Chapter 32: Everytime

109 20 3
                                    

SUDAH setahun berlalu sejak kejadian waktu itu. Keith resmi dipenjarakan dan berita itu tersebar dengan sangat cepat di media manapun. Meskipun itu bukanlah tujuan awal Ren, tapi namanya naik lagi sejak berita mengenai Keith tersebar luas dan mendapatkan banyak empati dari banyak orang. Ren menjalani beberapa pengobatan setelah itu, terutama untuk kesehatan mentalnya. Entah karena kejadian waktu itu ataupun karena kasus yang pernah melahap nama besarnya. Namun, saat ini, sejak berita Keith, nama Ren Walters kembali naik. Di samping itu, Ren memang tak terbukti bersalah atas apa yang sudah dituduhkan kepada dirinya sehingga sejujurnya, tak ada bukti yang cukup bagi semua orang untuk membenci dirinya.

Claude dan Mike menyarankan Ren untuk memberi pelajaran kepada Chuck Davis. Namun, Ren enggan untuk mengurus hal itu. Selain tak penting, Ren juga merasa kalau berita mengenai Keith sudah cukup untuk membuat Chuck merasa ketakutan karena dia takkan merasa aman setelah ini, sudah tak ada tempatnya berlindung. Itu sudah cukup menjadi pelajaran baginya. Lagipula, Chuck yang membisikkan kepada Ren bahwa dia melakukan hal itu demi uang, menyiratkan jelas bahwa dalang yang sebenarnya adalah Keith.

"Baiklah, lakukan dengan cepat. Jangan mengulur waktu," ujar Claude, melirik jam tangannya. "Aku akan berada di depan bersama para penjaga."

Ren mengangguk, lalu berjalan memasuki rumah lamanya. Rumah besar yang harus dia tinggalkan karena dia akan pindah ke rumah baru, rumah yang jauh lebih baik. Sementara waktu ini, dia tinggal bersama Claude dan Mike. Setelah dia pindah ke rumah barunya pun dia hanya akan menaruh barang-barangnya di sana. Setelah itu, dia akan menetap di rumah Claude. Menurutnya, memang lebih baik begitu agar dia tidak merasa kesepian dan memiliki teman untuk melakukan berbagai kegiatan untuk hari-hari baru, seperti yang terapisnya sarankan.

Ren tertegun ketika dia membuka pintu transparan yang menghubungkannya ke halaman belakang. Halaman belakang itu tak sebagus dulu lagi. Semua tanamannya sudah layu, bunga-bunga yang selalu membuatnya tenang tiap pagi ketika dia menyesap secangkir kopi ataupun sarapan di meja bundar halaman belakang, kini sudah layu karena rumah ini sudah ditinggalkan sejak lama. Hari ini sudah dua tahun sejak kasus Ren waktu itu. Rasanya mungkin cepat sekali bagi setiap orang, tapi bagi Ren... rasanya hampa.

Rasanya, perpisahan adalah gerbang yang menuntunnya pada kehampaan.

Ren menghela napasnya berat ketika dia melihat bangku yang ada di halaman belakang tersebut. Dia bisa melihat bayangan Lily yang waktu itu mengenakan dress putih bermotif bunga Lily sambil menunduk dalam, seperti anak kecil yang kesal karena dilarang untuk makan permen. Dia juga bisa melihat bayangan dirinya yang berjongkok di hadapan Lily, menyodorkan bunga Lily putih itu sambil tersenyum, mengubah nama 108 menjadi Lily.

Rasanya begitu menyesakkan bagi Ren. Meskipun dia tak pernah membahas Lily di hadapan Claude, Mike, dan Marie sejak kepulangan mereka dari Jepang, tapi sejujurnya, dia selalu memikirkan Lily. Dia tak pernah tak memikirkan Lily. Lily adalah orang yang paling dia pedulikan. Mungkin, semua orang di sekitarnya berpikir dia sudah melupakan Lily.

Lily adalah orang yang paling, paling, paling dia cintai. Mana mungkin dia baik-baik saja sejak dia kehilangan Lily?

Dia ingin sekali membawa Lily kembali padanya. Namun, dia terlalu takut. Dia takut kalau Lily kembali terkena masalah karenanya. Wajah Lily yang terpampang di televisi sepanjang hari pada setahun yang lalu saja sudah lebih dari menyakitinya. Apalagi, Lily saat ini berada di tempat yang jauh lebih aman.

Ren menelan salivanya, menelan kepedihan yang hanya bisa dia tahan di dalam dadanya. Sepersekian detik, Ren berbalik badan, lalu sedikit kaget ketila mendapati Marie yang sedang berdiri di depan pintu kaca tersebut.

"Ah, maaf aku mengagetkanmu, Tuan," ucap Marie. "Aku hanya ingin meminta izin memasuki ruang musikmu. Aku ingin mengambil sebuah piringan hitam yang mungkin kau miliki."

Safest HavenWhere stories live. Discover now