Huit

9 2 0
                                    

Perlahan matahari kembali ke peraduannya. Langit senja mulai tampak menghiasi angkasa. Gradasi warna yang sangat cantik, cahaya pun mulai meredup. Lampu disekitar taman tidak bisa menerangi seluruh hamparan rumput luas. Tidak ada pembicaraan berarti diantara keduanya. Maximillian dan Mi Sun, keduanya menikmati hiruk pikuk diantara mereka.

"So, apa pekerjaanmu Max?" tanya Mi Sun tiba-tiba.

"Kenapa kau ingin tahu?" balas Maximillian.

"Hanya ingin tahu dan tidak salah menduga seperti tadi saat kita bertemu lagi."

"Aku hanya seorang pedagang," jawab Maximillian seenaknya.

"Pedagang? Apakah kau memiliki toko atau semacam kafe di Istana Vesailles?"

Maximillian tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaan konyol Mi Sun. Ia tidak menduga bahwa Mi Sun akan berkata seperti itu. Sungguh di luar dugaan. Mi Sun hanya memandangi Maximillian bingung.

"Kau sungguh di luar dugaan Nona Kim," ucap Maximillian.

"Mi Sun, apakah sulit mengucapkan namaku?" potong Mi Sun tidak terima jika Maximillian tetap memanggilnya nona.

"Mi Sun," ucap Maximillian dengan aksen inggris.

"Not like that, I will spell it, listen it. M-e S-o-n. Me Son. Atau kau bisa memanggilku Michellel jika nama koreaku terlalu sulit."

"Me Son right?" ucap Maximillian dengan benar kali ini.

"Jadi apa benar kau punya toko di sana?" Mi Sun kembali menanyakan.

"Tidak, apa kau melihat ada toko di dalam Istana Versailles?" Mi Sun menggeleng karena seingatnya tidak ada satupun kafe atau restoran di dalam kawasan istana.

"Aku sedang melakukan survey lokasi di sana dan di sini. Jadi buang anggapan tentangku yang mengikutimu hingga ke sini," tegas Maximillian.

"Aku tidak pernah mengatakan hal itu, sudah kukatakan bukan," protes Mi Sun.

"Wajahmu yang mengatakannya. Aku sedang meninjau lokasi untuk pemotretan baju yang aku jual. Bisa dikatakan untuk iklan," jelas Maximillian.

"Wow, kau seorang desainer?" teriak pelan Mi Sun.

"Bukankah sudah kukatakan aku seorang pedagang. Ibuku yang mendesain dan aku yang menjualnya."

Mi Sun tampak tersenyum lebar meski di kegelapan Maximillian bisa melihat hal itu.

"Kau membuatku takut melihatmu tiba-tiba tersenyum seperti itu," oceh Maximillian.

"Sudah kuduga kau orang baik Max. Jarang ada anak muda yang mau membantu ibunya berjualan sepertimu," ucap Mi Sun terharu.

"Aku tidak tahu apa yang sedang kau pikirkan. Tetapi aku harus pergi," pamit Maximillian.

"Terima kasih sudah menemaniku. Hati-hati di jalan Max. Kuharap kita bisa bertemu lagi," ucap Mi Sun.

"Kuharap tidak nona pelupa. Sebaiknya kau juga segera pulang, ingat Paris tidak seaman yang kau duga meski itu di tempat umum," Maximillian memperingatkan.

"Akan selalu kuingat nasehatmu," teriak Mi Sun.

Maximillian meninggalkan Mi Sun, menuju tempat parkir di mana mobilnya terparkir. Ia segera melajukan mobilnya menuju kantor di Champs Elysees. Mi Sun sendiri tetap ditempatnya menikmati sisa-sisa senja hingga langit benar-benar gelap. Ia mengambil kertas pembungkus sisa snack yang sudah habis, membuangnya ke tempat sampah.

Mi Sun menunggu jadwal keberangkatan bus di halte bersama beberapa turis lainnya. Butuh waktu hampir satu jam untuknya bisa merebahkan tubuh di atas kasur yang empuk. Bus yang ia tunggu akhirnya datang, Mi Sun segera mengantri untuk naik dibelakang penumpang lain.

Sepanjang perjalanan ia ingin tidur sejenak, sekedar melepas lelah. Namun nyatanya ia terjaga sepanjang jalan, ia tidak rela melewatkan pemandangan kota Paris indah saat malam hari. Perut Mi Sun mengirim sinyal untuk diisi. Setelah turun dari Bus, Mi Sun mampir ke mini market terdekat untuk membeli makanan ready to eat. Ia tidak ada tenaga lagi sekedar jalan lebih jauh lagi untuk membeli makan malam.

"Bagaimana jalan-jalan hari ini?" sapa Anne saat Mi Sun masuk ke dalam apartemen.

Anne sedang duduk bersantai di sofa favoritnya sambil memegang sebuah buku dan pensil. Mi Sun mendekat, ingin tahu apa yang sedang Anne lakukan malam-malam.

"Kau yang menggambar semua itu?" tunjuk Anne pada beberapa gambar baju yang tergelatak di atas meja.

"Yes. Dan inilah hobi sekaligus pekerjaanku," ungkap Anne.

"Menakjubkan," seru Mi Sun kagum.

Mi Sun tidak pernah menduga akan bertemu dengan seorang desainer secara langsung di negara yang terkenal akan fashionnya. Ia tidak mengerti mode, ia hanya senang melihat baju-baju karya desainer berbeda dengan baju-baju yang diproduksi secara massal.

"Istirahatlah kau pasti sangat lelah seharian berkeliaran."

"Bolehkah aku menggunakan dapurmu, aku ingin menghangatkan ini," tunjuk Mi Sun pada makanan yang sudah ia beli.

"Tentu gunakan sepuasmu, dan kenapa kau tidak makan malam diluar?" tanya Anne heran.

"Aku tidak punya tenaga lagi untuk sekedar berjalan menuju tempat makan,"  keluh Mi Sun.

"Cepat makan makananmu dan segeralah tidur."

Mi Sun pergi ke dapur, menghangatkan makanan mini market yang ia temukan tadi. Seporsi lasagna dan salad yang terlihat enak. Usai menyantap makan malamnya, Mi Sun masuk ke dalam kamar, membersihkan diri dan segera masuk ke dalam hangatnya pelukan ranjang yang nikmat.

***

"Michelle, apa rencanamu untuk hari ini?" Anne menyambut Mi Sun di dapur.

Anne mencicipi Beef Bourguignon buatannya. Mi Sun hanya bisa melihat kegiatan yang dilakukan Anne. Ia ingin membantu tetapi tidak tahu apa yang harus dilakukan.

"Mungkin ke museum, atau ke taman lagi. Apa ada yang bisa kubantu?" tawar Mi Sun.

"Pindahkan itu ke meja makan," tunjuk Anne pada semangkuk mash potato.

"Kau bisa ikut denganku hari ini? Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu."

"Kemana?"

"Kau akan tahu nanti, dan kupastikan kau tidak akan menyesal. Ayo kita sarapan sebelum semua jadi dingin."

Mi Sun menurut, ia bersyukur mendapatkan ibu kos sebaik Anne yang sejak hari pertama selalu menyediakan sarapan untuknya. Hal ini sangat membantu Mi Sun untuk menghemat pengeluaran. Selesai mengisi perut, Mi Sun mengikuti Anne kemana pun wanita paruh baya itu membawanya. Anne menghentikan mobil di depan sebuah butik mewah. Tulisan "Deluxe" berbahan emas menempel indah di atas jendela besar.

"Ayo Michelle," ajak Anne pada Mi Sun yang masih tertegun melihat bagunan di depannya.

Mi Sun mengikuti Anne masuk ke dalam butik. Di dalam Mi Sun lebih tercengang lagi melihat berbagai pakaian cantik yang terpajang rapi. Selain itu interior butik yang tampak sangat mewah. Mi Sun sendiri yakin bahwa ia tidak akan bisa membeli pakaian termurah sekalipun dari sini. Anne menarik lembut lengan Mi Sun, membimbingnya menuju sebuah ruangan yang ia yakini sebagai kantor Anne.

"Duduklah, kau mau minum apa?"

Anne menunjuk sebuah sofa putih besar di dalam ruangan.

"Apa pun," jawab Mi Sun sekenanya.

"Leone bawakan teh ke ruanganku. Dan juga panggilkan Max," ucap Anne pada pesawat telepon di meja kerjanya.

"Oui Madame."

Mi Sun sedikit terkejut mendengar nama yang familiar baginya disebut. Tetapi ia sadar pemilik nama Max tidak hanya dia seorang. Tidak lama seorang wanita masuk membawa senampan minuman untuk Anne dan Mi Sun.

"Di mana Max?"

"Sedang kemari madame," jawabnya singkat sebelum meninggalkan ruangan.

"Ada apa mère?"

"Max?" seru Mi Sun ketika tahu siapa yang masuk.

On Shoestring (Complete) Where stories live. Discover now