Bab 1 : Auriga Bersaudara

13.2K 656 49
                                    

"Tolol. Bisa gak sih sehari aja lo gak bikin ribut?" Si manik merah menekan kuat luka sobekan di bibir kembarannya menggunakan kapas yang telah diberi alkohol.

"Je anjing! Lo mau memperparah luka gue apa gimana?!" Protes sosok yang lain sembari menjauhkan dirinya dari sang kembaran.

Taufan meringis dan menjerit kesakitan ketika telinganya ditarik kuat oleh Halilintar, memaksa sang pemilik manik sapphire itu untuk kembali mendekat agar mudah di obati. Halilintar hanya mendengus dan dengan telaten mengobati semua luka yang ada ditubuh Taufan, udah jadi kebiasaan.

Dengan sentuhan terakhir, Halilintar memukul kuat bagian belakang kepala Taufan, membuat sang korban dari kekerasan Halilintar itu kembali berteriak karena kaget sekaligus sakit. Pedes cuy.

"Je please, udahan bully guenya dong. Maap deh, tadi kelepasan." Kata pemuda memohon maaf. Kayak gak ikhlas.

"Lo minta maaf ke anak-anak sana, gara-gara lo buat ulah jadi batal nongkrong, padahal Gopal udah planning dari lama loh." Ujar Halilintar sembari memasukkan obat-obatan yang ia pakai tadi ke dalam P3K dan menyimpannya ke dalam dashboard mobil.

Taufan hanya mengangguk mengerti, di dalam hati pemuda itu juga merasa bersalah pada teman-temannya, karena ulahnya, mereka harus membatalkan acara yang sudah mereka rencanakan dari jauh-jauh hari.

"Oni sama Anya balek jam berapa Je?" Tanya Taufan ketika Halilintar menghidupkan dan menjalankan mobil untuk keluar dari area universitas.

Halilintar melirik jam yang tertera di layar radio mobil dan menjawab, "Udah balek keknya, kenapa?"

"Abis jemput mereka jajan yok, mau mekdi hehe." Cengiran lima jari Taufan lemparkan ke Halilintar.

Si manik merah mendesah pelan, gini nih yang bikin dompet Halilintar kering, adik-adiknya ini kalo udah sakit demennya nguras isi dompet Halilintar, padahal mereka udah bisa ngasilin uang sendiri tapi masih aja suka nyuri dompetnya.

"Bayar masing-masing."

"Loh kok gitu? Uang lo kan banyak Je, boleh dong traktir adik-adiknya sesekali." Taufan menaik-turunkan alisnya menggoda sang kembaran.

"Uang makan lo semua itu."

"Yaudah uang makannya dipake buat jajan aja."

"Besok gak makan mau?"

"Loh gak bisa gitu dong Je!"

"Bisa."

"Gak bisa!"

--------------

Blaze menguap bosan, manik jingga nya menatap malas kearah adiknya, Thorn, yang kini sedang asik menyiram tanaman-tanaman di rumah kaca milik sekolah.

"Nya, udah dong, mau sampai kapan lo nyiramin ni bunga? Gaada anggota lain kah? Rasanya gue tengok dari kemaren cuma lo sendiri yang ngapel kemari dah." Kata pemuda itu sembari memain-mainkan daun-daun kering yang berguguran di pot pot tanaman.

"Mereka ada keperluan lain katanya, kak Oni kalo mau balek, duluan aja, aku bisa pulang sendiri kok." Ujar Thorn.

Dahi Blaze awalnya mengerut ketika mendengar alasan klise dari anggota pengurus rumah kaca ini, namun Blaze dengan cepat menggeleng ketika Thorn mengatakan ingin pulang sendiri, "Gabisa! Nanti lo nyasar lagi gimana?! Bisa-bisa gue di smekdon sama Jendra nanti." Ucapnya dengan takut, teringat akan kejadian dimana ia di smekdon oleh Halilintar. Sekujur tubuh Blaze seketika merinding.

"Ayo dong Nya, tadi Arsa nelpon katanya mau jemput bareng Jendra, mau jajan mekdi gak lo?" Bujuk Blaze.

"Kak Jendra traktir?" Manik hijau Thorn berbinar, tergiur akan bujuk rayu dari Blaze.

ATLAS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang