Vingt-quatre

12 1 0
                                    

"Jadi bagaimana malam ini?"

"Bagaimana apa?"

"Kukira kau akan memesan twin bed, tapi kulihat hanya ada satu ranjang," keluh Mi Sun.

Matahari sepenuhnya sudah tenggelam ke dalam lautan. Semburat warna jingga pun memudar digantikan langit gelap. Orang-orang mulai meninggalkan pantai, pergi ke tempat masing-masing. Hanya beberapa yang masih di tempat, salah satunya Mi Sun dan Maximillian. Mi Sun ingin lebih lama mendengar suara ombak. Semakin malam angin di pantai semakin kencang berhembus membuat ombak pun semakin keras terdengar. Selain itu pantai merupakan tempat terbaik untuk melihat bintang. Bertahun-tahun hidup di perkotaan membuat Mi Sun sangat jarang bisa melihat bintang sejelas ini.

"Apa aku harus memesan satu kamar lagi?" tanya Maximillian.

"Tidak perlu membuang uang," gerutu Mi Sun.

Maximillian tertawa keras ketika melihat Mi Sun sangat perhitungan dengan uang yang ia keluarkan. Ia tahu betapa tidak enaknya Mi Sun terhadap dirinya dan ibunya terkait uang yang dikeluarkan keduanya. Namun baik Anne dan Maximillian tidak keberatan mengeluarkan uang lebih untuk Mi Sun, terlebih Anne yang merasa sangat beruntung ketika Mi Sun datang.

"Kalau begitu kau harus terima apa yang sudah ku pesan," goda Maximillian.

Mi Sun tersenyum canggung, tentu ia tidak bisa menunjukkan bagaimana perasaan yang sebenarnya. Maximillian berdiri, menepuk pasir yang menempel di tubuh belakang.

"Ayo masuk, angin malam tidak baik untukmu." Maximillian mengulurkan tangan.

Mi Sun meraih uluran tangan Maximillian, tanpa melepasnya mereka berjalan bergandengan tangan kembali ke hotel.

***

Suara ombak menghempas karang terdengar hingga ke balkon. Mi Sun menikmati segelas anggur, berbaring di sun lounger melihat bintang-bintang yang semakin malam semakin banyak. Mi Sun bahkan belum pernah menyaksikan bintang sebanyak itu. Angin sepoi-sepoi membuat udara terasa sejuk dan tidak sedingin saat berada di tepi pantai. 

"Boleh aku bergabung?" tanya Maximillian dari balik pintu balkon.

Usai makan malam Maximilian harus berdiam diri di dalam kamar berkutat dengan beberapa pekerjaan yang harus ia selesaikan.

"Sure." Mi Sun mempersilahkan.

Maximillian duduk di kursi malas lain. Terdapat dua kursi malas menghadap pantai di balkon, sebuah meja kecil menyempil diantara keduanya. Sebotol anggur dan satu gelas berisi anggur mengisi meja kecil.

"Urusanku ternyata lebih lama dari yang kukira. Kau bosan?"

"Tidak sama sekali. Aku sangat menikmati melihat mereka sambil ditemani suara ombak," tunjuk Mi Sun pada langit di atas mereka.

"Dan anggur yang tinggal setengah," tambah Maximillian.

"Itu hanya pelengkap," kilah Mi Sun.

Maximillian mengambil gelas anggur, menggoyangkan gelas beberapa kali, mencium aromanya sebelum merasakannya. Maximillian menegak habis anggur yang usianya cukup tua jika dilihat dari warnanya yang sedikit cokelat. Ia mengisi kembali gelas yang kosong dan sekali lagi menegak hingga tandas tidak bersisa.

"Bagaimana?" tanya Mi Sun.

"Enak. Rasa pahitnya tidak mengganggu," nilai Maximillian.

"Kau sedang ingin bernostalgia?" imbuh Maximillian sembari menidurkan tubuhnya menghadap langit.

"Bernostalgia tentang apa?" tanya balik Mi Suj bingung.

"Duduk berdua di balkon malam-malam, menikmati pemandangan sambil minum wine," jelas Maximillian.

"Tidak," sanggah Mi Sun, "aku hanya sedang ingin minum dan pemandangan itu sulit sulit untuk dilewatkan begitu saja," tambahnya.

"Katakan saja kalau kau ingin mengulang hari itu tidak perlu memberi kode seperti ini," goda Maximillian.

"Max," teriak Mi Sun.

Mi Sun duduk, mengambil gelas kosong, mengisi dengan wine dan menandaskannya cepat.

"Aku tidur dulu," ucapnya sambil berdiri.

