18 - Ghena

69.2K 5.5K 42
                                    

2 Minggu Kemudian....

TIN... TIN... TIIINNN...

Klakson motor berbunyi nyaring di depan rumah Ghava, mereka adalah rombongan inti Renzio yang datang untuk menjemput sang ketua.

Cowok itu sudah diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit pada kemarin sore. Anak-anak Renzio yang menjemputnya dan mengantar Ghava pulang. Kemarin dia menjadi pusat perhatian semua orang di jalanan karena diiring puluhan motor layaknya petinggi negara.

Sekarang hari pertama Ghava masuk sekolah setelah dua minggu pemulihan. Meski masih memakai tongkat, tapi Ghava sudah bisa melakukan kegiatan seperti biasa.

Ghava naik ke atas motor Elian, menenteng satu tongkat di ketiak. Tiba-tiba inti Renzio tertawa.

"Apa?" sewot Ghava.

"Li, ntar tinggalin aja si Ghava di lampu merah. Auto dapet cuan kita," kekeh Femas.

"Pengemis kali gue."

"Mirip, sih," kata Elian sontak tawa yang lain semakin pecah.

Ghava menepuk helm Elian.

"Seneng lo gue dibully? Udah cepet jalan."

Sampainya di sekolah, semua mata hanya memperhatikan Ghava. Tatapan mereka seolah bertanya, apa yang telah terjadi kepada cowok itu?

"Kak Ghava!" panggil seorang gadis sembari lari mendekat.

Ghava dan para ajudannya pun reflek berhenti, menoleh ke belakang bersamaan.

Seolah ada angin cinta yang menerpa wajah Fikram dengan diiringi musik gaib bergenre romantis di hayalannya, cowok itu terpana melihat gadis cantik yang berlarian di lorong kelas, rambutnya melambai indah di udara.

Inti Renzio lain menepi, memberi jalan kepada Allea untuk menemui Ghava, tapi jalan itu terhalang oleh Fikram yang malah mematung di hadapan Ghava. Sontak Askar menarik tangan Fikram agar minggir.

Fikram tersadar, dia menggeleng cepat.

"Berasa main FTV lo?" goda Femas menyenggol lengan Fikram, yang lain menahan kekehan.

"Ini," ungkap Allea memberikan kunci motor Ghava. "Nanti sore orang bengkel dateng buat nganter motor lo."

"Thanks, ya?"

Allea mengangguk, lantas langsung pergi menuju kelas. Di dekat tangga, Ghena dan antek-anteknya berdecih sengit mengamati Allea.

"Caper," cela Ghena. "Kalian masih inget dekel yang udah bantuin dia waktu itu?"

"Namanya Leona Marseille," jawab salah seorang antek Ghena.

"Istirahat nanti kita kerjain tuh anak."

"Kalo Allea?"

"Belakangan ... yang gampang-gampang dulu aja."

Alarm tanda dimulainya pelajaran pertama berbunyi. Sebagai anak rajin dan teladan, Elian jalan mendahului yang lain, segera menuju ke kelasnya. Sedangkan Ghava, Femas, Fikram, Askar, dan Kenzy menuju rooftop. Hari ini mereka sedang tidak ada semangat untuk belajar.

"Menurut kalian, sekarang Fania ada di mana?" tanya Ghava.

"Ngapa tiba-tiba nyambung ke Fania dah?" cetus Femas.

"Kepikiran gue. Dari pengurus panti pun gak ada kabar tentang Fania. Gue takut dia depresi berujung ngelakuin hal yang enggak-enggak."

"Jangan terlalu dipikirin. Fania cewek pinter, dia pasti bakal baik-baik aja," jawab Fikram. "Selagi kita belum denger kabar tentang bunuh diri."

ALGHAVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang