14. Orang yang sama

71 44 0
                                    

Annyeong💐

*
*

ႹმႼႼႸ ꭈׁׅꫀׁׅܻ݊ɑׁׅժׁׅ݊ꪱׁׁׁׅׅׅ݊ꪀᧁׁ

Duduk dihalte sendirian di tengah hujan deras membuat bulu kuduknya merinding.

Tasya terjebak hujan saat ini, ingin pulang tapi tidak ada taksi mau pun Bis yang lewat. Ingin menelepon orang rumah pun tidak bisa karena ponselnya mati.

Seketika Tasya menjadi menyesal karena menolak ajakan Julva untuk pulang bersama.

Dia dan Julva baru saja selesai dari tepat kursus belajar mereka, tadi Tasya keluar jam delapan malam dan sekarang sudah hampir jam sepuluh malam. Dengan begituh sudah hampir dua jam dia terjebak di halte itu.

Semakin malam semakin dingin yang ia rasakan. Tasya pun memeluk dirinya sendiri.

Melihat ke arah langit ia memprediksi jika hujan tidak akan reda. Terlintas dalam benaknya untuk menerobos hujan saja ia pun langsung bangkit dari duduknya. Ia takut jika menunggu lama lagi, hal tidak mengenakan akan terjadi.

Menghela napas berat, suasana sepertinya ini jadi mengingatkannya pada kejadian beberapa tahun lalu, Tasya pun langsung mengindikkan bahunya dan mencoba berdoa agar hal yang dia pikirkan tidak akan terjadi kembali.

Seluruh tubuhnya sudah basah kuyup, Tasya menepi di depan tokok yang sudah tutup untuk istirahat sebentar.

"Bang Galen..." lirihnya sembari bersandar pada pintu tokok, "Tasya takut... Tasya mau pulang..."

Beberapa menit sudah berlalu, sudah cukup lama ia berjongkok di depan toko itu. Kepalanya ia tundukan, matanya menatap sepatunya yang basah yang membuatnya tidak nyaman.

Guyuran air dari genting tiba-tiba tak ia rasakan, mendongakkan kepalanya hingga matanya bertemu dengan mata hitam yang selama ini ia hindari.

"R-Raka?"

Uluran tangan yang diberikan oleh Raka tak ia terima, Tasya bangkit dari duduknya lalu melangkah mundur untuk memberi jarak antara mereka.

"N-ngapain lo disini?"

"Udah berapa lama lo disini?" tak menjawab pertanyaan Tasya, Raka malah bertanya balik.

Tasya menghela napasnya, menatap dingin "Bukan urusan lo!" dengan rasa acuh ia melangkah melewati Raka.

"Jalan yang lo pilih ga aman, lo bisa ketemu segerombolan preman disana" ucapan Raka itu berhasil membuat Tasya berhenti di tempatnya.

Ia menarik sudut bibirnya, lalu ia berbalik badan menghadapi Raka kembali "Aneh yah... dimana ada lo pasti ada penjahat... entah itu kebetulan atau memang lo pembawa malapetaka bagi gue?"

Raka melangkah mendekat untuk memayungi Tasya karena hujan semakin deras.

Tangan Raka meraih tangan Tasya agar dia mengambil alih payungnya. Lalu setelah itu, Raka membuka jaketnya untuk dia kenakan pada Tasya yang basah kuyup.

"Gue terima rasa benci lo terhadap gue, karena gue akui gue pantes dapatin itu. Tapi..." Raka mengusap pipi Tasya namun tangannya langsung di tepis.

"Kalau lo terima kenapa lo kembali? Kenapa?!"

Raka menundukkan kepalanya, "udah mulai larut malam... orangtua lo pasti khawatir"

Menarik sudut bibirnya, Tasya melepaskan jaket yang dipakaikan oleh Raka lalu dia membuangnya dengan asal.

"Ini peringatan terakhir buat lo... jangan pernah tunjukin diri lo di hadapan gue lagi. Mungkin orangtua gue udah maafin lo, tapi gue...gue ga akan pernah maafin lo, Raka!"

Friendship of the Heart (Tamat) Where stories live. Discover now