17. Lombok pt. 2

9.4K 656 6
                                    

Sore harinya kami berdua memutuskan kepantai senggigi untuk melihat sunset. Aku mengenakan dress selutut dengan model sabrina dan mengepang rambutku. Valeron mengenakan kaos putih dipadu celana pendek warna hitam serta kacamata yang bertengger di wajahnya.

Kami berjalan menyusuri pantai. Pantai ini cukup sepi dibanding dengan pantai-pantai yang biasa aku jumpai di pulau jawa. Jelas saja karena tempatnya cukup sulit untuk dijamah banyak orang, dan aku berharap kelestarian pantai ini tetap terjaga.

"Val, tolong fotoin aku dong, masa jauh-jauh sampai Lombok ga foto." Kataku sambil menyerahkan ponsel kearahnya, dengan malas-malasan Valeron mengambil ponselku kemudian segera menangkap beberapa gambarku, "Aku belum siap pose kali," Gerutuku karena sedari tadi lelaki itu memotretku dengan sembarang, padahal aku belum bergaya.

Aku mendengus kesal berteriak dari kejauhan kepadanya, "Val! Yang bener dong fotoinnya," Ia tetap bergeming, terus memotretku dengan berbagai macam ekspresi kesal yang tercetak jelas diwajahku.

Akhirnya aku menyerah, memilih mendekat kearahnya kembali. "Ga ikhlas huh," Kesalku kepadanya, ia hanya mengerling sambil mengendikkan bahunya. Lalu aku melihat foto-fotoku diponsel. Emmm, tidak buruk juga hasil jepretan Valeron. Aku tersenyum puas, foto-foto ku terlihat candid secara alami.

"Ternyata aku emang cantik ya, mau dibikin candid kayak apapun tetep bagus," Ucapku memuji diri sendiri. Vale berdecih tak terima, "idihh, pede banget." Katanya lalu mengeluarkan ponsel disaku celananya sendiri. Ia memotret beberapa pemandangan pantai senggingi yang terlihat menakjubkan. Kemudian ponselnya mengarah kepadaku, ia tersenyum lebar dan dengan cepat memotretku, segera aku menghindar. Takut ia menyimpan banyak aibku disana, "Val, jangan jahil." Geramku, ia tak mengindahkannya.

Aku semakin kesal dibuatnya, kemudian aku berpose ala-ala selebgram yang mungkin saja akan membuat ia berhenti memotretku, beberapa saat kemudian Vale menghentikan kegiatannya membuatku tersenyum, berhasil.

Vale tampak mematung menatapku, aku mengernyitkan alis tak mengerti, "Kenapa kamu?" Tanyaku heran, ia kemudian memukul wajahnya pelan sambil menggelengkan kepalanya.

"Cantik banget." Gumamnya yang masih bisa ku dengar, aku tersipu dibuatnya, seketika rasa panas menjalar dipipiku. "Pemandangannya, bukan lo." Lanjut lelaki itu membuatku terdiam dengan wajah kesal, kemudian segera beranjak meninggalkan dirinya yang tertawa terbahak-bahak dibelakang.

"Wuih, indah banget." Kagumku melihat warna langit yang menjingga dengan matahari yang mulai tenggelam seperti dimakan oleh air laut. Burung-burung bersahutan disertai ombak yang menggulung kearah pantai mengenai kakiku dan Vale.

Hanya ada beberapa orang disini, menyaksikan keindahan senja yang selalu membuat mata dan bibir tersenyum melihat keindahannya. "Makasih ya Val, udah bawa aku ketempat seindah ini." Ucapku menoleh kearahnya yang juga sedang menatapku dengan bibir tersungging, aku sedikit memundurkan jarak antara kami. "Sama-sama," Katanya dengan suara rendah, aku gugup lalu kembali mengarahkan pandanganku, melihat matahari yang perlahan mulai tidak terlihat.

"Lo seneng?" Tanyanya kepadaku. Aku mengangguk sambil tersenyum, mengatakan padanya kalau aku senang, ahh bahagia. Sangat bahagia. "Tapi ini beneran kamu ga ngerencanain sesuatu kan?" Ucapku penasaran, curiga karena tiba-tiba ia melakukan hal di luar ekspektasi seperti ini.

Vale yang tadinya tersenyum mengubah ekspresi menjadi datar kemudian menatap tajam diriku. "Sebenernya ada sih, gue ngerencanain sesuatu buat lo." Ujarnya sontak membuatku lebih menjauh darinya. "Tukan bener dugaanku, kamu pasti mau ngerencanain sesuatu, apaan? Val jangan buat macem-macem ya, aku cuma cewek lemah lembut yang ga ngerti apa-apa," Kataku.

Vale memutar bola matanya malas kemudian mengacak-acak rambutku dengan kesal. "Lo bisa gasih positif thinking sama gue sekali aja," Geramnya, aku mencebik, "Ya gimana mau positif thinking kalo selama aku hidup selalu kamu ganggu." Balasku sambil membenarkan rambut yang Leo acak-acak.

"Liat aja nanti," Ujarnya lalu menatap kearah laut membuatku memukul lengannya yang kekar, "Ih Val, jangan bilang kamu mau nyulik aku terus jual aku?" Curigaku. Lelaki itu menghembuskan napasnya kesal, lalu memajukan wajahnya kearahku, "Sekali lagi lo ngomong aneh-aneh tentang gue bakal gue wujudin apa yang ada di otak lo," Geramnya menatap tajam mataku.

Aku dibuat ciut olehnya kemudian segera berdiri, beranjak dari sana ketika matahari benar-benar sudah tenggelam. Sebelum pergi aku menangkup segumpal pasir lalu melemparnya ke Valeron, setelah itu aku segera beranjak lari.

Valeron yang menyadari itu segera mengejarku dengan membawa segumpal pasir juga, tiba-tiba rambutku terasa dipenuhi oleh banyaknya pasir putih yang dilempar Vale dengan tenaganya, aku berhenti, ia segera menghampiriku. Napasku memburu setelah berlarian, Valeron cekikikan, aku kesal.

Lalu membalasnya dengan hal yang sama tapi tanganku tiba-tiba digenggam olehnya, sedetik kemudian tubuhku diangkat, ia membawaku kearah air, aku berteriak minta dilepaskan olehnya tapi ia tak mengindahkan, segera Valeron menjatuhkanku kedalam air, tak pikir panjang akupun menariknya agar ia juga terjatuh kedalam air, kami berdua tertawa dengan tingkah absurd dan kekanakan ini.

Valeron berdiri dan menarik tanganku juga untuk berdiri, dengan segera ia membawaku menjauh dari bibir pantai.

Tiba-tiba Valeron melepaskan bajunya, sontak saja aku memejamkan mataku. "Val, kamu gila ya, ngapain buka-buka baju," Ucapku tak terima dengan tindakannya, tapi ia menyerahkan bajunya kepadaku.

"Baju lo nerawang, pake cepet sebelum orang-orang yang ada dipojok sana liat BH lo," Katanya datar membuatku malu. Bagaimana bisa ia mengucapkan itu dengan santainya, segera kuterima baju Valeron dan memakainya sedangkan dirinya bertelanjang dada.

Yaaa, aku sempat salah fokus dengan postur tubuhnya yang cukup tegap dan oh shit kenapa punggungnya sangat pas untuk dijadikan sandaran?

"Ayo pulang, kenapa malah bengong," Ucapnya membuatku segera menormalkan ekspresi dan jantungku yang berdegup kencang. Aku mengangguk, segera mengikutinya dari belakang dengan bermacam-macam pikiran aneh yang membuat pipiku memanas, bagaimana ia meminjamkan bajunya untukku sedangkan dia bertelanjang dada kedinginan.

"Lama banget sih jalannya," Ujar Vale kemudian berhenti, menoleh kebelakang lalu menarik tanganku untuk dibawanya segera kembali ke hotel. Aku menurut saja, tidak menolak genggaman tangannya, karena walaupun membuat dadaku bergemuruh dan jantungku berdetak dengan cepat hal itu membuatku menyunggingkan senyum yang tak bisa kusembunyikan lagi.

Ada rasa bahagia ketika Valeron melakukan hal-hal yang manis---mungkin----. Sebelum sampai di hotel Valeron berkata kalau dia punya villa di sekitar sini, membuatku memelototkan mata, "Terus kenapa kalo punya villa di sekitar sini kita malah nginep di hotel?" Geramku, ia tersenyum canggung sambil menggaruk belakang kepalanya.

"Eemm, itu, lagi gue sewain ke orang lain." Jawabnya dengan gugup membuatku curiga. "Beneran itu villa kamu?" Tanyaku menyelidik, Vale mengangguk yakin.

"Aku jadi pengen liat," Kataku kemudian, ia gelagapan lalu menggelengkan kepala, "Eh, jangan. Kan masih ada orangnya disana," Katanya lalu segera membuang muka dariku.

"Kenapa sih emangnya, itu bukan villa kamu tapi kamu ngaku-ngaku kan?" Ucapku lagi membuatnya terdiam, sedetik kemudian ia mengangguk. Aku tidak kuasa menahan tawaku. Hari ini aku banyak tersenyum dan tertawa karena Valeron.

Physical Attack √Where stories live. Discover now