10. Bakar-bakar

10K 654 11
                                    

Alden mengeluarkan semua barang-barang yang katanya dia beli tadi bersama Sabrina, kini aku sedang menunggunya sambil memberi pertanyaan kilat yang harus di jawab Alden dengan kilat pula. Sabrina sedang berbincang-bincang dengan bunda dan tante Arum.

"Jadi sejak kapan kamu punya pacar? Kenapa ga pernah cerita sama kakak?" Cecarku dibelakang punggungnya.

Alden menghembuskan napas pasrah, mencoba menghadapi pertanyaanku, "Dua tahun lalu? Gue lupa, pokoknya udah lama, kenapa gue ga cerita sama lo, seharusnya lo tanyain diri lo sendiri kenapa susah dihubungin kalo bukan panggilan dari ayah," Jelasnya dengan nada malas. Aku terkekeh kecil, oiya. Memang aku saja yang malas menjawab panggilan dari Alden membuat anak itu jengah dan tak pernah menghubungiku.

"Dia temen kampus kamu?"

"Iya,"

Aku bergeming sebentar sebelum kembali bersuara, "Adik tingkat pasti." Tebakku yang langsung diangguki olehnya. Alden membawa beberapa keresek yang kuyakini isinya daging atau sosis, melenggang masuk kedalam. Aku mengikutinya dari belakang.

"Kenapa dia bisa mau sama kamu?" Tanyaku lagi.

Alden berhenti sejenak lalu menoleh kearahku, menerawang seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Waktu itu gue paksa," Singkatnya kemudian kembali melangkahkan kaki ke arah gazebo samping rumah. Aku hanya melotot tak percaya dengan ucapan Alden itu.

Panggangan sudah tertata rapi disana, acara bakar-bakar akan dilaksanakan nanti setelah solat isya berjamaah. Tatapanku kini mengarah ke Sabrina yang sedang berbincang dengan bunda dan tante Arum. Ia sepertinya nampak canggung tapi masih bisa mengimbangi obrolan keduanya. Sedangkan ayah, om Dirga, dan Valeron seperti biasa mungkin sedang membahas politik atau bisnis.

Aku menghampiri kumpulan ibu-ibu dan satu gadis yang sepertinya kesulitan membalas pertanyaan dari tante Arum. Wanita ini benar-benar ya.

"Udah ih tante, pertanyaannya terlalu spesifik, kasian Sabrina nya," Sela ku ketika Sabrina terlihat sangat tidak nyaman dengan pertanyaan tante Arum, bunda menatap lega ketika aku datang, sepertinya ia memikirkan hal yang sama denganku.

"Apasi kamu Mon, orang tante nanya-nya ke Sabrina, bukan ke kamu," Balas tante Arum tak kalah sinis. Aku tak mengindahkan ucapannya, segera menarik tangan Sabrina untuk ku bawa ke arah kamarku.

Sesampainya di kamar aku mempersilakan ia untuk duduk di kursi, lalu kulayangkan pertanyaan seputar hubungannya dengan adikku.

"Gapapakan kalau aku tanya-tanya soal hubungan kamu sama Alden?" Tanyaku sebelum ke intinya, Sabrina mengangguk.

"Tenang aja aku ga macem-macem in kamu kok, kamu gausah tegang gitu mukanya," Lanjutku ketika melihat wajah Sabrina yang menegang.

Aku terkekeh geli, "Kamu beneran dipaksa pacaran sama Alden?" Tanyaku hati-hati supaya Sabrina tidak tersinggung. Aku lihat matanya membulat kemudian mengangguk dengan pasti, setelah itu mengalirlah cerita bagaimana Alden yang benar-benar memaksa Sabrina untuk menjadi kekasihnya.

•••

Malam ini cuaca cukup mendukung, walaupun bintang ataupun bulan tidak menampakkan cahaya tapi beruntung tidak hujan, acara bakar-bakar kali ini berjalan lancar. Ayah dan om Dirga berbincang santai di kursi gazebo bersama bunda dan tante Arum. Aku dan Sabrina menyiapkan bumbu, sedangkan Alden serta Valeron memanggang daging dan sosis.

"Jadi kakak study di Prancis 6 tahun?" Tanya Sabrina penasaran. Aku menggeleng.

"Aku study-nya 4 tahun, 2 tahunnya aku gunain buat kerja disana, disalah satu restoran, aku dibagian asisten chef, jadi lumayan deh dapet pengalaman." Kataku sambil tersenyum ke arah Sabrina. Gadis itu nampak berdecak kagum padahal menurutku apa yang aku lakukan biasa saja.

Physical Attack √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang