28. cuddle

10.6K 583 7
                                    

Hari ini aku tidur seharian di kamar, tadi pagi-pagi sekali aku sudah mengambil banyak camilan ke dalam kamar, saat ini aku tengah merebahkan diri sambil menonton siaran netflix.

Ketukan pintu dari luar terdengar, dengan ogah-ogahan aku membukannya, nampaklah wajah Alden yang masih pucat serta jaket tebal juga bau minyak kayu putih yang dipakainya.

"Kenapa?" Ucapku ketus.

"Di suruh bunda ke bawah, ada bang Vale," Katanya dengan lemas, aku memutar bola mata malas, tanpa aba-aba menutup pintu kamar dengan keras. Alden berteriak kaget dari luar. Kurebahkan kembali tubuhku sambil membawa sebotol air minum.

Ponselku berdering, "assalamu'alaikum bu, ke Moa ga hari ini?" Tanya Aliya langsung setelah aku mengangkat panggilannya.

"Engga Al, sesuai sama jadwal kemarin aja, cuma terima pesanan take away," Singkatku. Yang disetujui oleh Aliya, setelah itu ia mematikan panggilan.

•••

Malam harinya aku keluar, didalam kamar seharian membuatku suntuk dan sangat bosan, apalagi saat berselancar ke sosial media. Wajahku dan Aliya jelas terpampang dimana-mana, live kemarin membuat orderan di Moa Bakery membludak, juga dengan dengan bertambahnya followers Aliya. Pun dengan followers ku dan Followers Moa Bakery.

"Mona," Ucap seseorang dari belakang. Astaga, jadi lelaki itu masih ada di rumah ini?

Segera kulangkahkan kaki untuk kembali masuk ke dalam kamar, tapi dengan segera ia menarik tanganku dan membawaku untuk keluar bersamanya, aku menolak tapi sepertinya Valeron tak mengindahkan penolakanku itu. Ia membawaku masuk ke dalam mobilnya.

Aku terdiam kesal saat akan keluar ternyata Valeron sudah mengunci pintu mobil. Menyalakan mobilnya kemudian pergi membawaku keluar.

Aku benar-benar tidak mood untuk sekedar memprotesnya atau apapun itu yang membuat emosiku kembali bangkit. Aku hanya diam, menunggu apa yang akan lelaki ini bicarakan.

Valeron membawaku ke apartementnya, ia akan menggenggam tanganku saat menaiki lift tapi segera saja kutepis tangannya.

"Gausah pegang-pegang," Ketusku yang membuat ia menghela napas pasrah. Seseorang yang tadi masuk ke dalam lift bersama kami hanya menatap geli kearahku dan Valeron.

Sampai di unitnya ia mendudukkan ku di kursi pantry kemudian Valeron membuat 2 cangkir teh hangat.

"Pertama, aku minta maaf sama kamu," Ucap Valeron setelah selesai dengan kegiatannya. Menatapku dengan tatapan tajam.

"Kedua, aku ga betah di diemin sama kamu,"

"Ketiga, aku mau kita baikan, kamu boleh keluarin emosi kamu ke aku sekarang,"

Aku hanya diam, tak ingin merespon semua ucapannya. Valeron kembali mencoba meraih tanganku, aku menepisnya tapi ia tak menyerah, menarik tanganku sampai ia bisa menggenggamnya, kemudian menyusupkan jemarinya di sela jemariku. Desiran aneh terasa di dadaku.

"Amona, aku minta maaf, ga lagi-lagi bikin kamu marah," Katanya dengan nada rendah. Matanya seperti akan mengeluarkan air mata, aku mengalihkan perhatian ke cangkir didepanku.

"Kamu ga cape ya mainin perasaan aku mulu, kamu kira aku cewe yang gampang di bodohin? Di Lombok kamu kayak bener-bener ngeyakinin aku kalau kamu suka sama aku, tapi pulang ke Jakarta kamu ngilang, kayak nggak pernah terjadi apa-apa sama hubungan kita, terus dateng dengan----," Aku tak kuat menahan isak tangisku yang tiba-tiba keluar begitu saja. Aku malu. Aku malu terlihat menyedihkan di hadapan lelaki menyebalkan ini.

Valeron menarik tubuhku untuk berada dalam dekapannya, aku menolak tapi tenaganya tak sebanding denganku, ia mengusap hangat punggungku.

"Engga Mona, maafin aku," Katanya lirih, bisa kudengar suaranya yang merendah, entah itu benar atau tidak tapi saat aku menjauhkan sedikit tubuhku untuk menatap Valeron, mata lelaki itu terlihat memerah.

Beberapa saat kemudian hanya ada keheningan yang terjadi diantara kami. Tangannya masih sibuk mengelus punggungku, ku usap air mata dan ingusku ke bajunya tanpa rasa malu lalu menjauhkan tubuh darinya.

"Jorok," Gerutunya tapi kembali menarikku kedalam dekapannya.

"Lepasin ih, ga enak tau," Kesalku karena posisi ini menurutku sangat dekat dan terasa intim, aku takut kalau sampai ada orang yang melihat.

"Bentar, 5 menit lagi." Katanya yang kini malah memejamkan mata, aku berontak dalam dekapannya. Enak saja, ceritanya aku masih marah ya sama dia.

"Lepasin Val, aku cubit nih," Ancamku yang tak di indahkan olehnya. Ia malah semakin mengeratkan pelukannya sambil mengendus-endus kepalaku. Pipiku memanas dengan perlakuannya yang menurutku sangat-sangat intens ini. Apalagi dada bidang Valeron yang sangat wangi dan sangat nyaman. Tapi aku tidak boleh terlena, aku harus cepat-cepat melepaskan dekapannya ini.

"Val.... Udah 5 menit,"

"Hmmm, siniin tangan kamu," Katanya lalu menarik tanganku untuk dililitkan di pinggangnya, astaga Valeron benar-benar di luar nalar, tapi bodohnya aku yang manut-manut saja dengan tindakan lelaki itu.

"Nah gini kan nyaman banget," Lanjutnya yang kini mengerakkan badannya kekanan dan kekiri membuatku mengikuti gerakannya.

"Val udah deh," Sungutku sambil mendongak kearahnya. Ia tersenyum manis, lalu mendaratkan bibirnya didahiku. Pipiku kembali memanas, kini aku kembali menunduk sambil menenggelamkan wajahku di dada bidangnya, Valeron terkikik geli.

"Ya allah gemes banget pengen ngarungin ni anak," Ucapnya dengan diakhiri kikikan geli.

"Udah ya Val? Aku malu," Ucapku lagi menyudahi acara pelukan teletubbies ini. Valeron menggeram kesal.

"Bentar lagi,"

"Dari tadi bentar lagi,"

"Kangen Mon,"

"Dih,"

"Padahal udah dari dulu aku pengen peluk-peluk kamu kayak gini,"

"Dih,"

"Gemesin sih,"

"Apasih Val, sejak kapan pake aku-kamu an,"

"Ga boleh emang?"

"Ishh,"

Ia terkikik setelah itu melepas pelukan diantara kami. Aku merasa kehilangan, eh, tidak boleh, aku tadi yang memintanya untuk melepas pelukan.

Valeron mengusap wajahku dengan gemas, aku mendengus kesal, kemudian berbalik mengusap wajah Valeron tanpa perasaan, lelaki itu mencubit pipiku kuat-kuat membuatku meringis pelan.

"Sakit kali," Sungutku, ia tertawa terbahak menampilkan kedua lesung pipitnya.

Setelah itu ia mendekatkan wajahnya kearahku, menggigit pipiku dengan gemas lalu menghisapnya kuat-kuat, aku menggeram kesal dan mendorongnya menjauh dariku.

"Jorok, air liur kamu di pipi," Gerutuku sambil mengusapkan pipiku ke dadanya, ia tertawa puas sambil membantuku.

"Mon, gimana kalau kita publish hubungan kita?" Tanyanya kemudian, aku memelototkan mata.

"Kamu mau mati?"

Physical Attack √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang