6. Croissant

10.4K 720 4
                                    

"Kak ada paket," teriak Alden dari arah ruang tamu menuju ke tempat dimana aku berada sambil membawa sebuat paket yang aku yakini itu berasal dari Sherin.

"Taruh aja di meja," ucapku kemudian segera mencuci tangan untuk melihat isi paket tersebut, selanjutnya kulangkahkan kaki menuju kearah Alden berada.

"Dari siapa itu kak?" tanyanya kepadaku, aku melihat paket tersebut kemudian membukanya, terpampang baju kebaya model kutubaru bewarna peach yang dipenuhi dengan manik-manik yang cantik.

"Dari Sherin," jawabku kemudian membawa paket tersebut ke kamar. Tak lama kemudian ponselku menyala, ada pesan masuk dari Sherin.

Sherin
gmna Mon?
muat gak?

Aku menatap kebaya tadi dengan nyalang, perkiraanku sih ini terlalu kecil.

Amona
kyaknya sih bakal kekecilan deh Rin

Lalu tak berselang lama Sherin kembali membalas pesanku.

Sherin
emng udh lo coba?

Amona
hehe, belum sih

Sherin
haha hehe haha hehe
cpt coba

Amona
iyaa

Setelah itu aku menatap kebaya tadi, mencocokkan di kaca, aku terlalu malas untuk berganti pakaian karena masih sibuk membuat resep-resep kue baru. Setelah dirasa pas kembali kukirim pesan kepada Sherin.

Amona
oke pas, thanks

Tanpa menunggu jawaban dari Sherin aku kembali kearah dapur untuk melanjutkan eksperimen ku membuat croissant.

•••

Saat aku turun untuk menuju dapur, dapat kudengar suara yang familiar ditelingaku akhir-akhir ini sedang mengobrol serius dengan Alden. Aku tak mengetahui apa pembahasan mereka tapi sedikit yang dapat kutangkap dari topik pembahasan mereka adalah tentang bisnis.

Aku tahu adikku itu memang sedang tertarik untuk terjun kedunia bisnis dilihat dari koleksi buku-buku di bawah meja ruang tamu yang kerap dibaca olehnya, ia sedang serius untuk menekuni dunia bisnis. Perbincangan mereka sepertinya sangat seru sampai-sampai aku yang melewati mereka seperti dianggap angin lalu.

Tak memedulikan apa yang tengah mereka lakukan segera kulangkahkan kaki menuju dapur, lalu mematikan oven, kuambil satu loyang yang berisi croissant, baunya sangat enak menurutku, tapi kalau belum dicoba aku masih sangsi apakah croissant yang kubuat ini enak atau tidak.

Masuklah Alden ke dapur lalu membuka kulkas dan mengambil botol minuman, ia melirikku sejenak kemudian mengambil satu croissant yang masih panas dalam genggamannya yang tentu saja membuat adik nakalku itu berjengit merasakan panas ditelapak tangannya. Ia segera menaruh kembali croissant tadi ke atas loyang. Aku melirik sinis kearahnya.

"Kualat, gasopan banget langsung nyomot-nyomot gitu, tangan kamu juga pasti ga bersih kan," gerutuku. Ia tersenyum geli sambil mengipas-ngipas tangannya yang memerah.

"Kayaknya enak," katanya. Aku tersenyum bangga, "Bukan kayaknya, tapi ini memang enak," jawabku songong.

"Kalau gitu bisa tuh disuguhin buat kita," kata Alden kemudian mengambil piring dan langsung mengambil alih se loyang croissant tadi dari tanganku, meletakkannya kedalam piring yang sudah ia siapkan.

"Nah, makasih kakak," ucapnya sambil tersenyum lalu melenggang pergi begitu saja sambil membawa croissant. Aku mendengus kesal, Alden berbalik lalu, "croissant gini enaknya di hidangin pake kopi, sebagai kakak cantik yang baik, mending kakak bikinin kita kopi," katanya kepadaku tanpa rasa bersalah. Jelas aku dongkol, lalu melempar lap kain kearahnya yang berlari terbirit-birit menjauh dari dapur.

