Vingt-trois

7 3 0
                                    

Liburan musim panas tidak lengkap rasanya jika tidak melihat pantai. Meski bukan negara tropis Perancis juga memiliki pantai yang indah. Plage de Saint-Clair, salah satu pantai yang ramai dikunjungi saat musim panas. Pasir putih berpadu dengan birunya laut serta hijaunya pepohonan menjadikan Plage de Saint-Clair seperti lukisan nyata.

Mi Sun terpesona dengan keindahan Plage de Saint Clair. Tampak puluhan orang memadati pesisir pantai. Ada yang sedang menikmati permainan air, ada yang bermain voli, dan banyak lagi yang berbaring menggelapkan kulit mereka. Mi Sun merogoh tas, mencari kacamata yang sempat ia bawa. Terik matahari siang membuatnya sedikit pusing.

"Kita check in dulu, terlalu panas untuk bermain di pantai saat ini." Maximillian mengarahkan Mi Sun masuk ke dalam hotel.

Maximillian memilih sengaja memilih hotel yang tepat berada di samping pantai. Selain agar mudah menuju pantai, pemandangan yang disajikan pun mengesankan. Mi Sun seperti biasa hanya mengikuti apa yang direncanakan Maximillian. Ia sadar Maximillianlah yang membiayai semua perjalanan.

"Bon après-midi, ada yang bisa kami bantu Monsieur?" salam resepsionis menyambut.

"J'ai besoin de deux chambres, dengan pemandangan laut," terang Maximillian.

Mi Sun menarik pelan lengan Maximillian. Maximllian menoleh, Mi Sun memberi isyarat untuk mendekat kepalanya.

"Tidak perlu menyewa dua kamar," bisik Mi Sun malu-malu.

"Aku tidak suka tidur di sofa," goda Maximillian.

"Kau tidak harus tidur di sofa, aku tidak masalah," ucap Mi Sun lirih.

Maximillian mengatur ekspresinya agar tidak tersenyum lebar. Ia kembali menghadap resepsionis dan meralat pesanan kamar.

"Sepertinya kekasih saya sudah tidak marah lagi.  Jadi saya pesan satu kamar saja," jelas Maximillian menggunakan bahasa perancis.

Rona wajah Mi Sun memerah, ia mendengar Maximillian menyebutnya kekasih. Meski tidak sepenuhnya paham apa yang diucapkan Maximillian setidaknya Mi Sun mengerti beberapa kata.

"Untuk tipe kamar anda ingin double bed atau twin bed?"

"Double bed."

Mi Sun berjalan mendekati jendela besar selagi Maximillian menyelesaikan urusan check in. Mi Sun seolah-olah belum sepenuhnya rela meninggalkan pantai, ia kembali melihat pantai melalui jendela lobi hotel. 

"Kita taruh barang-barang dulu, kau bisa menikmatinya lagi sambil kita makan siang." muncul Maximillian membuat Mi Sun terkejut.

"Sudah selesai?" tanya Mi Sun.

"Ayo," ajak Maximillian menunjukkan kunci kamar di tangan.

Untuk kedua kalinya Mi Sun mengikuti Maximillian masuk ke dalam kamar hotel atas kehendaknya sendiri. Perlahan degup jantung Mi Sun semakin meningkat seiring semakin dekatnya mereka ke kamar. Sekali lagi ia berpikir apa keputusannya tepat. Maximillian membuka pintu kamar, mempersilahkan Mi Sun untuk masuk terlebih dahulu. Mi Sun masuk ke dalam di sambut dengan jendela besar yang langsung menghadap ke pantai. Ia meletakkan tas di samping meja, berjalan menuju balkon. Dari sana seluruh pantai terlihat menakjubkan.

"Bagaimana?" tanya maximillian yang kini berada di samping Mi Sun.

Maximillian ikut menikmati apa yang ada di hadapannya. Cukup lama ia tidak pergi ke pantai, hidupnya hanya ia gunakan bekerja di kota. 

"Sangat indah, lebih indah dari yang kubayangkan," jelas Mi Sun.

"Tidak menyesal bukan untuk datang ke sini?"

"Tentu saja tidak, terima kasih kau sudah rela libur demi mengantarku," ucap Mi Sun tulus.

"Aku hanya mengambil cuti. Siapa bilang aku mengantarmu? Aku hanya ingin menikmati akhir pekan lebih awal, sudah lama tidak kulakukan."

Mi Sun mendengus mendengar penuturan Maximillian. Pria itu selalu memiliki alasan untuk setiap tindakan yang dilakukannya. 

"Baiklah Monsieur Deluxe, aku akan menanti kejutan selanjutnya. Ayo makan, aku sudah kelaparan."

