Bab 36 : Rest in Peace

3.9K 439 231
                                    

Ice menyentuh kain di dadanya, ia menatap tangannya yang bernoda merah.

Ah, tubuhnya bergerak sendiri...

Matanya berkunang-kunang, tubuh itu oleng, dan terjatuh, dengan cepat Halilintar menangkap tubuh itu. Dengan hati-hati si sulung merebahkan tubuhnya ke lantai rooftop, tangan Halilintar bergerak menekan dadanya untuk menghentikan pendarahan.

"Kenapa lo gak ngehindar juga, brengsek?!" Kakak sulungnya itu berteriak marah, nadanya kasar, tapi Ice bisa mendengar ketakutan dan kekhawatiran disana.

"Gak sempat..." Jawabnya pelan.

Ice bisa merasakan tangan Halilintar mulai gemetaran di dadanya, "Diam, Sagara. Diam. Gue gak mau denger omong kosong lo!"

Manik biru Ice menatap langit di atasnya, langit New York hari ini tanpa bintang, hanya ada kegelapan. Ia mencoba menarik nafasnya, namun hanya rasa sakit di dada yang Ice rasakan.

Tiba-tiba, Ice teringat.

"Je... Aku ninggalin Light sendiri... bocah itu... selalu benci kesendirian..."

"Berhenti, berhenti bicara! Gue udah bilang buat nunggu di bawah aja kan?! Kenapa lo tetap naik, huh?!"

Seolah tuli, Ice kembali berbicara.

"Light... anak itu selalu menempel padaku... aku khawatir... jika aku mati disini... tolong... jaga adikku ya...?"

Manik birunya yang berkaca-kaca teralihkan dan menatap tepat ke ruby yang bercahaya, cengkraman nya pada kemeja Halilintar menguat. Bibirnya yang berlumuran darah terbuka,

"Je... I'm scared..."

"Ssstt.. I'm here... Please, stay with me, okay? You hear me?"

Suara Halilintar melembut, usapan Halilintar di rambutnya membuat Ice tenang, cengkraman nya pada kemeja Halilintar melemah, Ice memaksakan dirinya untuk tersenyum.

"Please, tell Orion, strong heart and.. I will... always... love him..."

Tangan itu jatuh ke bumi yang digenangi oleh lautan merah, Halilintar menggigit bibirnya dengan kuat, ia meraih tangan Ice dan meremasnya pelan, mencoba membawa kehangatan itu kembali. Halilintar menunduk, membawa kepalanya jatuh ke tubuh Ice, ia menarik nafas yang tercekat.

"Tolong, katakan sendiri, gue gak akan sanggup, Ra..."

-----------------

Ia menarik kasar kerah baju Hendery, pria itu menyeringai seolah menyatakan kemenangannya pada Gempa, manik dwi warnanya berkaca-kaca, bibirnya bergetar.

"Kenapa?! Kenapa kamu membunuhnya?!"

"Karena kehilangan itu lebih menyakitkan daripada kematian, Gempa!"

Pria itu mencengkram pergelangan tangan Gempa yang masih memegangi kerah bajunya, melepaskan nya dengan paksa, dan tanpa aba-aba Hendery memukul Gempa tepat di wajahnya, membuat pewaris Yuristira itu oleng dan jatuh ke tanah.

Pikiran Gempa kacau, manik dwi warnanya menatap lurus pada Ice yang terbaring kaku di dekat Halilintar, bahkan ketika Hendery melangkah dan menghalangi pandangannya dari adiknya, maniknya tetap menatap kosong ke depan.

"Menyedihkan, ku kira kamu lebih kuat dari ini." Pria itu berdecih, ia mengangkat tangannya yang menggenggam pistol itu tepat ke wajah Gempa, menodongkan nya di dahi Gempa yang sama sekali diam seolah jiwanya ikut hilang bersamaan dengan kematian Ice.

ATLAS [END]Where stories live. Discover now