"Tunggu. Aku janji tidak akan menggoda lagi." Maximillian menahan Mi Sun untuk pergi.

"Seperti yang kau katakan pemandangan ini sulit untuk dilewatkan. Kita nikmati sebentar lagi. Oh ya jika kau ingin mengulang malam itu, katakan saja," canda Maximillian lagi.

"Maximillian Deluxe," desis Mi Sun sambil menghempaskan tubuhnya kembali ke kursi malas.

Malam itu mereka menghabiskan sisa malam dengan menikmati sebotol wine dan melihat bintang-bintang. Tentu disertai beberapa cerita kehidupan masing-masing yang tidak pernah diketahui. Cerita demi cerita mengalir, waktu bergulir cepat. Suara alam semakin terdengar seiring menghilangnya suara bising manusia. Kantuk mulai menghinggap. Beberapa kali Mi Sun menyembunyikan kuap ditengah obrolan.

"Ayo kita tidur, besok masih ada kegiatan lagi," ajak Maximillian yang melihat kelelahan di wajah Mi Sun.

"Kau duluan."

"Kita hanya tidur Mi Sun. Ayo kau sudah sangat lelah," bujuk Maximillian agar Mi Sun segera masuk.

Mi Sun menurut, mengingat ia sudah sangat lelah dan mengantuk. Sejak tadi ia ingin merebahkan tubuhnya di ranjang, hanya saja rasa malu yang timbul menahannya untuk lebih lama berasa diluar. Maximillian membiarkan Mi Sun terlebih dahulu ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Ia mengecek ponsel memeriksa beberapa email masuk dan pesan terkait pekerjaan sambil menunggu giliran.

Mi Sun keluar dari kamar mandi, lengkap dengan pakaian tidur yang kini sudah ia bawa dari rumah dan tentu saja wajah tanpa make up. Maximillian segera masuk kamar mandi, berganti membersihkan diri dan berganti baju. Mi Sun mengeluarkan beberapa produk perawatan wajah di depan kaca yang disediakan. Setelah memastikan wajahnya kering, ia mulai mengaplikasikan produk-produk tersebut sebagai kegiatan rutin sebelum tidur.

Usai merawat wajah, Mi Sun naik ke ranjang. Beberapa kali mengubah posisi antara tidur dan duduk untuk menunggu Maximillian. Ia bingung haruskah ia berpura-pura tidur atau menunggu Maximillian muncul. Akhirnya ia memutuskan untuk menunggu Maximillian sambil duduk bersandar ke kepala ranjang. Terakhir kali ia berpura-pura tidur Maximillian berakhir tidur di sofa yang tidak nyaman. Mi Sun tidak ingin hal itu terulang.

"Kau belum tidur?" tanya Maximillian saat melihat Mi Sun masih membuka mata.

"Belum," cicit Mi Sun.

"Harusnya kau tidur jika lelah, tidak perlu menungguku," ucap Maximillian.

"Dan melihatmu tidur di sofa besok pagi," sarkas Mi Sun.

Maximillian tertawa, ia membuka selimut dan naik ke ranjang tepat di sebelah Mi Sun. Detak jantung Mi Sun mulai berdegup kencang saat aroma sabun tercium dari sebelahnya. Maximillian sendiri dengan santainya membaringkan tubuh.

"Lihat, aku tidur di sini bukan di sofa, jadi kau berbaringlah sekarang dan tidur atau kau besok akan sangat lelah." Maximillian menarik lembut tubuh Mi Sun untuk berbaring.

Mi Sun menarik selimut hingga leher menutupi seluruh tubuh. Maximillian mengubah posisi tidur, menyamping menghadap Mi Sun dengan satu tangan menopang kepala. Mi Sun berusaha tetap menutup mata, meski ia merasakan tatapan tajam Maximillian.

"Berhenti menatapku," tegur Mi Sun dengan membelalakan mata.

"Kenapa aku hanya menatapmu tidak yang lain," goda Maximillian.

Mi Sun menarik selimut menutupi kepala. Maximillian menarik kembali selimut yang menutupi.

"Apa yang kau lakukan?" gumam Mi Sun saat kepala Maximillian tepat berada di atas kepalanya.

Maximillian mendekatkan kepala, Mi Sun refleks menutup mata. Satu kecupan singkat mampu membuat jantung Mi Sun serasa meledak. Maximillian tersenyum melihat betapa merahnya wajah Mi Sun.

"Tidurlah, atau aku akan melakukan hal lain," bisik Maximillian membuat Mi Sun semakin memejamkan mata.

On Shoestring (Complete) Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