23. Bucin? iiiiii

9.6K 567 14
                                    

Aku menghirup udara ibu kota yang setelah sepekan ini kutinggalkan. Rasa rindu langsung membuncah kala aku benar-benar menginjakkan rumah, ah berlebihan. Padahal waktu itu aku 6 tahun tak menginjakkan kaki ke rumah saja tak masalah.

Alden menyenggol bahuku, lalu berjalan begitu saja tanpa menoleh dan meminta maaf kepadaku karena telah menyenggol, dasar adik tidak tahu diri.

Bunda dan ayah sibuk mengeluarkan oleh-oleh yang diborong dadi Lombok. Kebanyakan pernak-pernik serta sepaket baju adat khas Lombok, kata bunda ia ingin sekali-kali memakai baju adat saat hari sumpah pemuda atau hari kartini. Aku hanya meringis sambil mengangguk mendengar ucapan bunda kala itu, tambah tua tambah ada-ada saja.

Aku beranjak menuju kamar dan langsung merebahkan badanku yang lelah ini, ponselku berdering nyaring. Tanda ada panggilan masuk yang ternyata setelah kubaca pemanggil tersebut adalah Valeron. Kuangkat dengan agak malas, pasalnya sedari kemarin ia masih marah padaku, ah lebih tepatnya merajuk. "Assalamualaikum," Ucapku.

"Waalaikumsalam," Jawab suara dari sebrang.

"Ada apa?"

"Gapapa,"

"Loh,"

"Hm,"

"Aku matiin ya,"

"Ck,"

"Kenapa sih Val,"

"Ga peka banget, kalo cowoknya ngambek tu dirayu kek biar gak ngambek lagi,"

Aku menahan tawaku yang akan meledak mendengar gerutuannya. "Apasi gaje banget," Ucapku sambil menormalkan suara agar tak terlihat sedang menahan tawa.

"Lo beneran jahat banget sih Leen,"

"Ya aku harus gimana Val,"

"Gatau,"

"Ih kamu kenapa si, aku matiin ya?"

Oke, kali ini tawaku sepertinya benar-benar akan meledak, segera kumatikan panggilan dari Valeron setelah itu aku tertawa puas. Lihat, dia yang merajuk, dia juga yang minta ingin dirayu.

Lelaki itu benar-benar membuatku gila. Aku menendang semua barang yang ada diranjang dan tersenyum kegirangan seperti abg labil yang baru jatuh cinta. Kenapa Valeron seberpengaruh ini terhadap kebahagiaanku.

•••

Aku berkunjung ke rumah pacarku, asek pacar. ;)...Sehabis dari Lombok kemarin Valeron pulang ke rumah orangtuanya. Hari ini aku membuat pudding khusus untuk Valeron, itung-itung membujuk dirinya yang katanya sedang merajuk itu. Aku mengetuk pintu samping rumah, muncul tante Arum dengan setelan dasternya, ia tersenyum sinis kearahku. "Ngapain kamu pagi-pagi udah ngapel kesini," Ketus tante Arum menampilkan judesnya seperti biasa. Ia mempersilakan aku masuk.

"Pagi tante, Mona mau ngebujuk anaknya tante tuh, katanya lagi ngambek," Gerutuku sambil memamerkan pudding yang kubawa.

Tante Arum menahan tawanya, "Astaghfirullah ada-ada aja tu anak, dulu perasaan ga kayak gitu. Itu puddingnya buat tante ada ga?" Kata beliau sambil mengarah ke pudding yang kubawa.

Sontak aku menyipitkan mata sambil menjauhkan puddingku dari tante Arum, "Gak ada tan, ini buat anak tante dulu, ntar kalo anak tante ngambeknya udahan sama kalo Amona lagi baik, Mona buatin deh, khusus untuk tante galak," Ujarku menampilkan senyum manis, tante Arum mendengus sambil menggelengkan kepala geli.

"Yaudah sana ke atas, Valeron paling belum bangun, habis solat subuh pasti langsung tidur lagi," Katanya, aku mengangguk lalu berjalan menaiki tangga.

Karena yakin anak tante Arum itu belum bangun, maka dengan hati-hati aku buka pintu kamarnya, benar saja Valeron masih terlelap dengan selimut yang sebagian sudah berada di lantai dan AC yang mencapai 16°, pertama yang harus kulakukan adalah meletakkan pudding diatas meja samping tempat tidurnya, kemudian membuka korden dan mematikan AC.

Selanjutnya entah mengapa aku malah mengamati wajah Valeron yang terlihat nyenyak dalam tidur. alisnya tebal, hidungnya mancung, bibirnya penuh dan warnanya merah alami, kumisnya tipis seperti ingin tumbuh dibawah hidungnya, ah tampan sekali. Aku mengerjap, gila. Apa yang lagi kamu lakuin Aileen, fokus-fokus. Aku melihat-lihat kamar Valeron yang sedari dulu tidak berubah, di pojok dekat lemari pakaiannya masih ada meja belajar dan peralatan basket, yang paling mencolok adalah gitar coklat yang bersandar disamping kursi, itu kan gitar pemberianku.

Sontak saja hatiku menghangat mengetahui lelaki ini masih menyimpan pemberianku. Aku kembali kearah Valeron, menepuk pipinya pelan membangunkannya, kalau dengan cara pelan ia tidak bangun maka aku akan membangunkannya dengan cara kasar. Eh.

"Valeron, bangun." Ucapku menepuk-nepuk pipinya. Ia melenguh lalu menggerakkan wajahnya kesamping, kembali menyamankan posisinya, aku tersenyum geli, kenapa dia menggemaskan.

"Bangun dong Val, aku punya pudding buat kamu," Kataku lagi mencoba membuatnya bangun, tapi tetap saja ia tidak bangun.

Aku kembali menatap wajahnya, matanya seperti mengerjap, aku tahu pasti sebenarnya dia sudah bangun. Senyum jahil terbit diwajahku, aku mencondongkan tubuh untuk mendekat kearahnya, lalu membisikkan sesuatu.

"Bangun sayang," Lirihku lalu mencoba menjauhkan diri dari Valeron tapi sebelum aku benar-benar menjauh, Valeron terlebih dahulu menarik lenganku, wajahku jatuh tepat kedada bidangnya dan dengan sigap tangannya memeluk leherku.

"Siapa sih, pagi-pagi udah ganggu orang tidur aja," Katanya dengan suara serak. Aku menahan napasku karena tak bisa menormalkan detak jantung yang berdebar. "Val, bisa lepasin dulu ga?" Kataku kepadanya, ia tak menghiraukan, malah semakin mengeratkan pelukannya dileherku.

"Yang bangun bukan cuma gue tapi adek gue juga," Katanya ambigu----peka dengan apa yang Valeron katakan--- aku segera mencubit perutnya, ia mengaduh dan melepaskanku. Segera aku menjauh.

"Ishh," Desisnya lalu menarik selimut sampai menutupi wajahnya. Aku mendelik, jadi dia benar masih ngambek?

"Valeron bangun, padahal aku pagi-pagi kesini udah buatin kamu pudding," Gerutuku kepadanya.

"Ih terus kamu malah ga ngerhargain usaha aku buat bikin pudding ini?" Aku kembali menarik selimut Valeron, lelaki itu menahannya, sekuat tenaga aku mencoba membuka selimut itu dan ia tak membiarkan aku untuk berhasil membuka selimutnya.

Menyerah, aku memilih duduk disisi ranjangnya.
"Katanya pengen dibujuk, ini aku udah ngebujuk tapi kamu ga berhenti ngambeknya, bikin aku kesel." Kataku penuh drama.

"Valeron...," Lirihku sambil menggoyang-goyangkan badannya.

Semakin lama semakin kesal juga aku. Cara terakhir kali ini harus berhasil.

"Sayang berhenti ngambeknya," Ucapku dengan nada manis, sedetik kemudian Valeron membuka selimut, lalu ia menyunggingkan senyumnya.

"Lo bilang apa tadi? Gue ga denger," Ucapnya dengan antusias, aku menampilkan senyum terpaksa.

"Sayang berhenti ngambeknya," Ucapku sedikit lebih keras sambil menyerahkan puddingku kearah Valeron. Ia membuka mulutnya lebar-lebar, "aaaa," Segera aku menyuapi dirinya dengan pudding.

"Enak," Katanya. Aku mengangguk, memperhatikan diriku sendiri di kaca dinding yang tepat mengarah ke arahku.

Segera ku letakkan pudding tadi, lalu bergidik ngeri dengan diriku sendiri yang terlihat bucin?

"Ih, aku kenapasi," Ujarku menatap ngeri dan jijik ke diri sendiri. "Kamu kenapa?" Tanya Valeron heran. Aku menggeleng.

"Aku mau ke kamar mandi dulu." Ucapku segera beranjak ke kamar mandi di dapur. "Kenapa ga dikamar mandi kamarku aja Mon?" Ucap Valeron ketika aku baru sampai di pintu, aku menoleh sebentar kemudian kembali berjalan menjauh dari kamar lelaki itu, menormalkan detak jantung yang menggila.

Tante Arum yang melihatku terlihat kebingungan dengan tingkahku, "Tante Amona pulang dulu ya, makasi udah diijinin pagi-pagi bertamu," Kataku kepadanya, aku segera beranjak tanpa menunggu jawaban dari tante Arum.

Gilaaa, aku gila.

Physical Attack √Where stories live. Discover now