Neuf

5 2 0
                                    

Workaholic, sebutan itu akan orang tujukan pada Maximillian saat melihatnya beberapa minggu ini. Hampir setiap hari ia bekerja dari pagi hingga larut malam. Seperti hari ini, Maximillian sudah berkutat dengan beberapa berkas yang sudah ia baca sejak datang. Beberapa kali dahinya terlihat berkerut saat membaca. Suara ketukan pintu terdengar membuatnya mendongak.

"Monsieur Deluxe, madame memanggilmu ke ruangannya," ujar Leone di ambang pintu.

"Baiklah aku ke sana," jawab Maximillian.

Maximillian merapikan berkas-berkasnya. Memisahkan berkas yang sudah dibaca dengan yang belum. Ibunya pasti memanggil karena beberapa minggu ini sangat jarang mampir ke rumah. Bahkan sudah hampir seminggu Maximillian tidak mengunjungi rumah ibunya. Maximillian harus curi-curi waktu untuk menghabiskan waktu dengan Anne. Ia bergegas menuju ruang sebelah tempat Anne berada.

"Ada apa mère?" ucapan pertama Maximillian saat membuka pintu ruangan Anne.

"Max."

Maximillian menoleh setelah ia kaget dengan suara yang dikenalnya.

"Kau," seru Maximilliam saat melihat siapa yang ada di ruangan ibunya.

"Kalian saling mengenal?" giliran Anne yang berbicara.

"Dia orang yang mengembalikan ponsel milikku," ucap Mi Sun memperjelas semua.

"Dunia ini sempit sekali. Dari sekian juta manusia, tuhan malah mengirimmu putraku sendiri untuk menjadi penyelamat."

Anne senang mendengar sebuah fakta baru bahwa mereka saling mengenal terlebih dahulu. Ia merasa ini bagaikan takdir yang indah. Anne mendekat pada Mi Sun, duduk tepat di sebelah wanita muda itu. Anne memberikan kode pada putra satu-satunya Maximillian agar ikut duduk bersama mereka. Maximillian memilih sofa yang berhadapan dengan mereka berdua.

"Jadi siapa yang akan bercerita?" tanya Anne membuat dua orang lainnya bingung.

"Bagaimana setelah Max mengembalikan ponsel milikmu. Apakah kalian akhirnya bertemu lagi?" tanya Anne kembali antusias.

"Tidak mère dan berhenti berimajinasi yang tidak-tidak," Maximillian mengingatkan.

"Apa yang kau maksud Max, aku tidak sedang berimajinasi apapun," elak Anne, namun semua bertolak belakang dengan ekspresi wajahnya.

"Jika tidak ada hal penting, aku kembali ke ruanganku dulu. Ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan," pamit Maximillian.

"Mère hanya ingin mengobrol denganmu susah sekali," gerutu Anne.

"Aku akan mampir ke rumah," jawab Maximillian singkat sembari keluar ruangan.

"Besok kau tidak perlu kerja, akan kutunggu kau di rumah," teriak Anne telat sebelum pintu menutup.

Mi Sun menikmati teh yang disajikan. Tidak berkomentar banyak dengan interaksi antara ibu dan anak yang baru ia lihat.

"Dia terlalu gila kerja. Sampai lupa kalau punya ibu yang kesepian. Jika tahu hal ini akan terjadi tidak akan kubiarkan dia keluar rumah saat itu. Kupikir dengan ia keluar rumah dia akan lebih baik. Nyatanya dia malah mengabaikanku hingga membuatku kesepian," cerocos Anne.

Mi Sun mengunyah cepat kue yang masuk ke dalam mulutnya. Menghabiskan teh untuk melancarkan kerongkongannya. Mi Sun sadar bahwa yang Anne katakan pada saat awal pertemuan itu bukanlah sekedar basa basi. Tampaknya Anne Deluxe benar-benar kesepian.

"Jadi kemana kita akan pergi hari ini?" tanya Mi Sun mencairkan suasana.

"Shopping."

Berbelanja tentu tidak ada di dalam rencana perjalanan Mi Sun kali ini. Mi Sun hanya bisa tersenyum mendengar rencana Anne. Mi Sun hanya bisa membalas kebaikan Anne dengan tidak mengecewakan keinginannya. Bukankah ia tidak harus membeli, Anne hanya butuh teman untuk berjalan-jalan.

