22. Lombok pt. 7

9K 562 8
                                    

Hari ini hari terakhir kami berada di Lombok, pagi-pagi sekitar pukul 6 Valeron tadinya mengajakku untuk lari, tapi karena aku mager, akhirnya ia pergi sendiri sedangkan aku memilih untuk memasak di dapur bersama bunda dan tante Arum.

Semua hidangan sudah siap, aku beranjak untuk pergi ke kolam renang samping, niatnya ingin berenang--walaupun cuma berendam karena aku tidak bisa berenang-- tapi masih dilanda gundah gulana karena malas. Akhirnya aku hanya duduk-duduk di pinggir gazebo sambil memotret sekitar.

Entah mengapa aku ingin memposting beberapa fotoku ke instagram, aku memilih fotoku sendiri kemarin saat di pantai senggigi, slide kedua saat snorkling di pantai pink, slide ke tiga beberapa foto makanan, dan slide ke empat adalah daging panggang yang semalam sempat kufoto.

Aku menambahkan lokasiku saat ini, memikirkan sejenak captions apa yang cocok untuk postinganku. Lalu mengunggahnya ke laman sosial media instagram, beberapa saat kemudian notif mulai membanjiri. Sudah cukup lama aku tidak upload kehidupanku di sosial media, isi dari postinganku kebanyakan kue dan kopi yang kujual, itupun ada di akun khusus kafe Moa Bakery.

Tak lama kemudian banyak notifikasi like dan komentar bermunculan, karena aku bosan akhirnya aku memilih untuk membaca komenan followersku, sebagian besar menanyakan kabarku, kayak orang deket aja nanyain kabar, padahal ketemu saja belum pernah, aku terkikik geli, lalu kembali membaca komentar-komentar lainnya yang menanyakan aku liburan dengan siapa dan tebakan-tebakan netizen yang menyangkut pautkannya dengan Valeron. Ada juga yang bertengkar karena masih menjodoh-jodohkanku dengan Vale. Mereka pengangguran kah? Kenapa sempat-sempatnya memperdebatkan hal yang tak seharusnya diperdebatkan, bahkan kini sudah ada akun fanbase bernama Amaron alias Amona Valeron. Aku menggelengkan kepalaku tersenyum heran.

"Ngapain lo senyum-senyum," Tanya seseorang yang tiba-tiba duduk disampingku, ia mengusap keringatnya dengan handuk kecil yang tersampir di lehernya, setelah itu meneguk air di dalam botol yang mungkin ia bawa. Dilihat dari samping begini Valeron benar-benar menawan, aku menetralkan ekspresiku kemudian kembali fokus menatap handphone. "Kepo," Jawabku singkat.

Leo menilik kearah handphoneku, refleks aku menjauhkannya, "Ihh cuma liat doang bentar," Ujarnya, aku menggeleng.

Kembali ku baca komentar yang masih memperdebatkan aku liburan dengan siapa, dan mencocok logikan semua postinganku dengan postingan Valeron, memangnya lelaki itu ada posting sesuatu? Dasar netizen. Kalau mau tau nih, aku emang liburan sama Valeron kali, lelaki idaman kalian ini sekarang udah resmi jadi pacarku, nangis kalian kalau sampe tau, ucapku dalam hati.

Senyumku terus terukir saat membaca komentar mereka, karena iseng akhirnya aku memposting foto untuk instagram story saat ini yang sedang berada di kolam renang villa. "Mon," Kata Valeron, aku menoleh kearahnya sebentar. "Hm?" Jawabku, lalu kembali fokus ke ponsel.

"lo dengerin gue ga si?" Ujarnya dengan nada bersungut, "hah? Kamu ngomong apa tadi?" Tanyaku.

Sebenarnya sedari tadi Valeron memang bercerita kepadaku, tapi karena aku terlalu fokus ke ponsel aku jadi tidak tau apa yang ia ceritakan. Ia merebut ponselku, membuatku sepenuhnya menoleh kearahnya, "issh, kenapa?" Tanyaku.

Valeron menatapku datar, lalu menyimpan ponselku disakunya, "lo cuekin gue,"

Aku memutar bola mata malas. "Iya maaf, tadi kamu cerita apa? Bisa diulanginkan?" Jawabku.

Valeron malah mendengus, "ada apasi di handphone lo, sampe cuekin gue yang jelas-jelas ada didepan lo," Ujarnya lagi semakin menjadi-jadi.

Astaga kenapa ia jadi seperti ini sih, "ga ada apa-apa, kalo mau cerita cepet cerita aja," Kataku cepat, tak ingin menambah masalah.

"Gak, lo gak ikhlas dengerinnya," Ucapnya mengalihkan tatapan dariku. Aku membelalakkan mata, dia ngambek ceritanya? Kayak anak kecil tau gak? Aku mendekat kearahnya.

"Jadi tadi mau cerita apa?" Kataku selembut mungkin, ia masih bergeming. "Val, kamu marah?" Lanjutku karena tidak mendapat jawaban.

Aku menghembuskan napas, lalu menyenggol lengannya, mencoba mencari perhatian darinya. Entah mengapa intuisiku mengatakan kalau aku harus membujuk lelaki ini agar tidak marah.

Valeron tetap bergeming membuatku berdiri dan melangkah tepat menghadap dirinya yang duduk, mencoba membuat dirinya menatap ke arahku.

Dengan keberanian yang minim, kuangkat wajahnya menghadapku, "jangan ngambek dong," Kataku pelan, Valeron menatapku datar.

"Lain kali kalo ada orang yang ngomong sama lo tu di dengerin, jangan dicuekin. Lo juga gamau kan kalau lagi cerita tapi lawan ceritanya nyuekin." Ketusnya kepadaku.

Aku mengangguk mengerti walaupun dalam hati sempat mengumpat karena dia terlalu kekanakan. Harus banyak sabar, padahal kita baru sehari berpacaran. Aku mencoba mengukir senyum menatap Valeron yang masih menatapku datar tak ingin sedetikpun beralih.

"Udah ya ngambeknya, kamu jadi kayak anak kecil tau gak?" Kataku kemudian. Hatiku sedikit berdebar mengetahui Valeron marah karena aku tak mengacuhkannya, seolah-olah aku begitu penting dikehidupannya jadi aku tak boleh tak mengacuhkannya, tapi kemudian pikiran konyol itu buyar, siapapun orang kalau tak diacuhkan pasti akan merasa kesalkan, ahh---Amona kenapa bodoh sekali.

Wajah Valeron kini berubah cemberut, aku menahan tawa. Kenapa ia jadi kelihatan manja sekali. Karena gemas aku mencubit pipinya, ia mengaduh. "Aneh banget tau gak, perasaan dulu kamu sering banget aku cuekin." Kesalku, Valeron mendengus.

Aku menatapnya jengah lalu memilih meninggalkannya, entah apa yang ada dipikiran lelaki itu sampai-sampai bersikap seperti anak kecil. Badan aja dewasa pikiran kekanakan, manja banget. Kulangkahkan kakiku menuju dapur. Tak lagi memedulikan Valeron yang sepertinya pagi ini otaknya tergeser 1cm.

Physical Attack √Where stories live. Discover now