32. Hilang akal

24 7 0
                                    

Bangun kesiangan, Ban mobil kempes di tengah jalan, dan sekarang kena hukum karena datang telat. Padahal hanya telat 10 menit saja, tidak sampe sejam.

Mulut Tasya tak henti-hentinya mengumpati cowo dengan alametr kebanggaannya, siapa lagi kalau bukan Sakara. Si ketua OSIS tak punya hati.

"Gue suruh lo lari, bukan jalan cepat!!"

"Gue cape anjir, lo ga punya perasaan amat sih, gue pecat juga lo jadi ketua OSIS. Kejam!!"

"Lo punya kuasa?"

Ucapan Sakara mampu membuat Tasya diam. Diam-diam mengumpati.

"Sakaaa, udah yahhh. Sumpah ini panas, kaki gue juga baru sembuh loh. Masa lo tega sih, gue ini perwakilan tim basket putri sekolah. Kalau gue sakit lagi, lo mau sekolah kita kehilangan pemain berbakat kaya gue?"

Sakara memutar bola mata malas, "Sebagai gantinya, lo bersihin perpustakaan!"

"Saka!" Tasya teriak kesal, bukannya mengurangi malah menambah beban. Tasya benar-benar menyumpahi Sakara agar jomblo selamanya.

"Lo ngebantah, gue tambahin hukumannya!" setelah mengatakan itu Sakara langsung pergi begitu saja.

Tasya menghentakkan kakinya, "Pantes aja Hazel pergi, mana tahan dia punya cowo rese kaya dia!"

Hah. Setidaknya perpustakaan jauh lebih baik dari pada lari di lapangan yang panas. Di perpustakaan itu adem dan lebih baik juga Sakara tidak mengawasi. Jadi, itung-itung ia sedang membolos sekarang. Berleha-leha di perpustakaan.

Kata Bu Anggi, penjaga perpustakaan. Tidak ada pekerjaan yang harus ia lakukan, makanya Tasya bisa bersantai.

Ia memilih tempat di pojok dekat jendela, mengambil buku asal sebagai alas untuk ia tidur.

Entah mengapa setiap kali ia masuk ke dalam perpustakaan, matanya terasa berat dan mengantuk.

Baru saja akan menutup mata tiba-tiba dirinya dikejutkan dengan suara buku yang sengaja di jatuh ke meja dengan keras hingga menimbulkan suara.

Kepalanya dia dongakkan ke atas, "Suruh siapa tidur?" tatapan tajam itu bertemu dengan mata sayunya. Siapa lagi kalau bukan Sakara, yang suka sekali menggetraknya.

Tasya menyengir, "Anu... Itu.."

"Kenapa Sak?" suara bariton itu menghentikan ucapan Tasya.

Gadis itu langsung menoleh ke belakang Sakara, dimana Regal, Julva dan Raka datang. Saat melihat kehadiran Raka, Tasya langsung mengalihkan tatapannya.

"Hehe~~tadi gue istirahat sebentar. Ini gue mau bersih-bersih kok!" Tasya langsung beranjak pergi, padahal sebenarnya bukan itu yang ingin ia katakan.

"Tasya, ada apa?" tanya Julva yang menghentikan langkahnya.

Tasya berbalik badan kembali, "Gue dateng telat, gue dapet hukuman buat bersihin perpus," jawabnya.

Raka mengkerutkan keningnya, "Bukannya lo udah di hukum?" katanya, karena tadi dia melihat Tasya yang berlari di lapangan.

"Hukuman tambahan karna ngebantah!" timpal Sakara sembari duduk di kursi.

"Nggak seharusnya lo ngelakuin itu, lari tiga putaran aja cukup, Tasya cuman telat sedikit. Ga usah berlebihan!" katanya membuat Sakara langsung melirik kepadanya.

Sekarang kedua cowo itu saling melempar tatapan dingin. Tasya yang menjadi pusat pembicaraan pun berdehem singkat.

"Gue ga mas---"

"Baru kali ini, gue denger lo ngomong!" ucap Sakara memotong perkataan Tasya dengan sudut bibir terangkat.

Raka hanya diam, tatapannya semakin dingin menatap Sakara. Hawa diantara keduanya sudah tidak enak, Regal yang ada diantara mereka langsung berdiri di tengah agar tatapan mereka berhenti.

Friendship of the Heart (Tamat) Donde viven las historias. Descúbrelo ahora