07. Gerak Waktu

50 10 0
                                    

07. GERAK WAKTU

Dewa tidak mengerti apa yang sedang takdir rencanakan dengan membawa Renata ke hadapannya. Bersama Pak Sapto, dengan kesalahan yang sama sepertinya, Renata diantarkan menghadap Pak Herman dan berakhir di toilet kelas dua belas sampai jam istirahat pertama.

Hubungan yang kian renggang membawa Renata semakin menjauh, Dewa juga tidak ingin mempermasalahkan kalau hal itu bukanlah kesalahannya. Mengemis-ngemis maaf pada cewek itu tidak akan ia lakukan seperti sebelum-sebelumnya. Sekarang Renatanya sudah berbeda, Dewa sudah tidak benar-benar mengenalnya.

Satu mata pelajaran sudah berakhir, namun Dewa masih belum berniat membantu Renata yang sejak tadi sudah kewalahan membersihkan toilet sendirian. Cewek itu mendelik kesal, menatap Dewa yang sedang merokok. "Mau mati muda lo ngerokok terus? Bantuin gue cepetan!"

Di dekat pintu masuk, Dewa berdiri santai. Raungan Renata seperti tidak berpengaruh terhadapnya.

"DEWA!"

"Nggak usah lo sebut nama gue!"

Renata menaikkan sebelah sudut bibirnya mendengar jawaban Dewa.

"Terus gue harus sebut nama siapa kalau bukan nama lo?"

"Diam, Ren. Jangan pancing emosi gue," peringat Dewa.

"Ya udah sini, bantuin! Lo pikir enggak capek bersihin ini sendirian?!"

Dewa berdecak kesal, membuang rokoknya yang masih tersisa separuhnya. Menginjak-injak benda itu sampai apinya mati sebelum akhirnya menatap Renata penuh emosi.

"Kalau lo capek nggak usah dikerjain. Ke sekolah itu buat belajar bukan buat latihan jadi pembantu!" ketusnya garang.

Kening Renata berkerut, baru menyadari luka lebam di pelipis Dewa. Cewek itu sampai lupa kemarahannya, pelan-pelan mendekat setelah menyandarkan tongkat pel ke dinding.

"Kemaren lo berantem sama siapa?"

"Kenapa?" Sebelah alis Dewa terangkat, wajahnya semakin terlihat menyebalkan.

"Nggak usah nanya balik, berantem sama siapa kemaren?"

Melihat jarak mereka sangat dekat, Dewa membuang pandangannya. Berusaha bersikap sekasar mungkin agar tidak menerima perhatian Renata. Jujur sampai saat ini perhatian cewek itu membuatnya masih saja melemahkan pertahanannya.

"Nggak usah sok peduli, Ren."

Sikap keras kepala itu, Renata sudah terbiasa menghadapinya. Luka-luka yang menghiasi tubuh Dewa, sudah menjadi hal yang lumrah baginya. Tapi kemarin Wisnu ingin sekali menghajar Dewa, makanya Renata bertanya, apakah karena cowok itu?

"Kita ke UKS dulu," ajak Renata sambil menarik tangan Dewa.

Cowok itu malah tertawa, tak beranjak dari pijakannya. "Telat! Nggak perlu obat, luka ini bisa sembuh sendiri!"

"Wisnu yang buat muka lo kayak gini?"

"Pergi, deh, lo!"

Dewa mengempaskan tangan Renata dengan kesal. Cowok itu berusaha mengeraskan hatinya yang sejak tadi sudah terbawa arus. Tidak tega melihat cewek kesayangannya kecapekan, sekarang hatinya malah diuji dengan perhatian. Keadaan lagi bercanda?

Wajah Renata berubah sedih, tatapannya yang nyalang kian redup. "Maafin gue."

Mau tidak mau, Dewa menatap wajah gadis itu. Menarik napas perlahan-lahan, siap-siap menurunkan ego. "Buat kesalahan?" tanyanya dingin.

"Kemaren gue ngadu ke Wisnu, gue nggak sengaja. Tapi gue udah bilangin jangan berantem, kok. Dia nggak nepatin janji!"

"Terus menurut lo gue peduli?" Pertanyaan yang menyebalkan itu menyakiti Renata lagi.

Niskala Dewa (Renata 2) 2023Where stories live. Discover now