14. Anak gadis ayah

9.4K 629 7
                                    

Aku sampai dirumah pukul 5 sore, didepan rumah sudah ada mobil Vale yang terparkir, aku segera masuk kedalam rumah, "Assalamualaikum," Ucapku sambil melangkah memasuki rumah.

Sampai diruang keluarga ayah menghampiriku, "Udah pulang kak?" Tanyanya, aku mengangguk sebagai jawaban. "Bunda dimana?" Tanyaku, ayah menunjuk dapur sebagai tempat tujuan lalu aku melangkah kesana.

"Bunda, tadi di toko ada yang nyariin bunda katanya dari Wedding Organizer gitu." Kataku to the point kearah bunda yang kini tengah mengupas buah apel. Sejenak ia terdiam seperti mengingat sesuatu, "Oiya bunda lupa, itu WO yang dipesen temen bunda," Ucapnya masih sibuk dengan apel.

Aku mengangguk mengerti, "Temen bunda siapa?" Tanyaku lagi, bunda berdehem sebentar, "Klo bunda kasih tau kamu juga pasti gatau yang mana orangnya, sana mandi terus makan malam. Ada Valeron tuh di gazebo sama Alden." Kata bunda, aku mengiyakan saja lalu naik keatas menuju kamarku dan melakukan aktivitas seperti yang disarankan bunda tadi.

Setelah selesai dengan diriku sendiri, aku turun kebawah menuju meja makan, disana bunda sudah menyiapkan hidangan untuk makan malam.

"Kamu panggil Alden sama Vale sana, bunda mau panggil ayah kamu di kamar," Ujarnya yang langsung kuangguki. Aku segera melangkah ke gazebo samping rumah, kulihat mereka yang sedang fokus dengan gadgetnya memainkan game online.

"Udah malem, bisa berhenti main game-nya ga? Suruh makan bunda," Kataku kepada mereka yang sama sekali tak diacuhkan. Dengan inisiatif otakku sendiri aku memaksa mengambil ponsel mereka yang langsung mendapat geraman. "Resek banget sih Kak, kalah nanti." Sungut Alden, Vale menatapku tajam. "Balikin dulu bentar, tinggal satu tower itu," Katanya, aku tak mengindahkan ucapan mereka, langsung beranjak membawa ponsel mereka ke dalam.

Alden mengikutiku dibelakang kemudian langsung mencekikku dengan kedua tangannya, sontak aku mengaduh kesakitan minta dilepaskan tapi Alden seperti kesetanan ia tertawa terbahak tak mendengarku yang terus berusaha untuk lepas darinya, malah semakin menekan leherku, aku terbatuk-batuk karena napasku pun menjadi susah.

"Alden! Lo keterlaluan sih," Kata Vale segera menarikku menjauh dari Alden. Aku menghirup napas kuat-kuat, air mataku sempat keluar, lelaki itu menatapku dalam-dalam, "Lo gapapa?" Tanyanya terlihat khawatir, aku mengalihkan tatapanku darinya lalu mengangguk. "Lo kenapa sampe kesetanan gitu sih," Kata Vale dingin kearah Alden yang kini menunduk merasa bersalah.

Dari dulu aku dan Alden memang sering bertengkar menggunakan fisik seperti ini, tapi kali ini Alden entah kenapa benar-benar seperti kesetanan, mencekikku dengan tanpa perasaan. "Ayo masuk," Kata Valeron kemudian menarikku bersamanya, dengan tangan yang masih bergetar aku meletakkan ponsel mereka diatas meja.

"Kenapa kak?" Tanya bunda yang baru saja turun bersama ayah. Aku menggeleng, "Gapapa, emang kenapa?" Tanyaku berganti memandang ayah bunda yang memasang curiga dengan diriku. "Kayak habis nangis kamu," Segera aku mengusap mataku, "Mana, engga ada ya." Kataku mengelak.

"Yaudah makan, kenapa Alden berdiri disitu doang?" Kata ayah yang menyadari perubahan Alden. Aku melirik ke adik lelakiku itu, berdiri dengan canggung sambil menggaruk belakang lehernya. Aku memutar bola mata malas, masih kesal dengannya tadi yang sengaja mencekikku. Valeron yang berada disamping Alden segera menarik anak itu untuk duduk.

Acara makan malam pun di mulai dengan dilanjutkan solat maghrib berjamaah. Setelah itu kami berkumpul diruang keluarga minus Alden, yang setelah solat maghrib tadi lebih memilih mengurung dirinya di kamar.

Ayah dan bunda sebenarnya sudah menaruh curiga sedari tadi, tapi dengan pengertiannya mereka tetap diam tak menanyakan ada masalah apa antara aku dan Alden. Mungkin bagi mereka sudah biasa melihatku bertengkar dengan Alden.

"Bun, pas aku di Prancis dia sering banget kesini ya?" Tanyaku kepada bunda yang duduk menyaksikan televisi disamping ayah, "Siapa? Valeron?" Ucapnya, aku mengangguk. Saat ini lelaki tersebut sedang berada di kamar mandi. "Sering banget, sampe kamar tamu di bawah tu, jadi kamar dia." Jawab bunda santai, aku melotot lebar. Benar-benar terkejut mengetahui fakta tersebut, hampir 6 bulan aku dirumah dan baru sekarang aku mengetahui fakta kamar tamu sudah jadi kamar Valeron, ya sebenarnya akupun jarang masuk ke kamar itu sih, jadi tidak tahu menahu apa yang ada di dalam sana.

"Sejak kapan?" Tanyaku lagi. "Sehari setelah kamu berangkat ke Prancis." Balas bunda tanpa menoleh ke arahku. Tak lama kemudian Valeron datang, duduk disampingku, aku menoleh kearahnya, ia menaikkan sebelah alisnya seperti mengucapkan kata tanya.

"Bunda, Ayah. Vale mau pamit pulang ya, ada pekerjaan yang gabisa ditinggal." Ucapnya kearah ayah dan bunda yang kini perhatian mereka sepenuhnya mengarah ke lelaki itu. "Ga dibawa kesini aja pekerjaannya?" Tanya bundaku. Ayah langsung menyenggolnya, "Ya ngga gitu juga dong bun. Lama-lama ayah curiga sebenernya bunda selingkuh sama Vale." Tuduh ayah menatap tajam bunda, bunda gelagapan.

"Astaghfirullah ayah, sembarangan kalo ngomong. Kalo gitu hati-hati ya Val," Kata bunda kemudian, Valeron sempat tertawa lalu segera bersalaman dengan ayah dan bunda.

"Gue pulang dulu Mon," Katanya saat tepat dihadapanku, aku berdehem sebagai respon. "Anterin Vale sampe depan," Ucap bunda memerintahku, dengan terpaksa aku mengantarnya sampai depan rumah.

Lelaki itu tersenyum jahil melihatku yang memasang wajah kesal, lalu tangannya mengusap-usap kepalaku. "Ihh apaan si jadi berantakan kan?" Gerutuku, ia tertawa lebar kemudian ganti menoyor kepalaku dengan tidak berperasaan.

"Ga sopan banget noyor kepala orang, kalo aku bodoh siapa yang bakal nikahin aku." Gumamku yang masih bisa didengar olehnya. "Santai, gue bakal nikahin lo kok." Katanya dengan nada suara rendah tapi senyum mengejeknya terlihat jelas, membuatku berdebar sekaligus kesal.

Aku segera mendorongnya keluar rumah, mengayunkan tangan untuk membuatnya segera masuk ke mobil dan pergi dari sini. Jantungku tidak bisa berhenti berdebar. Setelah Vale keluar dari gerbang rumah aku segera menutup pintu dan berlari menuju ke dalam rumah dengan dada bergemuruh.

"Tadi Valeron minta ijin ke ayah buat ajak kamu liburan ke Lombok katanya." Celetuk ayah ketika aku berjalan menuju tangga ingin masuk ke kamar.

Aku kemudian kembali mendekat ke arah ayah. "Dia udah ijin ke ayah?" Tanyaku dengan serius, ayah mengangguk. "Ohh, ayah ga ngijinin kan? Soalnya berangkatnya berdua doang," Ucapku santai. Ayah yang tadinya masih fokus menatap layar televisi langsung menoleh kearahku.

"Loh, emang kenapa kalo berdua doang? Asal kalian ga ngelakuin hal yang aneh-aneh ayah ijinin kok," Jawab ayah menatapku dengan dahi berkerut, aku melotot.

"Ayah! Amona itu perempuan, Vale itu laki-laki, kalo laki-laki dan perempuan liburan berdua doang itu bahaya, harusnya ayah sebagai ayah Amona khawatir dong. Masa gak kayak kebanyakan ayah lainnya? Ayah ga sayang sama Amona ya?" Kataku panjang lebar.

Ayah menghela napas sambil tertawa, "Seharusnya kamu bersyukur dong punya ayah yang ngebebasin kamu buat berdua-duaan sama lelaki lain, lagian ayah percaya sama Valeron," Jawab ayah dengan santai. Aku semakin dibuat terheran-heran, "Loh, ayah ni aneh banget, masa lebih percaya sama orang lain." Kataku kesal.

"Amona, ayah juga percaya sama kamu kok, ayah ngijinin kamu pergi liburan sama Vale ya karena Vale berani ijin langsung sama ayah buat ngajak kamu liburan." Kata ayah kini dengan nada bijak, aku mendegus. "Tapi kalo sampe macem-macem-----," Ucapanku dipotong oleh bunda, "Heh, yang macem-macem itu pasti kamu!" Celetuk bunda membuatku terdiam, karena terlanjur kesal, aku segera beranjak naik keatas menuju kamarku

Physical Attack √Where stories live. Discover now