Onze

8 2 0
                                    

Makanan menjadi salah satu hal yang dirindukan saat berada di negara orang. Terlihat sepeleh memang, bahkan terkadang tidak jarang mengatakan bosan pada makanan negaranya sendiri. Terlebih saat pergi makan diluar banyak orang memilih makanan negara lain sebagai menu makan mereka.

Kini saat semua jenis pasta bisa dinikmati dengan mudah dan murah, Mi Sun merasa sangat rindu pada makanan khas negaranya. Mata Mi Sun berbinar bahagia ketika Maximillian membawanya ke restoran Kim & Kim. Dari nama dan aroma yang tercium saja Mi Sun tahu restoran apa yang sedang mereka tuju.

Nuansa khas restoran rumahan korea mendominasi interior restoran. Maximillian memilih meja dekat dengan jendela besar yang menghadap jalan. Pelayan restoran dengan sigap memberikan menu pada mereka. Maximillian menyerahkan pilihan menu sepenuhnya pada Mi Sun. Bulgogi, Bibimbap, dan Jajangmyeon menjadi makanan pilihan Mi Sun. Ia tidak tahu apakah Maximillian suka dengan masakan korea, makanya dia memilih menu daging dan mie yang memiliki rasa  lebih mendekati masakan perancis.

"Jadi kenapa kau bisa ada di Museum Louvre? Bukankah kau sibuk?" tanya Mi Sun membuka obrolan.

"Aku memang sibuk. Aku hanya sekedar menghabiskan waktu jam makan siang," jelas Maximillian.

"Menghabiskan waktu makan siang itu seharusnya di tempat makan bukan di museum Max," cibir Mi Sun atas jawaban Max yang aneh.

"Bukankah aku sedang berada di tempat makan saat ini," ucap Maximillian tidak mau kalah.

"Kau ...."

Mi Sun menghentikan kalimatnya saat pelayan menyajikan berbagai macam banchan di atas meja. Mulai dari kongnamul, tauge yang ditumis dengan minyak wijen, sigeumchi namul, bayam rebus yang diberi bumbu, dan tidak ketinggalan kimchi. Tidak lupa satu pitcher air putih gratis. Maximillian menuangkan air ke gelas Mi Sun terlebih dahulu baru untuknya. Ia mengambil dua set alat makan, sumpit dan sendok dari tempatnya, meletakkan masing-masing pada Mi Sun dan dirinya.

"Kau sudah pernah makan masakan korea?" tanya Mi Sun melihat perlakuan Maximillian yang tampak sudah biasa.

"Beberapa kali aku harus makan dengan klien. Tidak hanya korea, masakan Jepang yang paling sering," jelasnya.

"Di restoran ini juga?"

"Ini baru pertama kali."

"Lantas kenapa ke sini?"

"Kim & Kim," ucap Maximillian dengan penekanan seolah-olah memberi petunjuk.

Mi Sun berfikir sejenak, ia refleks membuka mulut yang langsung ditutup kembali. Ia tidak ingin besar kepala, tetapi kemungkinan apalagi selain nama Kim yang menjadi dasar Maximillian memilih restoran ini sebagai tempat makan mereka. Mi Sun meminum habis air di depannya, untuk menutupi sikap salah tingkahnya.

"Kau tidak becanda bukan? Tidak mungkin karena hanya margaku Kim," ucap Mi Sun memastikan.

"Tentu saja tidak," senyum Maximillian mengejek, "aku sedang mencari restoran korea terdekat, lalu munculnya Kim & Kim, dan teringat padamu. Hanya itu," ucap Maximillian enteng.

Menu utama yang Mi Sun pesan akhirnya datang. Aroma seporsi besar bulgogi yang baru matang menggugah selera. Mi Sun menggeser letak piring jajangmyeon ke depan Maximillian. Dan semangkuk bibimbap kehadapannya.

"Tolong piring tambahannya," pinta Maximillian pada pelayan yang mengantar makanan.

"Baik monsieur tunggu sebentar."

Tidak lama pelayan tersebut kembali membawa satu piring untuk Maximillian.

"Kenapa kau memesankanku ini?" tanya Maximillian sambil mengaduk jajangmyeon hingga semua saus tercampur rata.

"Kupikir karena kau belum pernah mencoba makan makanan korea dan jajangmyeon lebih mirip pasta daripada menu yang lain. Kau tidak menghabiskan semua?" tanya Mi Sun saat melihat Maximillian memindahkan sebagian mie ke dalam piring baru.

"Kalau kuhabiskan kau tidak akan bisa mencicipinya. Kau rindu semua ini bukan."

Mi Sun mengangguk semangat, terharu dengan perhatian yang diberikan Maximillian. Mi Sun mulai melahap semua makanan dengan sedikit rakus. Semua yang terhidang tidak luput untuk masuk ke dalam mulutnya. Maximillian sendiri bukannya tidak cocok dengan masakan korea, hanya saja ia tidak tega mengambil lebih banyak saat melihat betapa berbinarnya Mi Sun melihat semua hidangan.

Mi Sun seolah tidak ingin satu pun makanan berharga ini tersisa begitu saja. Hampir setiap piring tampak bersih, hanya beberapa banchan saja yang masih tersisa sedikit. Sebagai penutup ia memesan bingsu, es serut khas korea yang sangat cocok dinikmati saat musim panas seperti ini.

"Siapa wanita itu?" Mi Sun kembali memulai obrolan sembari menikmati es.

"Wanita?"

"Wanita yang kau rindukan di museum tadi," tambah Mi Sun.

"Aku tidak pernah bilang merindukannya."

"Menatap satu lukisan hampir setengah jam. Itu bisa dikatakan kau sangat merindukannya," tegas Mi Sun.

Darimana wanita ini bisa dengan tepat menebak isi hatiku, batin Maximillian.

"Aku hanya tiba-tiba saja teringat, bukan berarti aku memikirkannya setiap saat."

"Ah ... Jadi saat kau bekerja tiba-tiba saja teringat pada wanita itu lalu kau pergi ke tempat terakhir kalian berpisah," kata Mi Sun enteng.

Sial, apakah ibuku yang memberitahunya sampai tahu aku berpisah dengannya di sana, Maximillian hanya bisa membatin tanpa bisa mengucapkannya.

"Seingatku aku tidak pernah mengatakan aku berpisah dengan seorang wanita di sana. Aku hanya mengatakan ... Tunggu aku juga tidak pernah menyebutkan seorang wanita," ralat Maximillian.

Mi Sun menghabiskan sisa es serut dalam satu suap. Menyeka ujung mulut yang kotor dengan tisu.

"Tapi kai juga tidak pernah membantah ucapanku," ucap Mi Sun membuat Maximillian tidak bisa membantah lagi.

Maximillian sadar saat Mi Sun berkali-kali menyebut tentang wanita itu, ia tidak pernah membantah. Ia malah menanggapi perkataan Mi Sun. Bodoh, Maximillian merasa bodoh karena terbawa suasana hingga ia terjebak dengan perkataan Mi Sun.

"Max, aku tidak ingin mencampuri kehidupan pribadimu. Aku hanya sedikit penasaran. Kalau kau tidak ingin menjawab ya terserah padamu saja. Apakah dia cantik?" ucap Mi Sun seolah-olah cuek namun mengandung rasa penasaran yang sangat tinggi.

Maximillian diam, terlihat memikirkan sesuatu yang rumit. Es dalam mangkuknya mulai mencair karena didiamkan terlalu lama. Mi Sun tergiur untuk menghabiskan es yang terbengkalai itu. Maximillian melihat ekspresi wajah Mi Sun, ia menyodorkan mangkuk di depannya.

"Cantik itu berbeda-beda bagi setiap pria. Aku telah banyak bertemu wanita cantik. Dan dia salah satunya."

"Kenapa kalian berpisah?" tanya Mi Sun lagi seolah memberi wawancara.

"Ia harus kembali pulang."

"Jadi dia juga turis sepertiku?" ucap Mi Sun kaget atas informasi baru.

"Tidak. Kau sudah menghabiskannya bukan? Ayo jam makan siang sudah lama berakhir," ajak Maximillian meninggalkan tempat.

Maximillian langsung menuju kasir, membayar semua tagihan makanan mereka. Mi Sun hanya mengekor dibelakang bagai seekor anak ayam.

"Aku harus segera kembali. Kau?"

"Pergilah, aku akan melanjutkan perjalananku," usir halus Mi Sun.

"Aku akan mengantarmu."

"Tidak-tidak. Kau harus segera pergi. Terima kasih atas makan siangnya, sampai jumpa Max," pamit Mi Sun meninggalkan Maximillian.

"Mi Sun, tunggu," teriak Maximillian, "Kosongkan jadwalmu besok."

Mi Sun hanya mengangguk, melambaikan tangan dan berjalan semakin menjauh.

On Shoestring (Complete) Where stories live. Discover now