Tak lama kemudian ayah masuk kedalam dapur, "Amona, tolong buatin 3 kopi ya,makasih." ujar ayah lalu pergi setelah mengucapkan keinginannya kepadaku. Dengan berat hati aku menyanggupi perintahnya.

Kuhidangkan 3 kopi di atas meja, Ayah, Alden, dan Valeron menatap kopi yang kubawa tadi dengan mata berbinar, kebetulan sekali sore ini hujan sedang turun maka dari itu croissant dan kopi sepertinya benar-benar membuat mereka kegirangan.

"Makasih kakak, emang debest deh kalo di jadiin istri," Puji Alden yang kuyakini hanya sebagai pemanis bualan karna aku yang dimatanya dengan senang hati menghidangkan croissant dan kopi untuk mereka.

"Bener ga bang?" lanjutnya dengan menoleh kearah Valeron yang tersenyum tipis menanggapi ucapan Alden, aku mendesis. "Itu sebenernya sampel buat toko ku nanti, sekalian review nya deh gimana rasanya," kataku kepada mereka.

Ayah tersenyum lalu mengangguk kemudian mencicipi croissant dengan mencelupkan sebagiannya kedalam secangkir kopi, selanjutnya mengarahkan croissant tadi kemulutnya, semua tak lepas dari perhatianku. Harap-harap cemas dengan rasa yang mungkin tidak sesuai ekspektasi aroma.

Ayah sepertinya sengaja mengunyah dengan pelan croissant tadi, kepalanya menoleh kearahku, lalu acungan jempol diberikan padaku.

"Ga sia-sia ayah punya anak cantik yang pinter bikin makanan, ga sia-sia juga kamu kuliah sampe ke Prancis Mona," ucap Alden menirukan suara ayah, sebab aku ataupun Alden yakin kalau ayah tak akan pernah memuji anaknya, gengsinya terlalu tinggi. Kekehan kecil keluar dari ayah. Tanpa dijelaskan aku tahu kalau ayah menikmati croissant buatanku, sorot matanya menatapku bangga. Aku tersenyum tipis.

"Manis," kata lelaki yang sedari tadi hanya diam menyaksikan sedari tadi. Aku menatapnya aneh, lalu Alden tertawa meledek.

"Apanya yang manis bang?" katanya dengan nada menggoda. Aku mengendikkan bahu acuh, ikut merasakan croissant yang tadi kubuat.

"croissant nya," jawab lirih lelaki itu, Alden terbahak.

"Orang abang aja belum nyobain croissantnya gimana bisa bilang manis?" Ucap Alden di sertai tawa yang membahana, ayah yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya maklum.

Rasanya lumayan, ini lebih enak dari kemarin saat aku membuatnya.

"Yang bikin croissant nya emang manis kok bang," bisik Alden kepada Valeron yang masih dapat kudengar. Valeron terbatuk-batuk lalu ayah segera menyodorkannya segelas kopi, lelaki itu segera menyambut kopi dari ayah tapi sedetik kemudian ia menjulurkan lidahnya kepanasan, tentu saja tingkahnya itu membuat semua yang ada disana tertawa terbahak tak terkecuali bunda yang baru saja turun dari lantai atas.

"Astaga Val, kenapa sih sampe segitunya, ayah juga, udah tau kopinya panas malah langsung dikasih ke Valeron," kesal bunda. Tawa Alden masih belum reda, anak itu kini beranjak ke kamar mandi karena buang air kecil yang tak bisa ditahannya.

Bunda mendekat ke arah kami, "Tuhkan bajunya jadi ikut basah, Amona kamu ambil kaos gih buat Valeron, kasihan tuh jadi kedinginan." perintah bunda kepadaku, aku mendengus pelan, ish, kenapa aku pula yang harus ditumbalkan sih bun.

"Gapapa kok bun, ini cuma dikit yang kena, nanti juga kering sendiri," ucap Valeron, bunda memberi kode padaku, aku pura-pura tidak mengetahui, lalu beranjak menuju dapur sambil membawa nampan.

"Astaghfirullah Amonaa," kesal bunda kepadaku yang tidak kuhiraukan.

Physical Attack √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang