Cinq

12 2 0
                                    

Maximillian setengah berlari keluar dari restoran setelah ia menikmati brunch bersama ibunya. Saat makan, timnya tiba-tiba menghubungi bahwa klien yang sedang diincarnya menghubungi untuk bertemu. Beruntung sebuah taksi berhenti tepat di depannya, seorang wanita asia keluar segera menuju belakang mobil mengeluarkan koper. Maximillian membantu wanita yang tampak kesusahan dengan barangnya agar ia bisa cepat pergi. 

"Allô, aku sedang perjalanan menuju tempat Monsieur Laurent. Segera kirim tim untuk membawa surat perjanjian ke sana," perintah Maximillian kepada orang dibalik telpon.

"Tolong sedikit lebih cepat," ucapnya pada sopir taksi.

"Oui, monsieur."

Sopir taksi menambah kecepatan laju mobilnya. Maximillian memeriksa ponsel, mempelajari materi yang disiapkan timnya untuk bertemu dengan Monsieur Laurent sang calon klien. Nada dering yang tiba-tiba terdengar mengagetkan Maximillian. Ia menoleh ke samping, tempat di mana suara itu terdengar jelas.

"Pak, apakah ini ponsel anda?" tanya Maximillian.

"Bukan tuan, sepertinya punya turis yang sebelumnya turun. Bisakah anda mengangkatnya tuan?"

"Hello," jawabnya dalam bahasa inggris.

"Hello Sir, kurasa ponselku tertinggal di dalam taksimu. Di mana aku bisa mengambilnya?"

Sepertinya dia mengira aku si sopir, batin Maximillian.

"Aku sedang ada pekerjaan saat ini nona. Mungkin kita bisa bertemu nanti pukul enam di tempat terakhir kita bertemu. Bagaimana?" tawar Maximillian sambil melihat jam tangan.

"Sure. Dan apakah ada sebuah dompet juga yang tertinggal  di taksi anda?"

Maximillian menoleh ke samping mencari keberadaan dompet yang dimaksud. Sebuah dompet kecil berwarna merah tergeletak di ujung kursi. Ia mengambil dan memasukkannya ke dalam saku jas.

"Ya, aku sudah membawa dompet anda bersamaku. Nona sampai jumpa nanti, aku harus segera pergi," pamit Maximillian saat taksi yang ditumpanginya berhenti tepat di depan sebuah restoran.

Maximillian mengulurkan beberapa lembar uang kepada sopir taksi. Ia segera masuk ke dalam restoran, menyebutkan nama Monsieur Laurent pada pelayan yang segera mengantarnya pada sang pemilik nama. Maximillian memasuki sebuah ruang kecil berisikan satu meja makan untuk enam orang. Di sana Edmond Laurent sedang menikmati minuman bersama seorang wanita disampingnya.

"Bonjour Monsieur, maaf atas keterlambatan saya," ucap Maximillian sopan.

"Monsieur Deluxe, silahkan duduk. Saya yang seharusnya meminta maaf karena meminta bertemu secara tiba-tiba," balas Edmond.

"Sudah tugas saya untuk mengikuti jadwal klien."

"Ah ya, kenalkan ini putri saya, Felicie," tunjuk Edmond pada wanita di sampingnya.

"Maximillian Deluxe," Maximillian mengulurkan tangan memperkenalkan diri.

"Felicie Laurent," balas wanita Felicie.

"Monsieur Deluxe, putri saya yang akan menangani soal baju yang akan digunakan model kami pada saat pemotretan. Jadi anda bisa membicarakan apa saja yang kami butuhkan melalui Felice," jelas Edmond.

Edmond Laurent adalah seorang pemilik majalah fashion di Paris. Majalah milik Edmond menjadi incaran Maximillian sejak awal ia mengambil alih kepengurusan butik ibunya. Majalah bertaraf internasional itu bisa menjadi media promosi yang sangat baik. Ia berharap dengan adanya kerjasama ini, brand yang diciptakan Anne Deluxe bisa dikenal hingga luar Paris.

"Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik Madame Laurent," harap Maximillian.

"Mademoiselle," koreksi Felice.

"Pardonne-moi Mademoiselle Laurent," ralat Maximillian.

Obrolan selanjutnya diwarnai dengan pembicaraan tentang kerjasama yang akan mereka lakukan. Kesepakatan tentang hal-hal yang harus dipenuhi dan yang tidak seharusnya dilakukan. Tidak lama tim Maximillian datang membawa berkas-berkas sebagai tanda kerjasama mereka telah disepakati.

***
Maximillian menutup laporan hasil penjualan hari ini ketika melihat jam dinding. Hampir pukul enam, ia harus bergegas untuk menemui wanita si pemilik ponsel yang ia bawa sejak tadi siang. Pasti wanita itu akan kebingungan jika ia tidak datang, apalagi ia wanita asing yang baru datang ke negaranya.

Maximillian keluar dari ruangannya dan menyapa beberapa pegawai yang sedang bekerja sebelum meninggalkan butik. Ia melajukan mobil secepat mungkin. Beberapa kali ia terjebak kemacetan akibat turis yang semakin banyak berdatangan ke wilayahnya. Jarak yang ditempuh dari Champs Elysees tempat butiknya berada ke tempat mereka janji bertemu tidaklah terlalu jauh. Jarak yang seharunya ditempuh tidak lebih dari lima belas menit kini memakan waktu lebih lama. Jam tangan Maximillian menampilkan angka enam sepuluh. Kali ini ia hanya bisa berharap wanita itu masih ada di sana.

Maximillian bernapas lega ketika ia melihat dari kejauhan wanita itu masih di sana. Melihat ke kanan dan ke kiri dalam kegelisahan. Ia paham betapa cemasnya wanita itu saat ini. Semoga ia tidak salah mengenali wanita yang bahkan hanya sekilas ia lihat siang tadi. Seharusya tidak salah karena tidak sulit untuk mengingat wajah asia itu. Maximillian segera menepikan mobilnya, keluar dan menghampiri wanita yang kini menundukkan kepalanya.

"Excuse me miss, this is your phone right?" tanya Maximillian membuat wanita itu mendongak dengan wajah terkejut.

"Miss," sapanya sekali lagi.

"I'm sorry, benar ini ponsel saya." jawabnya tersadar.

Maximillian menyerahkan ponsel dan dompet padanya. Mi Sun segera memeriksa isi dompet mengecek apakah ada yang hilang di dalamnya.

"Kukira tidak akan hilang karena tidak ada orang lain yang masuk taksi setelah kau keluar," jelas Maximillian.

"Aku tidak bermaksud menuduhmu, hanya refleks mengecek," ucapnya malu seolah ia menuduh Maximillian mengambil uangnya.

"Terima kasih banyak atas bantuanmu. Aku tidak tahu bagaimana nasibku jika keduanya tidak kembali. Dan ini sebagai ucapan terima kasihku," Mi Sun mengulurkan beberapa lembar uang pada Maximillian.

"Tidak perlu. Aku ikhlas menolongmu. Anggap saja keramahan tuan rumah dalam menerima tamu. Jika tidak ada hal lain, aku permisi, selamat bersenang-senang di Paris dan lebih berhati-hatilah," pamit Maximillian dan kembali menuju mobilnya.

"Tunggu tuan."

Maximillian kembali berbalik mendengar panggilannya.

"Sedikit pertanyaan. Bagaimana caraku untuk sampai ke Arc de Triomphe?"

"Kau bisa menunggu taksi di sini."

"Tidak adakah bus umum atau kereta?" tanya Mi Sun lagi.

Maximillian berpikir sepertinya wanita ini tidak sedang berlibur secara mewah. Dan entah bagaimana hal itu membuat Maximillian sedikit iba.

"Naiklah akan kuantar," ajak Maximillian.

"Oh no ... no ... Aku tidak ingin merepotkanmu lagi. Aku sudah cukup merepotkanmu untuk datang kemari," tolaknya halus.

"Aku akan pergi ke arah sana, jadi naiklah," ucap Maximillian lagi.

Keberuntungan terasa terus menghampiri Mi Sun hingga saat ini. Tanpa berpikir dua kali ia mengikuti Maximillian ke mobil pria itu. Belum satu hari di Paris, Mi Sun sudah menaiki mobil mewah bersama orang asing. Pantas saja pria ini menolak uang yang diberikan Mi Sun, uang itu bahkan tidak ada apa-apanya dibandingkan uang bensin mobil ini. Maximillian menepikan mobil ketika Arc de Triomphe terlihat di depan mata.

"Terima kasih atas tumpangannya. Kim Mi Sun, itu namaku mungkin saja kita bertemu lagi lain waktu. Aku tidak akan melupakan kebaikanmu Mr. ..." ucapnya gantung.

"Max, panggil saja Max."

"Baiklah Max, sampai jumpa," pamit Mi Sun sebelum keluar dari mobil.

"Nona Kim, letakkan tasmu di depan. Paris tidak seaman yang kau bayangkan," Maximillian memberikan peringatan yang dibalas anggukan oleh Mi Sun.

On Shoestring (Complete) Where stories live. Discover now