Chapter 05: Donat

120 28 1
                                    

"AKU ingin donat cokelat."

Ren membuka kedua matanya. Dia mengerjapkan kedua matanya berkali-kali untuk menetralkan pandangan. Dia dapat merasakan tubuhnya terasa berat sekali, serta rambut yang berjatuhan di atas wajahnya dan membuatnya sedikit tak nyaman. Kepalanya sempat bertanya-tanya apa yang terjadi. Namun, dari posisinya, dia dapat melihat Lily yang berada tepat di hadapannya, menindih tubuhnya dengan tatapan polos.

"Lily," Ren memberi jeda. Suaranya berat dan serak, cukup menjelaskan bahwa dia masih mengantuk. "Kau tak boleh sembarang menindih, memeluk, ataupun melakukan hal sensitif lainnya kepada pria dewasa. Y-yah, meskipun aku tak tau berapa usiamu sebenarnya. Namun, tetap saja. Kau tak boleh begitu kepadaku atau siapapun."

Lily terdiam sejenak, lalu mengubah posisinya. Ren menggeliat kecil, lalu ikut mengubah posisinya menjadi duduk. Perempuan yang tengah mengenakan piyama berwarna abu-abu ini pun duduk di tepian kasur, menatapnya dengan tatapan yang Ren tak mengerti bermaksud apa.

"Ada apa?" tanya Ren, menguap. "Ini adalah hari liburku. Apa yang membuatmu datang kepadaku sepagi ini?"

Lily menoleh ke arah jam dinding yang ada di kamar Ren. "Ini pukul sembilan. Kata Marie, akan lebih baik jika seseorang bangun tidur di bawah pukul sembilan pagi."

Ren hanya bisa cengengesan, lalu mengangguk mengerti untuk merespon ucapan Lily. "Baiklah, aku yang salah. Apa maumu?"

"Aku memimpikan donat cokelat tadi malam," jawab Lily. "Lalu, aku jadi sangat menginginkannya ketika aku bangun tidur."

Ren menahan tawanya. Tatapan polos milik perempuan ini membuatnya benar-benar tak tahan untuk meledakkan tawa sekarang juga. Mimpi donat? Apa-apaan itu?

"Apakah donat itu hidup di mimpimu?"

Lily menggeleng.

"Baiklah, berarti kau bukan anak kecil," kekeh Ken. "Kau ingin makan donat?"

Lily mengangguk, ragu.

"Baiklah," Ren tertawa, bangkit dari tempat tidurnya. "Aku akan meminta Claude membelikan donat."

"Hm, tapi di sekitar sini ada yang menjual donat," kata Lily. "Bolehkah aku saja yang pergi membelinya?"

Ren mengernyitkan dahinya. "Kau yakin?"

Lily mengangguk, seketika, dia berbinar. "Kau ingin menemaniku?"

Ren terdiam sejenak. Bukannya dia tak mau, tapi menurutnya, akan menjadi bencana besar jika penjual donat itu mengenalinya dan memberikan informasi itu kepada wartawan atau semacamnya.

"Aku sikat gigi dulu," kata Ren, tersenyum ke arah Lily. "Kau pergilah membeli donat itu. Aku menyukai donat dengan kacang di atasnya."

Lily terdiam, lama sekali. Dari posisi Ren, dia dapat melihat gadis itu duduk dengan tatapan kecewa, persis seperti tatapan yang dia berikan di sebuah pagi dimana Ren memberikannya nama.

Ren tak mengerti. Dia tak suka melihat tatapan itu.

"Oke, oke," Ren menghela napasnya. "Aku akan menemanimu. Kita akan membeli donat bersama."

Senyuman Ren melebar ketika dia melihat ekspresi kecewa Lily seketika berubah menjadi tatapan berbinar. Gadis itu pun mengangguk semangat, lalu berjalan keluar dari kamar Ren untuk bersiap-siap dan menunggu Ren di luar.

Ren bersyukur dia membawa Marie ke sini. Lily benar-benar menyukai Marie. Tak hanya itu, Marie selalu mengajarkan hal-hal baik dan berguna kepada Lily sehingga Lily mengetahui banyak hal, mengingat ketika Ren pertama kali bertemu dengan Lily, Lily adalah orang yang sangat pendiam dan tak tau akan banyak hal. Sejujurnya, Ren ingin mengetahui apa yang sudah Lily lalui. Apakah Marie mengetahui banyak hal mengenai masa lalu Lily karena mereka berteman? Marie tampak seperti teman yang baik bagi Lily. Mungkin, Ren harus menaikkan gaji Marie nanti.

Safest HavenWhere stories live. Discover now