Chapter 27: Pusat Kota

112 22 1
                                    

"YAH, ini pukul sebelas malam. Aku yakin, Ren dan Claude belum tertidur, tapi setidaknya, mereka sudah di atas tempat tidur masing-masing dan takkan mencari kita," ujar Mike, menghela napasnya. Saat ini, mereka sudah berada di atas mobil. Penjaga yang bertubuh besar dan memiliki wajah Asia karena memang orang Jepang dan dibayar untuk menjaga Claude, Ren, Mike, Lily, dan lain-lain untuk berada di sini itu baru saja membawa mobil ini keluar dari pinggiran desa ini. "Ah, kenapa janggut ini sangat gatal. Aku curiga Claude membuatnya sendiri, bukannya membelinya."

Mike sengaja membawa sekitar tiga orang penjaga untuk ikut bersama mereka. Satu orang untuk menyetir dan dua orang untuk mengikuti langkah mereka selama berjalan-jalan di pusat kota. Meskipun terkadang, Mike bersikap kekanakan dan setiap orang yang ada di sekitarnya pasti menilai begitu, tapi dia bukanlah orang yang sembrono dalam memutuskan sesuatu dan dia cukup paham kalau band Paradise adalah band besar sehingga rasanya, tetap ada kemungkinan bagi orang-orang di pusat kota untuk mengenali dirinya. Namun, Mike yakin, malam ini takkan datang dua kali. Dia selalu menyukai keramaian dimana orang-orang membeli makanan dari kios ke kios dan kerumunan orang-orang yang juga sedang menghabiskan malam bersama teman ataupun orang terkasihnya.

Mereka pun turun ketika mereka tiba di pusat kota, lalu mobil mereka berlalu untuk mencari tempat parkir terdekat. Pusat kota ini luar biasa. Ada lampu dimanapun. Aroma makanan Jepang menguar, menggelitik hidung. Belum lagi, ada orkestra di pinggiran jalan dengan penampung recehan di dekat alat orkestra yang dimainkan tersebut. Orang-orang yang ada di jalanan ini menampakkan semburat senyuman hangat, entah karena acaranya atau karena ditemani orang yang istimewa bagi mereka.

"Ah, aku bersemangat sekali," ucap Mike bertepuk tangan kecil, mengekspresikan antusiasmenya. "Apakah ada sesuatu yang ingin kau beli, Lily? Aku akan membelikannya."

Lily tertegun. Rasanya, dia pernah mendengar kalimat itu sebelumnya. Tepat ketika mereka berada di festival musim dingin tahun lalu, sebelum Ren membelikannya jepitan rambut bermotif teratai yang hilang di pantai beku waktu itu.

"Tidak ada," jawab Lily, tersenyum ringan. "Ayo jalan-jalan, Mike."

Mike mengangguk, lalu berjalan berdampingan dengan Lily. Beberapa kali, Mike berdecak sebal karena dia merasa janggut yang dia kenakan sangat membuatnya merasa tidak nyaman dan membuatnya semakin merasa gerah, meskipun malam ini sebenarnya dingin.

"Lihat, ada topi rajut yang lucu sekali," kekeh Mike, menunjuk jajaran topi rajut yang ada di sebuah kios. "Sepertinya cocok padamu, Lily."

Lily hanya memandangi topi rajut tersebut. Rasanya, dia lagi-lagi mengingat Ren. Topi rajut adalah hadiah natal yang dia berikan untuk Ren, meskipun malam itu, mereka malah berdebar karena obat tidur dan Lily tak bisa memberikan hadiah itu kepada Ren dengan baik.

"Hey? Kau diam saja," Mike melambaikan telapak tangannya di depan wajah Lily, membuat lamunan perempuan itu seketika buyar. "Kau tak suka?"

"Kau malah lebih fokus mencarikan barang untukku," kekeh Lily. "Lebih baik, cari sesuatu yang kau suka dulu, Mike."

"Aku selalu jadi bingung jika sudah begini. Padahal, tadi di rumah, aku memiliki banyak sekali rencana," ucap Mike. "Baiklah, kita jalan-jalan saja dulu."

Mike dan Lily pun kembali berjalan berdampingan. Jujur saja, jalanan ini cukup padat sehingga Lily dan Mike benar-benar bisa bersinggungan fisik dengan orang yang berjalan berlawanan arah.

"Mike, disana ada yakisoba seperti yang kau perlihatkan tadi. Bukankah kau bilang ingin sekali membelinya?" tanya Lily, menoleh ke arah kanan. Sepersekian detik, Lily pun menghentikan langkahnya ketika dia menyadari bahwa Mike sudah tidak berjalan bersebelahan dengannya. Sepertinya, kerumunan ini membuat mereka berpisah dan itu adalah sebuah hal yang wajar. Lily juga salah karena tidak memperhatikan dan kini, mereka jadi kehilangan satu sama lain.

"Ah, Mike, kau dimana…" gumam Lily, khawatir. "Penjaga juga tak keliatan. Tempat ini terlalu ramai."

Tap.

Lily melebarkan matanya ketika dia merasa tangannya digandeng oleh seseorang. Telapak tangan yang lebih besar dan terasa hangat. Mike tersenyum.

"Kupikir, aku akan kehilanganmu di antara kerumunan orang," kata Mike, tertawa. "Baiklah, jangan terpisah, Lily."

Mike berjalan sedikit lebih di depan langkah Lily. Lelaki itu memegang tangan Lily erat, memandu jalan dan Lily mengikutinya di belakang. Lelaki itu mengenakan pakaian cokelat. Lily dapat melihat jelas punggung dan bahunya yang lebar, selama ini dia tak pernah memerhatikannya karena dia dan Mike tak pernah berjarak sedekat ini sebelumnya, entah secara fisik ataupun perasaan.

Namun, lagi-lagi, Lily merasa kalau ini mengingatkannya kepada Ren. Lelaki itu juga menggandeng tangannya erat ketika mereka berada di antara kerumunan orang di festival musim dingin.

Namun, Lily dapat merasakan kehangatan yang berbeda. Ren terasa hangat, tapi dingin. Mike terasa hangat, tanpa tapi. Meskipun begitu… Lily merasa dia lebih nyaman jika bersama Ren, sekalipun lelaki itu tidak sehangat Mike dan tidak sejenaka Mike. Namun, alasan ataupun keberadaan perbedaan itu bukanlah sesuatu yany bisa Lily jelaskan.

"Ini lucu sekali," ujar Mike, berhenti di sebuah kios. Meja kecil kios itu menampakkan jajaran gantungan kunci. Salah satunya, yang dipegang oleh Mike, adalah gantungan kunci berbentuk gitar.

Lily tersenyum tipis. Dia mengerti alasan Mike tertarik kepada gantungan kunci gitar itu karena Mike adalah gitaris inti di band Paradise.

Mike pun membeli dua gantungab kunci gitar itu, lalu menyodorkan satunya kepada Lily. "Untukmu."

Lily mengernyitkan dahinya. "Untukku?"

Mike mengangguk. "Gantungan kunci gitar dari seorang gitaris."

Lily tersenyum, lalu meraih gantungan kunci tersebut. "Terima kasih, Mike."

"Ada satu hal yang sangat aku ingin coba," ucap Mike, berjalan menarik tangan Lily untuj mengikuti langkahnya. Tak jauh dari kios itu, mereka pun berhenti di sebuah pohon yang rantingnya digantungi banyak sekali tali dan kartu. "Ini pohon permintaan."

"Pohon permintaan?" tanya Lily.

"Kau akan menulis keinginanmu di sebuah kartu, lalu menggantungkannya di pohon ini," jawab Mike.

Lily mengangguk, mengerti. "Sepertinya, mudah."

Mike pun memberikan salah satu kartu dan pulpen kepada Lily.

Mereka pun menuliskan permintaan mereka masing-masing di atas waktu tersebut. Lalu, mengikatnya ujungnya dengan tali agar mereka bisa menggantungkan kartu itu di ranting pohon, seperti kartu lainnya.

"Sudah?" tanya Mike.

Lily mengangguk.

Kebahagiaan Ren.

Kebahagiaan Lily.

Safest HavenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang