19. Pengamat Handal

46 6 0
                                    

Hari ini adalah hari pertama Renata menyesuaikan diri dengan status barunya sebagai mantan pacar Dewa Pramudya Ataric. Karena kabar itu belum beredar luas, Renata tidak merasakan adanya perbedaan besar. Semua masih terasa sama kecuali dirinya dan Dewa.

"Renata, kamu sudah kembali sekolah secepat ini? Kamu baik-baik saja? Saya bicara banyak sama mama kamu kemarin, saya harap mama kamu menyampaikan keluhan saya ke kamu."

Bu Santi, guru sosiologi berwajah manis itu menyadarkan Renata dari lamunannya tentang Dewa. Tetapi mengenai apa yang Bu Santi perbincangkan dengan Helena, Renata sungguh belum diberitahu.

Renata memaksa senyum dengan wajah bingung itu. "Sudah, Bu. Saya nggak apa-apa, cuma kurang istirahat aja kemarin. Saya belum bicara sama Mama Helena, mungkin Ibu bisa bicara langsung ke saya?"

"Masa, sih, belum dikasih tau?" tanya Bu Santi. "Begini, masalah kamu mungkin ada di hubungan kamu, deh."

"Maksud Ibu?"

Guru itu memakai kacamata minusnya yang tidak begitu tebal sambil berjalan ke arah Renata bersama buku cetak sosiologi dalam pelukannya.

"Maksud saya, jangan pilih laki-laki yang nggak jelas hidupnya mau dibawa ke mana. Nanti kamu ikut terombang-ambing." Guru itu menatap Dewa, pemuda itu segera memasang ekspresi marah. "Carilah orang yang punya kejelasan dan kecakapan dalam hidup, yang bisa memaknai arti hidup itu sendiri. Karena sebagai guru kamu, saya sungguh prihatin terhadap kamu saat ini. Nilai-nilai kamu merosot turun semenjak kamu mengenal cinta, kamu kehilangan diri kamu sendiri sejak saat itu. Kamu nggak menyadari itu?"

Kelas langsung hening, suara-suara yang tadinya berterbangan seperti lebah menghilang tanpa jejak.

"Maaf. Bukannya saya nggak sopan sama Ibu tapi sepertinya ibu masuk ke ranah pribadi saya. Dan saya sudah belajar maksimal, saya berusaha semampu saya untuk mendapatkan nilai itu."

"Kalau berusaha maksimal kenapa nilai kamu masih berada di bawah nilai rata-rata? Sebagai guru kamu, saya berhak mengurus kamu selagi kamu masih bersekolah di SMA Gemilang!"

Mampus! Nilai raport Renata memang sangat buruk saat ini, semangat belajarnya menurun karena sibuk memikirkan masalahnya dengan Dewa. Dulu waktu kelas X dan XI masih bisa Renata usahakan, tapi di kelas XII ini ia sudah tertinggal jauh dari teman-temannya.

Kini nilai dan pelajaran sekolah tidak mendapat perhatian serius, makanya bisa jatuh serendah itu dan membuat Bu Santi serta guru-guru lain sangat marah. Bu Santi mewakili mereka, Renata harus bisa menerima.

"Beginilah kalau anak-anak dijodohkan di usia muda seperti kamu ini, Renata. Saya nggak mengerti kenapa orang tua kamu bisa berpikir untuk menjodohkan kamu, saat kamu masih harus belajar dengan baik di sekolah. Jangan pikir kami, guru-guru di sini bangga dengan semua cerita yang mengalun merdu di sekolah ini waktu itu. Kami tidak menerima, kami menentangnya, tapi kami diam karena kami pikir kamu nggak akan seperti ini. Tapi setelah dua tahun, kekecewaan kami semakin membesar. Kamu siswi berprestasi kehilangan ilmu yang sejak kecil kamu kuasai."

Air mata Renata luruh, kepalanya tertunduk kian dalam mendengarkan baik-baik perkataan Bu Santi.

"Ren." Kayla mengusap punggung Renata, memberikan kekuatan pada sahabatnya itu.

"Ini Bu Santi bikin emosi aja, deh!" Meta mengomel di belakang Kayla dan Renata, Aksel memintanya diam.

"Kalau lo yang ada di posisi Renata, Bu Santi juga akan semarah ini, Ta. Dia baik mau bicara jujur supaya Renata bisa dapatin kembali dirinya yang hilang. Meski nanti bakalan banyak yang membenci dia, Bu Santi guru yang care sama murid-muridnya. Dia keren."

"Justru gue takut Renata akan semakin kehilangan dirinya sendiri." Meta mendesah lelah, Aksel menghibur cewek itu dengan menggenggam tangannya.

Wulan yang hanya bisa diam menelan kesedihannya menatap Bu Santi dengan luka di matanya. Ia baru menyadari perubahan besar Renata hari ini.

Niskala Dewa (Renata 2) 2023Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang