50. End

13 1 0
                                    

Hai
annyeong💐

*
*

"Biarkan kali ini aku tenggelam dalam sedihanku, aku lelah berpura-pura bahwa aku baik-baik saja."

= Tasya Adeeva =

*
*

Һคƿƿע 𝑹𝒆𝒂𝒅𝒊𝒏𝒈

✼✼✼

Meyakinkan diri untuk tetap tegar, tak semudah menenangkan orang terdekat kita untuk tetap kuat. Nyatanya, semua itu hanyalah topeng belakang saja. Di hadapan semua orang, kita baik-baik saja agar semua tidak merasa khawatir. Namun, saat kita sendirian, kita akan runtuh, se-runtuh-runtuhnya. Manusia memang se-munafik itu.

Sudah banyak rintangan yang di lalu, berbangga diri itu, memang di perlukan. Jika bukan diri sendiri, siap lagi yang akan melakukannya?

Orang lain tidak tau bagaimana perjuangannya untuk bertahan sampai saat ini. Karena, hanya diri sendiri yang mengetahui setiap prosesnya.

Luka lama yang membuatnya trauma, memang tidak mudah di hilangkan. Karena luka itu sangat melekat pada pikirannya. Sudah mencoba melupakan, namun, ada saja suatu hal yang mengingatkannya terus.

Walau sudah tau kenyataan sekali pun, luka itu masih membekas pada benak jiwanya. Bayang-bayang menyedihkan menghantui pikirannya. Jika ada pilihan, ia lebih baik kehilangan sebagian ingatannya. Mungkin saja, itu bisa membuat jiwanya sedikit lebih baik.

Terus bergulat dengan pikirannya, gadis itu sampai tertidur di meja belajar. Posisi itu terus bertahan hingga dia terbangun ke esokan harinya.

Sinar matahari dari balik gorden jendela tembus hingga menerpa wajahnya. Tidurnya pun terusik, dengan perlahan matanya terbuka.

Senyumnya terukir untuk menyambut pagi, kemudian ia merentangkan tubuhnya yang terasa pegal. Lalu, ia memutar kursi belajar 90° ke arah barat. Ia melihat benda bulat yang sudah menunjukkan pukul Tujuh pagi.

"Untungnya, sekarang libur!" helaan napas lega keluar dari hidungnya. Ia mengingat hari ini kelas 12 akan mengadakan Graduation.

Merapihkan mejanya, dia harus segera bersiap. Dia sudah berjanji pada David dan juga Farel untuk datang ke acara graduation.

Pergerakannya terhenti saat menemukan kotak biru langit berukuran sedang dia lemari bukunya.

Mengambil kotak itu, keningnya mengkerut. Ia tidak merasa kotak itu miliknya.

Mengangkat kedua bahunya, dia menaruh kembali kotak itu. Nanti, dia akan tanyakan kepada ibunya. Mungkin ibunya mengetahuinya.

Setelahnya dia pergi bersiap-siap. Tidak memerlukan waktu lama. Dalam 30 menit, ia sudah selesai. Menggunakan dress sepanjang lutut berwarna biru langit. Rambutnya dia ikat dengan menyisihkan sedikit poninya.

Sudah merasa rapih. Dia pun bergegas keluar kamar. Tidak lupa membawa kotak yang warnanya senada dengan dressnya.

Melangkah dengan riang gembira, dia turun tangga dengan langkah cepat.

"Selamat pagi, bunda sayang!" memeluk ibunya dari belakang, itu berhasil membuat ibunya terkejut.

"Pagi juga, mau ke sekolah?" tanya Riana lalu di angguki oleh Tasya.

Tasya berpindah tempat ke samping ibunya yang sedang menyiapkan sarapan. Menghirup aroma ayam kecap yang sedang di masak, membuatnya lapar.

"Sarapan dulu, baru setelah itu pergi, yah?" ucap Riana sembari menuangkan ayam kecap itu ke piring.

Friendship of the Heart (Tamat) Where stories live. Discover now