Chapter 07: Moonwalk

118 25 0
                                    

BARU saja Ren hendak berjalan menuju dapur, langkahnya terhenti ketika dia melihat lampu di ruang tengah menyala. Bukan lampu utama, tapi lampu lantai yang menjulang tinggi dengan cahaya berwarna kuning. Ren mengernyitkan dahinya, berjalan mendekat ke arah seorang perempuan yang baru saja menyalakan televisi dan mengambil posisi di atas sofa.

"Kenapa belum tidur?" tanya Ren, membuat Lily terlonjak kaget. "Ah, maaf mengagetkanmu. Apa yang kau lakukan semalam ini?"

Lily terdiam sejenak, memandangi jemari kakinya. "Aku tak bisa tidur."

Ren berdiri di hadapan Lily, memandangi perempuan itu, menunggu jawaban lengkapnya. "Sesuatu mengganggu pikiranmu?"

Lily mengangguk. "Aku lapar."

Ren menahan tawanya. Apa ini? Dia tak bisa tidur karena lapar?

"Kau ingin makan apa?" tanya Ren, meraih lengan Lily untuk berdiri dan ikut dengannya ke dapur. "Aku akan membuatkanmu makanan."

Mata Lily berbinar. "Spaghetti."

"Spaghetti?"

Lily mengangguk. "Aku melihatnya di televisi dan Marie memberitahuku resepnya, tapi aku tak bisa masak. Aku bahkan tak tau cara menyalakan kompor."

"Baiklah," Ren mengangguk, mengerti. "Duduk di sini dan aku akan membuatkanmu spaghetti, lalu kita makan bersama di depan televisi. Oke?"

Lily tersenyum senang, lalu mengangguk. Dia pun menurut, duduk dengan tenang di sudut dapur, menopang dagunya memandangi Ren dengan sabar. Ren mulai menyiapkan bahan-bahannya dan menjalankan prosedur resep spaghetti yang biasa dia gunakan. Ren tak terlalu pandai memasak, tapi setidaknya, dia bisa membuat resep spaghetti yang dapat terbilang cukup gampang.

Setelah selesai dengan urusan memasaknya, Ren dan Lily pun berjalan menuju ruang tengah, menata makanan mereka dengan rapi di atas meja bundar di hadapan televisi. Ren lebih suka makan di meja makan, tapi rasanya sedikit aneh jika dia dan Lily makan di ruang makan pada malam yang sesunyi ini. Apalagi, Lily suka menonton televisi dan mungkin, Lily akan lebih menikmati makanannya jika menonton acara yang dia suka.

"Bagaimana rasanya?" tanya Ren, penasaran.

Lily yang terdiam sejenak untuk menganalisis rasanya, lantas tersenyum manis. "Enak."

Ren ikut tersenyum.

"Kenapa tidak ada acara televisi ataupun serial yang menarik?" tanya Lily, memasang wajah kecewanya.

Ren yang sedang mengunyah makanannya, lantas menoleh ke arah layar televisi yang cukup terang di hadapannya. "Ini pukul dua pagi dan semua orang tertidur. Itulah kenapa."

"Karena tidak ada yang akan menontonnya?" tanya Lily.

Ren mengangguk, lalu menunjuk ke arah televisi. "Mungkin saja. Oh, ada acara televisi tentang bunga."

Mata Lily berbinar. "Kau benar."

"Mereka sedang membicarakan bunga teratai," ujar Ren, mengunyah makanannya. "Seperti namaku."

Lily menoleh ke arah Ren. "Ren?"

Ren mengangguk. "Ren."

"Apa maksudnya?"

"Ren artinya bunga teratai dalam bahasa Jepang," kata Ren, tersenyum ringan. "Yah, bibiku bilang, ibu kandungku asal Jepang, ayah kandungku adalah orang Amerika. Namun, ayah dan ibu angkatku sepenuhnya orang Amerika."

Lily terdiam, sangat lama. Dia memandangi Ren yang sibuk menyuap makanannya dengan santai, tanpa sadar bahwa obrolan mereka cukup dalam untuk dua orang yang sedang dipeluk oleh sebuah malam yang dingin.

Safest HavenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang