33. Drop

21 7 0
                                    

Suara air terjun yang tenang, hembusan angin menerpa wajahnya. Dengan perlahan Tasya membuka matanya, hal pertama yang ia lihat adalah sungai kecil dengan air terjun dan bunga-bunga yang indah berjajar di pinggir sungai.

Tempat apa ini? apa dirinya sudah mati? Tasya menyelisik tempat ini, indah. Tasya bisa merasakan kedamaian disini.

Kaki tanpa alasnya melangkah menuju sungai itu. Airnya jernih, Tasya sampai bisa melihat batu kerikil yang ada di dasar sungai.

Entah mengapa Tasya tidak merasa asing dengan tempat ini. Apakah ia pernah melihatnya di mimpi?

Tangannya menyentuh air sungai itu yang terasa dingin. Sekejap ia menyadari, tidak ada luka bekas di lengannya.

Tasya pun baru menyadari jika dirinya sekarang menggunakan dress putih polos, rambutnya terurai panjang. Apa yang terjadi pada dirinya?

"Tasya!"

Panggilan itu terdengar. Tasya tak langsung menoleh, dia terdiam mematung. Suara itu, suara yang sudah lama tidak pernah dia dengar lagi.

"Tasya, ini abang!"

Suara itu kembali terdengar, Tasya langsung berbalik badan seluruhnya. Matanya berlinang air mata saat melihat sosok laki-laki berjubah putih yang ada di hadapannya.

"Bang Galen?" lirihnya, tidak tahan untuk menangis. Laki-laki itu mengangguk, tangannya dia rentangkan untuk menyambut pelukan Tasya.

Tasya belari kecil dan langsung memeluk Galen dengan penuh kerindungan.

"Abang..."

"Tasya kangen, abang. Kenapa abang pergi? Tasya kesepian, tau!"

Terdengar kekehan kecil, tangan itu mengusap lembut pucak kepala Tasya. Terasa hangat dan nyaman.

"Tasya..." panggil Galen ada jeda beberapa saat "sudah cukup yah?"

Tasya menggeleng, dia mengeratkan pelukannya. Dia tidak mau melepaskan Galen.

"Abang udah ga ngerasain sakit lagi, abang disini udah tenang."

Tasya semakin terisak, "Tasya mau ikut abang!"

Galen menggeleng, "kamu harus jaga bunda dan papa,"melepaskan pelukan Tasya. Sekarang mereka saling berhadapan.

"Lupain apa yang udah terjadi, jangan menyiksa diri. Ini semua udah takdir, Sya. Ada dan tidak adanya kejadian itu, kematian akan terjadi. Jangan pernah merasa bersalah soal itu lagi yah? abang sayang Tasya." setelah mengatakan itu Galen melepaskan tangannya, dia tersenyum menatap Tasya.

Tasya masih terisak, "abang jangan pergi..." rasanya Tasya ingin mengejar Galen yang pergi, namun, kakinya terasa berat.

"Sehat-sehat adek, abang!"

Itu perkataan Galen sebelum semuanya kembali gelap.

🍁🍁🍁

Suara tenangnya air terjun berganti dengan suara monitor. Harum bunga yang ia hirup berubah menjadi bau obat-obatan.

Tasya membuka matanya dengan pelahan. Lagi. Tasya memimpikan itu lagi. Air matanya kembali menetes.

Dadanya terasa sesak, Galen selalu datang kedalam mimpinya setiap kali Tasya kembali drop.

Dia di suruh untuk melupakan, namun sekuat apa pun ia melupakannya. Pasti aja ada cela yang membuatnya kembali teringat.

"Sayang, kamu sudah sadar? Pa. Panggilin dokter!" pekik Riana yang baru saja masuk kedalam ruang inap Tasya.

Friendship of the Heart (Tamat) Where stories live. Discover now