Maximillian membuat Mi Sun tersenyum dibalik gelas.

"Aku baru pertama kali kemari, selama ini hanya kulewati saja," tambah Maximillian.

"Bukankah kau mengatakan sering?" tanya Mi Sun bingung.

"Minum di siang hari sambil memandang lautan sering kulakukan tetapi tidak dari sini," kilah Maximillian.

Mi Sun memukul keras lengan Maximillian saat mendengar ucapan pria itu. Ia merasa dipermainkan oleh Maximillian.

"Kau lucu saat cemburu," goda Maximillian.

Mi Sun memalingkan wajah berpura-pura marah. Ia malu Maximillian mengetahui rasa cemburu yang sejak tadi ia sembunyikan. Maximillian meraih wajah Mi Sun, membuatnya menatap matanya.

"Semua yang kulakukan memang untukmu bukan karena aku ingin mengingat seseorang. Aku ingin kau memiliki kenangan indah di sini. Saat kau kembali ke tempatmu, kau bisa tersenyum mengingat semua ini."

"Kau ingin aku pergi?"

"Semua keputusan ada padamu. Kau yang berhak menentukan apa yang ingin kau jalani. Tinggal atau pergi."

Wajah Mi Sun memerah, ia tidak menjawab apa pun. Kedua bola matanya tampak mulai berkaca-kaca, perasaannya kacau mendengar ucapan Maximillian. Haruskah ia tetap tinggal dan memulai hidup baru di sini. Atau kembali dan memulai semua mimpi yang sudah lama ia rancang.

"Habiskan minumanmu! Sudah waktunya perutmu diisi makanan. Aku tidak ingin kau berakhir di rumah sakit karena overdosis alkohol di siang bolong."

Mi Sun mengangkat tangan bersiap memukul lagi lengan Maximillian. Tetapi Maximillian lebih sigap kali ini. Ia menahan tangan Mi Sun yang sudah terangkat, menariknya hingga tubuh Mi Sun terhuyung dan berakhir di pelukan Maximillian.

"Sepertinya kau memang sudah mabuk," goda Maximillian lagi.

"Max, kau sengaja menggodaku," geram Mi Sun.

Mi Sun mendorong dada Maximillian menjauh. Ia berdiri, mengambil gelas dan menghabiskan sisa minuman miliknya sebelum melangkah meninggalkan Maximillian. Pria itu hanya tertawa mengikuti kepergian Mi Sun dari belakang.

***

Mi Sun bersandar pada pagar balkon kamarnya, menikmati matahari yang perlahan masuk ke dalam lautan lepas. Pemandangan indah yang tidak biasa ia lewatkan begitu saja. Untungnya kamar hotel yang ia tempati memiliki view terbaik. Meski tanpa harus pergi ke pantai Mi Sun bisa menikmati keindahan senja dengan nyaman. Sebuah tangan melingkar di perut Mi Sun membuatnya tersentak kaget. Aroma tubuh Maximillian tercium membuat Mi Sun sadar siapa yang memeluknya.

"Kenapa kau begitu terkejut?" bisik Maximillian tepat di telinga Mi Sun.

"Kukira kau siapa."

"Kau bodoh apa pura-pura, siapa yang bisa memelukmu sembarangan. Kita di dalam kamar," ejek Maximillian.

"Ah benar."

Mi Sun sendiri sempat tidak ingat jika ia menikmati sunset dari dalam balkon kamar bukan di tempat umum.

"Dia sangat indah sampai aku lupa aku berada di mana."

"Kau bisa menikmatinya sesukamu. Kita bisa kembali saat kau ingin," ujar Maximillian membuat Mi Sun tersenyum senang.

"Bukankah kau harus bekerja Max," ucap Mi Sun resah.

Maximillian memutar tubuh Mi Sun, menyatukan bibir miliknya dan Mi Sun.

"Aku bisa mengambil cuti jika kau menginginkannya," bisik Maximillian di sela-sela ciuman.

Mi Sun mengangkat lengan, melingkarkan pada leher Maximillian. Ia menikmati setiap kecupan yang Maximillian berikan, tentu dengan balasan yang menggoda.

On Shoestring (Complete) Where stories live. Discover now