Chapter 08: Teratai

108 24 0
                                    

"KAU tau apa yang sangat kucintai dari negara ini?" kata Ren. "Semua orang di sini memiliki konsep you do you, I do me. Aku ingin sekali tinggal di sini."

"Ya, ya, tak usah terlalu cepat menyimpulkan sesuatu. Semua negara punya plus minus masing-masing," ujar Claude dengan mata yang fokus ke buku tebal di hadapannya. "Lalu, apa yang terjadi denganmu hari ini? Kenapa kau tiba-tiba meminta mantel tebal yang baru?"

"Yah, di sini akan ada festival musim dingin," Ren menaikkan kedua bahunya. "Kau pernah menonton anime, bukan? Ada festival di setiap musim. Aku akan berjalan-jalan untuk melihat-lihat festival di daerah ini."

Claude menatap Ren, mengernyitkan dahinya, sedikit tajam. "Tidak."

"Apa maksudmu tidak?"

"Kau takkan kemanapun, Tuan," kata Claude. "Kemarin kau keluar membeli donat dan kuanggap itu sebagai suatu keberuntungan karena penjual donat itu tidak mengenalmu, tapi untuk sebuah festival? Ah, tidak, tidak. Jangan harap aku mengizinkanmu."

"Bagaimana denganku?" tanya Mike yang sedang sibuk menonton televisi bersama Lily dan Marie, tiba-tiba memasuki obrolan. "Aku juga ingin menghadiri festival di sini. Ada banyak makanan Jepang."

"Baiklah, hentikan. Daripada bersenang-senang, coba pikirkan kerugian yang bisa kalian dapatkan jika ada yang mengenali kalian dan wajah kalian terpampang di berita Amerika keesokan paginya," Claude bangun dari duduknya, berkecak pinggang. "Apa yang akan kalian dapatkan? Huh? Ayo jawab."

"Berita?"

"Lebih dari sekedar berita, tuan-tuan. Kalian kehilangan kesempatan untuk berlibur di sini karena paparazzi bisa jadi memantau kita setelah mengetahui keberadaan kita."

"Baiklah, Claude, kau berlebihan," kata Mike. "Ini kota kecil. Aku bahkan tak melihat taksi di sini. Orang-orang menggunakan sepeda untuk bepergian kemanapun. Ayolah, tak ada yang mengenal Paradise. Bahkan, orang-orang di Tokyo sekalipun mungkin tak terlalu mengikuti perkembangan musik barat, apalagi orang-orang di kota ini. Ini bukan penghinaan. Ini sebuah pujian."

Ren menyeringai, bertos ria dengan Mike, sebagai tanda persahabatan sekaligus kesamaan opini mereka.

Claude terdiam sejenak, sangat lama. "Kapan acara itu digelar?"

"Yah, seharusnya, malam ini."

"Hm," gumam Claude. "Kalian takkan pergi kemanapun."

"Kupikir, jika aku berjalan-jalan sebentar menelusuri merah lentera festival nanti malam, aku akan tidur dengan nyenyak seminggu ini. Kau tau, hal itu bisa menjadi obat dari beratnya kepalaku," ucap Ren.

Claude terdiam lagi. Dia menatap Ren dan Mike secara bergantian, mendapati dua pasang mata penuh harap seperti sepasang bayi yang baru bisa merangkak. Claude memutar kedua bola matanya malas, lalu menghela napas pasrah. Ibarat kata, kesehatan pikiran dan kebahagiaan Ren adalah segalanya bagi Claude. Claude tau, sebesar apa pergulatan yang selalu singgah di dalam kepala Ren terkait popularitasnya, keluarganya, dan sebagainya. Maka dari itu, jika hal kecil yang Claude nilai sebagai sesuatu yang tak penting ini memang berharga bagi Ren, maka Claude pasti akan mempertimbangkannya lagi.

"Baik," Claude memberi jeda. "Dengan syarat, aku harus ikut."

"Ah… kenapa kau harus ikut," cibir Mike, kecewa. "Padahal, aku sudah berniat untuk mencari seorang pacar di kerumunan itu. Maksudku, pasti ada banyak perempuan Asia yang cantik."

"Hentikan niat anehmu itu. Lagipula, orang-orang di sini tak berniat mencari pacar di tempat umum sepertimu," kata Claude. "Bagaimana dengan Lily? Apakah dia ikut?"

Safest HavenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang