09. Superhero

55 9 0
                                    

09. SUPERHERO

Lagi-lagi kehadiran Dewa di ruangan suram milik Pak Herman membuat seisinya tampak muak, termasuk guru itu. Yang sudah menunggu murid-murid yang dikabarkan berkelahi di lapangan dan menjadi trending topik dalam waktu beberapa menit. Sampai-sampai video mereka berseliweran di sosial media siswa, banyak yang memuji Rayhan dan tak sedikit yang menyayangkan tindakan Dewa atas sikapnya pada Rayhan. Juga hujatan kebencian pada Renata, yang membuat cewek itu juga harus duduk bersama Dewa di ruangan ini.

"Baru aja selesai masalah kamu sama Rayhan, sekarang sudah buat masalah lagi dan orangnya masih sama. Kalian ini kenapa, sih?"

Pak Herman menatap murid-muridnya dengan heran, yang hobi sekali membuat kegaduhan di sekolah. "Mau pamer kalau kalian itu jago berantem? Siswa yang harus ditakuti karena sering keluar-masuk ruangan saya? Atau karena kalian senior di sekolah ini? Sikap kalian itu memalukan!" marah guru itu menatap siswanya bergantian.

"Dewa. Buku ini penuh sama nama kamu dan juga teman-teman kamu. Sudah terlalu banyak dispensasi yang sekolah ini berikan untuk kamu, karena kamu lumayan berprestasi di bidang akademik. Tapi sekarang, kamu cuma buat malu! Buat semua orang kecewa, termasuk almarhum Pak Aldo!"

"Bapak nggak usah sok tau soal Pak Aldo! Nggak usah bawa-bawa nama dia dalam masalah ini, dia nggak sama kayak Bapak dan guru-guru yang kecewa sama saya!"

Siapapun tahu kemarahan Dewa, tak terkecuali Pak Herman sebagai guru yang seringkali diminta berhadapan dengan siswa pembangkang itu. Jika menyinggung hal yang menurutnya sensitif, maka harus siap menerima kemarahan yang meledak-ledak itu. Gebrakan meja yang dilakukan Dewa membuat Pak Herman terkejut, begitu juga dengan Renata yang menunduk dalam diam sejak tadi.

Pelan-pelan, Pak Herman berdiri dari kursinya. Menyejajarkan tatapan matanya dengan Dewa yang tadi sudah berdiri sambil menggebrak meja.

"Kenapa memangnya? Kamu ngerasa bersalah atas kematian Pak Aldo?"

"Dewa! Jangan turuti kemarahan kamu," tahan Renata buru-buru, saat cowok itu mau menyerang Pak Herman. "Kalau kamu ngerasa ucapan Pak Herman nggak benar, kamu nggak perlu marah."

Beberapa detik tatapan keduanya bertemu, Dewa berperang dengan batinnya yang semakin tidak terima atas kejadian hari ini. Apalagi sampai membawa-bawa nama Pak Aldo, jelas tidak terima.

Rayhan tersenyum miring di tempat duduknya. Menyaksikan drama yang dibuat oleh ibu dan bapak ketua Destroyer. "Masih sempat-sempatnya bersikap romantis. Caper banget jadi cewek," cetusnya.

Dewa langsung menoleh pada Rayhan, menghunuskan tatapan tajamnya.

"Lo iri bilang aja, nggak usah ngatain cewek gue caper segala sialan!" bentak Dewa.

"Nggak usah sok jadi pahlawan, kamu bukan siapa-siapa di sini. Kamu adalah pelajar, maka bersikaplah seperti seorang pelajar. Urusan kematian Pak Aldo, atau kasus-kasus yang melibatkan sekolah ini, teman-teman kamu, atau bahkan pacar kamu, biar pihak berwajib yang mengurusnya."

Mendengar perkataan Pak Herman, Rayhan tersenyum senang. Dirinya berhasil membuat Dewa kian terpuruk dalam masalah dan disalahkan oleh banyak orang.

"Urus aja urusan Bapak sendiri, nggak usah ikut campur urusan saya!"

"Saya berhak ikut campur karena saya guru kamu di sekolah ini. Saya punya hak untuk mendidik dan mengatur kamu." Pak Herman berucap tegas, menatap Dewa tanpa takut. "Kalau kamu nggak mau diurus dan dididik sebagai siswa SMA Gemilang, maka keluar dari sekolah ini!"

"Pak!" teriak Renata, matanya memanas menatap guru itu. "Saya mohon, jangan lakukan itu!"

"Kalau begitu, minta pacar kamu untuk nggak membuat masalah dan mengganggu kenyamanan siswa lain."

Niskala Dewa (Renata 2) 2023Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang