Quatorze

13 2 0
                                    

"Bukankah aku menang? Kenapa aku merasa seperti diculik saat ini," protes Mi Sun.

Pagi-pagi buta terdengar ketukan di pintu kamar Mi Sun. Setengah sadar Mi Sun melihat siapa yang mengetuk pintunya. Maximillian berdiri di balik pintu, rapi, siap untuk pergi.

"Bersiaplah kita berangkat lima belas menit lagi," ucap Maximillian sebelum kembali menutup pintu.

Mereka mulai berkendara tepat lima belas menit kemudian. Mi Sun tidak sempat untuk sekedar mengisi perut dengan air, bahkan matahari masih malu-malu untuk muncul. Mobil Maximillian melaju cepat di jalan bebas hambatan. Hanya ada beberapa mobil yang melintas, selebihnya jalanan kosong. Maximillian menyuruh Mi Sun untuk kembali tidur karena perjalanan mereka masih jauh. 

"Tenang saja tidak ada untungnya aku menculikmu," seru Maximillian menenangkan.

"Lantas untuk apa aku harus pakai ini?" protes Mi Sun lagi pada penutup mata yang harus ia kenakan sejak selesai sarapan pagi di salah satu rest area di jalan tol.

"Percaya saja padaku. Tunggulah sebentar lagi," ucap Maximillian menenangkan.

Perjalanan yang cukup panjang, tiga jam lebih Maximillian harus berkendara di jalan bebas hambatan untuk mewujudkan keinginan Mi Sun. Ia ingin memberi kejutan pada Mi Sun hingga ia meminta wanita itu mengenakan penutup mata sejak setengah jam lalu usai menyantap sarapan. Sebelumnya Maximillian meminta Mi Sun melanjutkan tidurnya, tujuannya tidak lain agar Mi Sun tidak tahu kemana mereka akan pergi.

Kejutan yang Maximillian harapkan mulai terlihat, dengan latar belakang Pegunungan Alpen kota St. Moritz tampak sangat indah. St. Moritz, salah satu destinasi wisata paling terkenal di  Swiss. Kota ini terkenal dengan keindahan yang menakjubkan, terlebih lagi saat musim dingin kota ini berubah bak negeri dongeng. Maximillian menurunkan kecepatan mobilnya, meraih penutup mata yang menempel pada kepala Mi Sun. Terkejut karena tiba-tiba penutup matanya hilang, Mi Sun sedikit berteriak.

"Surprise," ucap Maximillian menanggapi tatapan terkejut Mi Sun.

Kota ini dikelilingi puncak gunung Alpen yang tampak hijau, selain itu terdapat danau St. Moritz yang tidak kalah mencuri perhatian selain indahnya pemandangan pegunungan Alpen. Di sepanjang jalan tampak turis-turis asing menikmati indahnya pemandangan kota. Meski tidak seramai saat musim dingin, kota ini tetap ramai dengan wisatawan asing yang ingin menikmati suasana di St. Moritz.

"Bagaimana apakah aku menculikmu atau aku berhasil mewujudkan keinginanmu?" tanya Maximillian setelah cukup lama Mi Sun terdiam takjub pada apa yang dilihatnya.

"Darimana kau tahu aku ingin kesini?" balas tanya Mi Sun.

"Aku punya kekuatan yang tidak kau ketahui, aku bisa membaca pikiranmu," ucap Maximillian serius.

Mi Sun  tampak terkejut tidak percaya. Ia memicingkan kedua matanya, menatap curiga pada Maximillian. Pria itu tidak terusik dengan tatapan tajam Mi Sun. Ia sibuk mencari tempat untuk memarkirkan mobilnya. Danau St. Mortiz menjadi tujuan pertama, danau ini menjadi fokus utama wisatawan pada saat musim panas.

"Ayo kau tidak turun!" ajak Maximillian.

"Kau benar punya kekuatan super ya?" tanya Mi Sun penasaran.

"Mungkin. Ayo, agenda kita masih banyak!" ajak Maximillian lagi sambil turun dari mobil.

Mi Sun segera mengambil tas dan turun mengikuti Maximillian. Berjalan beriringan, menikmati keindahan danau yang tampak sangat menakjubkan. Perpaduan antara bentangan air danau dan deretan pegunungan di belakangnya ibarat melihat sebuah lukisan secara langsung. Mi Sun segera mengeluarkan kamera, mengabadikan pemandangan yang entah kapan akan Mi Sun nikmati kembali. 