***

Momen terbenamnya matahari menjadi incaran bagi sebagian besar orang. Perubahan warna langit dari biru menjadi kemerahan, menampakkan pemandangan yang sangat indah. Gradasi warna ungu gelap ke kuning cerah menjadikan sunset sebagai objek foto estetik untuk disebarkan di sosial media.

Menjelang sunset, orang-orang tampak menghentikan aktivitas berat mereka. Duduk bersantai di hamparan pasir lembut menjadi kegiatan yang sebagian orang lakukan saat menunggu matahari bergerak perlahan. Sebagian lagi berjalan, bergandengan tangan atau sekedar berjalan berdampingan.

Menyusuri pantai perlahan sambil bercerita menjadi pilihan Mi Sun dan Maximillian. Ia sangat suka sensasi ketika ombak menerpa kakinya. Sensasi ombak yang seolah-olah menggelitik lembut dipadukan dengan halusnya pasir membuat Mi Sun merasa tenang. Terlebih lagi sinar matahari yang tidak sepanas siang hari membuat nyaman bagi siapa saja yang ingin menikmati pantai. Mi Sun bukan orang eropa yang hobi berjemur, namun ia suka dengan pantai.

"Apa yang kau pikirkan?" Maximillian tampak ingin tahu apa yang ada di dalam pikiran Mi Sun sejak tadi. Keheningan mengiringi mereka sejak menginjakkan kaki menyusuri tepi pantai.

"Banyak hal. Salah satunya teringat hal yang membuatku suka dengan pantai."

"Ceritakan mengapa kau suka dengan pantai!" pinta Maximillian.

Mi Sun memandang jauh, melihat matahari yang tampak mulai menyentuh permukaan air laut. 

"Seperti kau yang mempunyai masa lalu, aku pun demikian. Ada seseorang yang berkata, laut bisa memberimu kenyamanan yang tidak bisa diberikan orang lain. Dari saat itu lah, setiap aku merasa tertekan aku pergi ke pantai, duduk di atas pasir melihat laut membuat hatiku lebih tenang."

"Kau tinggal di dekat laut?"

"Tidak. Butuh waktu beberapa jam untuk mencapai laut terdekat."

"Apa dia masih menemanimu berjalan seperti ini?"

"Dulu, sekarang tidak lagi."

"Maaf karena sudah membuatmu mengingat kenangan yang menyakitkan."

Mi Sun menoleh, tertawa kecil mendengar penuturan Maximillian. Ia menghentikan langkah kakinya berbalik menghadap Maximillian.

"Kurasa tidak semua orang memiliki masa lalu yang menyakitkan Max. Aku dan dia berpisah dengan baik-baik. Perpisahan kami justru membuat kami bahagia, tidak ada lagi pertengkaran diantara kami."

Maximillian seolah tidak percaya dengan apa yang Mi Sun ucapkan. Tidak ada perpisahan yang menyakitkan, menurutnya berpisah dengan orang yang dicintai adalah sesuatu yang menyakitkan.

"Kami bahkan berteman baik saat ini. Dia pria yang baik, beberapa hari sebelum aku berangkat kami sempat makan bersama," tambah Mi Sun.

"Kau masih mencintainya?" tanya Maximillian membuat Mi Sun tertawa lepas.

"Rasa itu sudah lama hilang Max, dia hanya seperti teman lama bagiku. Untuk apa menggenggam cinta yang menyakitiku. Saat kita sepakat mengakhiri hubungan, saat itulah kami memutuskan untuk membuang cinta itu."

Maximillian menatap Mi Sun dalam, mencari setitik kesedihan yang terlihat di wajah Mi Sun. Namun ia tidak melihatnya, wanita itu terlihat lebih sedih saat membicarakan kehidupannya, daripada menceritakan mantan kekasihnya. Maximillian meraih wajah mungil Mi Sun, menyatukan bibir mereka. Matahari telah terbenam menyisakan sedikit permukaannya untuk menyaksikan bagaimana sepasang anak manusia berbagi cinta. Mi Sun tidak menolak meski sempat terkejut akan tindakan Maximillian yang tanpa peringatan. Ia mengalungkan lengannya pada leher Maximillian. Membalas setiap gerakan bibir yang diberikan oleh pria itu. 

"Mulai saat ini kau akan mengingat pantai dan sunset dengan cara yang beda," bisik Maximillian ketika melepaskan bibir untuk mengambil napas.

Mi Sun meraih kembali kepala Maximillian yang menjauh, menautkan kembali bibirnya sebagai jawaban atas ucapan Maximillian.

On Shoestring (Complete) Where stories live. Discover now