Bab 19 : Tugas Seorang Kakak

3.8K 439 45
                                    

Halilintar menatap amplop di tangannya ini dengan perasaan campur aduk. Pertama, dia gak terlalu peduli sebenarnya, kedua, dia akan membuat adik-adiknya sedih, terutama Taufan. Halilintar takut Taufan kecewa.

Jadi untuk saat ini, Halilintar akan menyembunyikan benda itu, dia akan menjawab ketika saudaranya bertanya, ia tak menyembunyikan, ia hanya diam.

Sulung dari Auriga ini pun langsung naik ke lantai atas dan menemukan keempat adiknya duduk di sofa di depan televisi. Yang pertama kali sadar akan kehadiran Halilintar adalah Gempa.

"Je, kamu gak papa kan?" Pertanyaan dari Gempa mengalihkan perhatian tiga orang lainnya.

Halilintar tak menjawab, pemuda itu hanya menghampiri Taufan dan meraih wajah kembarannya itu, mengecek keadaannya, membuat Taufan bingung.

"Apa woi? Jauh-jauh dodol! Geli anying, gausah pegang-pegang!"

Ingin sekali Halilintar menampol kembarannya itu.

"Dia udah makan gak, Na?" Tanya Halilintar pada Gempa.

Gempa menggeleng sebagai jawaban, "Belum, sebelum kakek muncul rencananya mau makan, tapi gak jadi. Semenjak kamu ngilang, Arsa gak-... Aduh!" Gempa langsung mendelik tajam pada Taufan yang dengan tega mencubit pinggangnya.

Halilintar menghela nafas, dengan tega ia mencubit kuat pipi kanan Taufan, "Ndra, tolong ambilin glukometer* di kotak P3K di dapur, kalo gak tau bentukannya gimana bawa aja kotak P3K nya kesini." Pintanya pada Solar, mengabaikan protesan Taufan yang meringis sakit sambil memukul-mukul lengannya, meminta untuk di lepaskan.

Solar langsung mendengus, "Aku tahu bentukannya, jangan remehkan aku."

"Gak ngeremehin, siapa tahu otak pintar lo itu menciut kek otak nya Arsa."

"Kuwang ajaw, sakhiitt Jee! Lepwaashhh!"

Mendengar itu Halilintar langsung melepaskan cubitannya pada pipi kanan Taufan, Solar pun juga langsung pergi ke dapur untuk mengambil barang yang Halilintar minta. Ketika Solar kembali, pemuda berkacamata itu langsung menyerahkannya ke Halilintar. Sulung Auriga itu pun duduk di samping Taufan dan meraih lengan kiri kembarannya itu

"Fang ngasih tau keadaan gue ya?" Tanya Halilintar sambil memasang jarum pada pen lancet*.

"Ya." Jawabnya singkat, Taufan hanya membiarkan ketika Halilintar membersihkan jari telunjuknya menggunakan alkohol.

"Gue gapapa." Ujar Halilintar tiba-tiba.

Namun Taufan tak membalas kata-kata Halilintar barusan, kembarannya itu hanya meringis ketika jarum dari pen lancet menusuk jari Taufan. Dengan cepat Halilintar mengambil sampel darah Taufan menggunakan glucose strip test* dan memasangnya ke alat glukometer itu.

Halilintar menghela nafas ketika melihat hasilnya, "Na, gue boleh minta tolong bikinin teh gak?"

Gempa yang sedari tadi diam memperhatikan langsung tersadar, "Ah, iya, bentar ya." Dengan cepat pemuda itu menuju ke dapur.

"Arsa kenapa?" Tanya Ice tiba-tiba setelah kepergian Gempa.

"Si dodol ini-.." Halilintar menujuk Taufan, kemudian menyentil kuat dahi kembarannya itu membuat Taufan menjerit sakit.

"Gula darahnya rendah, ni anak kebiasaan banget kalo udah stress berlebihan, untung aja gak pingsan, selama gue pergi dia ada pingsan gak?"

"Alhamdulillah nya sih enggak." Balas Solar.

Taufan mengelus pelan dahinya yang sedikit memerah karena dijentik kuat sama Halilintar, ia menatap kesal pasa kembarannya itu,"Bisa gak sih jangan bully gue?! Kenapa lo suka banget nyiksa gue pas gue sakit?!" Protesnya lagi.

ATLAS [END]Where stories live. Discover now