Anne dan Mi Sun seolah teman lama yang sedang menghabiskan waktu bersama. Nyatanya mereka hanyalah dua orang asing yang baru saja bertemu tidak sampai satu minggu. Anne telah terbiasa berinteraksi dengan berbagai macam orang selama bertahun-tahun. Ia terlatih untuk melihat karakter orang yang baru ditemuinya. Anne tahu Mi Sun bukanlah orang jahat saat pertama kali mereka bertemu. Semakin lama, Anne jadi merasa kasian pada wanita muda itu. Tanpa Mi Sun mengatakannya, Anne tahu bahwa wanita itu sebisa mungkin menghemat budget untuk liburannya.

Anne mengajak Mi Sun berkeliling dari butik ke butik di sekitar Champs Elysees. Bekerja berkedok belanja, itulah yang baru disadari Mi Sun saat beberapa kali keluar masuk butik tanpa membeli barang. Anne memberi kode untuk diam saat Mi Sun akan bertanya.

"Aku hanya sedang mencari inspirasi," jelas Anne setelah beberapa kali Mi Sun menatap penuh tanya.

Mi Sun tersenyum geli. Akhirnya dia kembali mengikuti Anne kemana pun wanita itu pergi. Meski tidak membeli, mencoba beberapa gaun juga ternyata menyenangkan. Seolah menjadi pengalaman baru di liburan ini.

Puas dengan mencari inspirasi ala Anne Deluxe, wanita itu mengajak Mi Sun untuk menikmati makan malam di salah satu restoran dekat Menara Eiffel. Mi Sun sudah pernah ke sini saat hari kedua dirinya berasa di Paris. Sayangnya saat itu ia ke sana siang hari jadi tidak bisa melihat bagaimana indahnya Menara Eiffel di malam hari.

"Indah bukan?"

Mi Sun menoleh, mengalihkan pandangannya pada Anne. Ia mengangguk senang.

"Sangat indah. Terima kasih kau telah mengajakku kemari," ucapnya tulus.

"Aku senang kau mau menemaniku seharian ini. Sudah lama sekali aku tidak jalan-jalan seperti hari ini."

"Aku juga. Aku terlalu sibuk bekerja," ucap Mi Sun.

"Apa begitu berat hidup di negaramu?" tanya Anne saat melihat raut muka Mi Sun berubah.

"Di setiap negara pasti ada kesulitan masing-masing bukan," jawab Mi Sun sarkas.

"Benar. Uang tidak dihasilkan dengan berleha-leha," tawa Anne yang menular kepada Mi Sun.

"Jadi apa pekerjaanmu?"

"Aku hanya seorang perias kecil. Tapi tidak lagi. Aku memutuskan untuk keluar dari studio tempat aku bekerja."

"Kenapa?"

"Sejujurnya terdengar agak gila memang.  Aku ingin berdiri sendiri, aku ingin namaku dikenal tanpa embel-embel nama studio tempat aku bekerja. Meski aku tahu tidak mudah untuk menjadi terkenal tanpa latar belakang yang baik."

"Suatu saat kau pasti bisa berdiri dengan namamu sendiri. Butik milikku juga tidak tiba-tiba besar seperti saat ini. Banyak tenaga yang harus kukeluarkan hingga bisa menjadi seperti sekarang. Aku hanyalah seorang desainer muda yang tidak memiliki merek sendiri, berjuang di tengah lautan desainer top dunia. Kau tahu sendiri bukan bagaimana fashion menjadi ciri khas negara kami."

"Pasti ada ribuan pesaing."

"Tentu saja, apalagi aku harus membesarkan Max seorang diri."

"Dimana ayah Max?" tanya Mi Sun tanpa sadar, "Sorry," tambahnya saat sadar pertanyaannya bisa jadi menyinggung.

"Ayah Max pergi meninggalkan kami, saat Max masih berada dikandunganku. Entah apa yang kurang dari diriku hingga ia mencari wanita lain."

"Maafkan aku membuatmu mengingat hal yang menyedihkan."

"Hal itu sudah lama berlalu, bahkan aku sendiri tidak tahu apakah dia masih hidup atau sudah mati. Sayangnya aku masih menjadi istrinya di mata hukum hingga saat ini," senyum Anne kecut.

"Lebih baik kita bercerita hal yang menyenangkan saja. Ceritakan bagaimana negaramu! Aku jadi ingin berlibur ke sana suatu hari nanti."

Malam itu mereka habiskan dengan bercerita keindahan negara masing-masing sembari mengghabiskan sebotol anggur. Membicarakan hal-hal yang tidak pernah diketahui satu sama lain hingga larut malam.

"Dan untuk menutup malam ini, ini hadiahmu karena telah menemaniku menghabiskan waktu," Anne mengulurkan sebuah kantong pada Mi Sun.

On Shoestring (Complete) Where stories live. Discover now