Cara terbaik menikmati danau adalah duduk di pinggir sembari menikmati camilan dan minuman kesukaan. Mi Sun sudah menempatkan tubuhnya di atas rumput, berteduh di bawah pohon menghindari teriknya matahari yang mulai terasa hangat. Puas berjalan mengelilingi sedikit bagian danau, ia memutuskan untuk duduk menikmati pemandangan di depannya. Maximillian sendiri baru kembali setelah pamit beberapa saat yang lalu, membawa dua botol cola.

"Minum." Maximillian mengulurkan sebotol cola yang sudah terbuka.

"Thank you."

"Senang?"

"Tentu. Selain cantik, udara di sini segar sekali."

"Benar, udara di sini memang terasa lebih segar. Selain karena kita ada di pegunungan, tidak banyak kendaraan juga."

"Ah ... Aku ingin tinggal di sini."

Mi Sun merebahkan tubuhnya, berbaring memejamkan mata menikmati segarnya udara di sekitar danau. Sedangkan Maximillian, tetap pada posisi duduk melihat apa yang dilakukan Mi Sun. Gumpalan awan putih bergerak perlahan diantara birunya langit. Hembusan tipis angin membelai kulit, kicauan-kicauan samar burung terdengar menenangkan. Terbuai dengan suasana perlahan kesadaran Mi Sun hilang.

Matahari bergerak konstan, naik sejajar dengan kepala. Bunyi nyaring klakson mengganggu keheningan. Mi Sun sontak terbangun, kedua kelopak matanya yang sipit terbuka lebar. Berkedip beberapa kali hingga kesadarannya kembali.

"Berapa lama aku tertidur?" tanya Mi Sun pada Maximillian yang kini ikut berbaring.

"Satu jam mungkin, atau lebih," jawab Maximillian sambil berbaring dan memejamkan mata.

"Sorry, kau pasti bosan."

"Tidak sama sekali, malah sangat menarik."

Mi Sun bangun dari posisi berbaring, duduk menghadap Maximillian dan memandangnya tajam.

"Kau tidak melakukan hal aneh bukan?" tanya Mi Sun curiga.

Maximillian bangun, dengan cepat duduk hampir membenturkan kepalanya. Mi Sun refleks menarik tubuh sedikit mundur. Maximillian balas menatap Mi Sun tajam, membuat wanita itu sedikit salah tingkah.

"Apakah aku terlihat seperti orang yang suka berbuat aneh?" tanya Maximillian menggoda.

"Benar Monsiuer Deluxe. Kau tidak lupa bukan kau menculikku pagi ini." Mi Sun mendorong perlahan tubuh Maximillian yang semakin mendekat.

"Jika aku tidak menculikmu pagi buta, bisa jadi kita masih di jalanan sekarang."

Maximillian bangkit dari duduknya, menepuk bagian belakang menghilangkan rerumputan yang menempel.

"Ayo, banyak tempat lain yang harus kita kunjungi," ajak Maximillian.

Maximillian melajukan mobilnya menuju Badrutt's Palace Hotel yang tidak jauh dari danau. Hotel yang menjadi ikonik dari St. Moritz menjadi pilihan Maximillian untuk menikmati makan siang di restorannya. Tidak berapa lama Maximillian sudah memasuki halaman hotel. Ia menghentikan mobil di depan lobi.

"Turunlah!" perintahnya pada Mi Sun.

Mi Sun sendiri segera turun tanpa diperintah dua kali. Maximillian menyerahkan kunci mobil pada petugas Valley. Ia mengajak Mi Sun makan restoran Le Grand Hall yang memiliki ruang makan terbuka dengan pemandangan menakjubkan.

"Kau mengajakku ke Le Grand Hall?" ucap Mi Sun antusias.

Maximillian menggangguk menjawab ucapan antusias Mi Sun. Wanita itu sendiri hanya bisa tersenyum menyadari satu persatu keinginannya terwujud.

"Kenapa ke lobi?" tanya Mi Sun saat Maximillian tidak langsung menuju restoran.

"Agar kita bisa mendapat makan gratis. Kalau kita menginap kita akan mendapatkan voucher makan gratis."

"Benarkah?" sorot mata Mi Sun berubah ketika mendengar kata gratis. Hal itu bisa mengurangi rasa tidak enaknya pada Maximillian karena pria itu tidak harus mengeluarkan biasanya lebih.

"Tentu saja. Ayo kita makan!"

Mi Sun mengikuti Maximillian tanpa curiga, senang dengan apa yang akan ia makan.

On Shoestring (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang