Chapter 12: Bersalah

90 23 3
                                    

MIKE menghela napasnya kasar. Saat ini, dia sudah berada tepat di depan pintu rumah Amelie. Amelie memang seorang gadis desa yang tinggal jauh dari kota. Rumahnya sederhana, terletak di pinggiran jalan raya yang tak terlalu besar. Mike yang mengenakan pakaian tebal sebagai pelindung dari suhu dingin yang mulai mencekam, mempererat mantelnya. Dia mengenakan topi dan masker, sesuai arahan Claude. Meskipun kecil kemungkinan dia ketahuan sebagai seorang bintang, tapi tak ada salahnya berjaga-jaga. Lagipula, jika dibandingkan Ren, Mike jauh lebih patuh jika diberitahu oleh Claude.

Ting tong.

Mike melipat kedua tangannya di depan dada. Jantungnya berdegup kencang, rasanya sudah ingin copot saja. Mike mendesah pelan, terlalu takut membayangkan apa yang akan terjadi beberapa menit ke depan. Apakah Amelie akan mengusirnya? Apalah Amelie akan mengizinkannya untuk berbicara? Setelah semua naik turun kondisi hubungan mereka yang telah membuat Mike dan Amelie sama-sama lelah, apakah Amelie masih mau mendengarkannya?

"Siapa?"

Mike terdiam, cukup lama. Mike menelan salivanya.

"Aku."

Hening. Cukup lama.

Ceklek.

Amelie tampak sangat ragu, sekaligus bingung. Setelah beberapa detik bertatapan, Amelie buru-buru menutup pintu kembali, tapi Mike menahan pintu tersebut, menarik tangan Amelie untuk tidak lari darinya.

"Ada apa?" tanya Amelie. "Kau tiba-tiba saja ke sini. Mengagetkan. Lepaskan tanganku."

"Tidak," Mike menggeleng, menolak untuk melepaskan tangan Amelie. "Kau akan bersama pria lain?"

Amelie terdiam sejenak. "Apa pedulimu? Kita sudah bukan apa-apa."

"Berita itu membuat hatiku berantakan," ujar Mike. "Siapa lelaki itu?"

"Mike, aku tak mengerti," ujar Amelie, menepis tangan Mike. "Kau jelas sibuk dengan hidupmu. Kita memiliki banyak sekali perbedaan. Pendapat, cara pandang, apapun. Itu yang membuat kita terus-terusan berada dalam perdebatan dan perpisahan."

"Ya, kita punya banyak perbedaan," balas Mike. "Aku tak punya banyak waktu untukmu. Aku minta maaf. Aku juga egois karena sudah memutuskanmu, tapi malah datang lagi setelah mendengar berita pertunanganmu."

"Jadi, kau sadar."

"Namun, aku tak pernah meninggalkanmu. Aku selalu menjagamu, meskipun kau tak tau caraku. Aku sangat menyayangimu, meskipun terdengar klise," Mike menghela napasnya berat. "Aku tak ingin kehilanganmu, Amelie."

"Padahal, kau bisa mencari perempuan yang jauh lebih baik," gumam Amelie. "Tak bisa?"

"Bisa," jawab Mike, singkat. "Tapi, aku tak mau."

Amelie hanyalah seorang gadis desa. Dia memiliki kehidupan yang sederhana, anak sematawayang dari orang tuanya, dan bekerja sebagai pelayan restoran. Namun, Mike sangat menyukainya. Tak peduli dengan status sosial atau apapun, lelaki yang merupakan bintang besar dari band terkenal di dunia itu jatuh hati kepada perempuan biasa.

"Egois sekali," ujar Amelie, terkekeh mentah. "Kau menginginkanku, tapi meninggalkanku. Lalu, datang lagi semaumu."

Mike terdiam sejenak. Dia tak berani menatap wajah Amelie yang tanpa dia lihat pun, dia percaya perempuan itu sedang menampakkan wajah marah sekaligus sedih. Dia selalu membuat Amelie sedih.

"Aku selalu menyakitimu, ya," Mike menghela napasnya, berat. "Maafkan aku, Amelie."

"Ya."

"Namun, aku tak mengerjarmu saat kau pergi bukan karena aku tak cinta padamu," ujar Mike, lirih. "Aku hanya ingin kita berhenti untuk saling menyakiti. Kau selalu tersakiti karenaku. Aku tak pernah ada untukmu. Kau pasti kesepian dan sakit karenaku."

"Kau juga pasti kesulitan untuk menuruti sifat kekanakanku yang selalu menuntut perhatian, padahal kau sendiri juga sibuk dan kesulitan menemuiku karena disorot dimana-mana," ucap Amelie, sepertinya amarahnya mulai mereda. Kesedihan lebih mendominasi. "Aku juga minta maaf, Mike."

Amelie lahir di sebuah keluarga sederhana yang memiliki cicilan dimanapun. Orang tuanya sudah tua sehingga Amelie yang menanggung semua biaya. Mike selalu menjadi orang yang diam-diam membayar semua cicilan itu di belakang Amelie tanpa sepengetahuan Amelie. Salah jika Amelie merasa Mike tak pernah peduli padanya. Mike selalu peduli padanya. Hanya saja, situasi dan perbedaan isi kepala yang membuat mereka kesulitan menjalani hubungan.

"Apa yang membuatmu ke sini?" tanya Amelie, memecahkan keheningan yang mulai mendominasi. "Seperti bukan kau. Kau yang biasanya akan membiarkanku pergi, apapun keadaannya."

"Biasanya aku membiarkanmu pergi, tapi apakah kau tau kondisi hatiku?" Mike balik bertanya.

Amelie terdiam. Hening kembali.

"Aku akan pulang. Aku ke sini hanya untuk melihatmu. Lagipula, aku selalu menyakitimu," ujar Mike. "Aku pun ingin kau bahagia dengan pria yang lebih bisa terus bersamamu."

Mike pun berjalan menuju mobil di pinggir jalan yang saat ini dihuni oleh sopir dan asistennya. Mike merogoh saku celananya, lalu mencari kontak Ren. Setelah membiarkan nada sambung itu berputar cukup lama, Mike pun mendengar suara Ren yang terdengar berat sekali.

"Halo."

"Sialan, kau tak tau ini pukul berapa?" tanya Ren. "Ini pukul dua pagi di Jepang."

"Aku gagal."

Ren terdiam sejenak. "Gagal apa?"

"Amelie."

"Ah… sudah kuduga," ucap Ren mendesah, terdengar kesal. Bukan dengan Mike, tapi dengan situasinya. "Semuanya akan menjadi rumit jika kau bermain-main dengan perasaan. Ada banyak waktu sebelumnya, tapi kau justru memilih datang saat semuanya sudah terlambat. Apa yang kau harapkan? Dia meningggalkan tunangannya demi dirimu?"

"Aku hanya berpikir kami terus menyakiti satu sama lain dan tak ada solusi yang lebih tepat selain berpisah," kata Mike, tegas. "Aku tak mau menyakitinya terus. Itu yang kulakukan."

"Apakah dia keberatan?"

Mike tertegun. Keberatan? Apa maksudnya?

"Maksudmu?"

"Apakah dia keberatan dengan kehadiranmu sehingga kau seenaknya merasa bersalah sampai menarik diri begitu?" tanya Ren. "Aku tau kau bodoh, tapi kau tak berhak membuat keputusan seenaknya, padahal hubungan itu milik kalian berdua. Dia memang sakit karenamu, tapi apakah menurutmu, kehilanganmu juga tak sakit baginya?"

Selama ini, Mike selalu berpikir mereka harus berpisah agar Mike tidak menyakiti Amelie lagi. Mike selalu sibuk dan tak pernah ada untuk Amelie. Belum lagi, ada banyak media yang menjodoh-jodohkannya dengan penyanyi lain, Mike yakin, itu menyakiti Amelie. Mike bahkan tak sempat berada di dekat Amelie saat orang tua Amelie meninggal. Mike adalah pasangan yang buruk dan bagi Mike, egois jika dia memaksakan hubungan mereka dan menuntut Amelie untuk terus mengerti.

Namun.

Namun, Amelie tak pernah keberatan dengan semua itu.

Mike yang terus-terusan dilanda rasa bersalah dan menyalahkan dirinya, lalu memutuskan hubungan mereka dengan alasan agar Amelie tidak tersakiti lagi. Mike terlalu takut untuk menjadi egois… padahal, kepergiannya justru adalah hal yang paling egois.

"Jadi, akhir dari kekhawatiranku adalah rasa sakit," ujar Mike, tersenyum mentah. "Padahal, Lily sudah menyemangatiku."

Ren menghela napasnya, berat. "Semuanya akan berlalu."

Bukankah tak ada perasaan yang permanen? Bahkan rasa sakit, kekhawatiran, kesedihan, ketakutan, apapun itu… semuanya akan berakhir.

Namun, malam ini, malam yang diselimuti salju tebal ini benar-benar menyakiti Mike.

Safest HavenWhere stories live. Discover now