Bab 23 : Permainan

3.1K 400 69
                                    

Sejak di drop out, Halilintar seperti menjadi pengangguran. Gak juga sih, sulung Auriga ini terkadang masih sibuk mengerjakan tugasnya sebagai seorang freelancer. Tapi Halilintar banyak nganggurnya. Ice juga mulai sering keluar rumah untuk latihan memanah setiap hari Senin, Rabu dan Jumat, begitu pula dengan Gempa yang pergi ke gym di hari yang sama.

Untuk Taufan, pemuda yang kuliah di jurusan psikologi ini mulai stress sama tugas yang numpuk karena bolos. Saat ini, Halilintar sendirian di rumah. Gak sendirian juga, ada Owy si kucing yang menemaninya.

Ia berbaring di sofa ruang tamu dengan Owy si kucing yang tertidur di dadanya, mata ruby nya menatap lurus pada langit-langit rumah sementara tangannya sibuk mengelus bulu halus kucing itu.

"Kalo dipikir-pikir sendiri di rumah kek gini gak enak juga." Ujarnya entah pada siapa, maklum, biasanya Halilintar dikelilingi sama setan-setan, sekarang setannya lagi pergi, Halilintar jadi bosan.

"Bisa-bisanya gue kangen dijahilin sama mereka..."

Halilintar menghela nafas, padahal baru beberapa jam semenjak saudara-saudaranya pergi untuk melakukan kesibukan mereka. Pemuda itu pun duduk, dan meletakkan Owy si kucing di pangkuannya, mata merahnya teralihkan pada jam dinding yang menunjuk pada pukul sebelas.

Jadi, untuk mengusir kebosanannya, Halilintar mulai bersih-bersih rumah yang emang udah bersih. Seperti mencuci piring yang udah bersih misalnya. Atau bikin cemilan, atau apapun deh. Intinya kerjaan yang gak bikin Halilintar bosan. Dan ditambah lagi, pemuda itu menyetel musik melalui ponselnya agar gak sepi-sepi amat.

Beberapa saat kemudian, rasa bosannya perlahan mulai hilang, tapi tergantikan dengan rasa tidak nyaman. Dengan tangan yang masih berbusa, Halilintar menoleh ke dinding kaca yang membatasi rumahnya dengan dunia luar.

Sosok berpakaian serba hitam tampak berdiri di depan pintu rumahnya. Seolah menyadari bahwa Halilintar memperhatikan, sosok itu langsung berbalik pergi dan menuruni tangga.

Jantung Halilintar rasanya seperti langsung berhenti berdetak.

"Apa-...?! SIAPA?!" Teriaknya.

Dengan langkah cepat ia pergi menuju ke pintu depan, membuka pintunya, namun sosok itu telah memijak tangga terakhir dan menutup kembali tangga lipat yang merupakan jalan satu-satunya Halilintar untuk turun ke bawah.

"WOI! SIAPA LO SIALAN?!"

Sosok bertudung itu memperhatikan Halilintar dari bawah sebelum akhirnya pergi, menghilang dari balik kerumunan.

Halilintar menggertakkan giginya. Pikirannya berkecamuk dan bertanya-tanya, siapa orang itu? Apa yang membawanya ke rumahnya? Dan mengapa ia lari ketika Halilintar menyadari kehadirannya?

Pertanyaan yang paling penting adalah,

Apakah orang itu berbahaya?

Halilintar tidak tahu.

Jadi, Halilintar mengecek ke sekeliling nya, di pot, di bawah keset kaki, dimana pun. Pemuda itu takut jika orang asing itu menempatkan sebuah penyadap atau bahkan kamera tersembunyi. Namun nihil, Halilintar tidak menemukan apapun.

"Sial..."

Halilintar takut, ia benar-benar takut sekarang. Ia takut jika adik-adiknya terluka. Situasi saat ini sangat mencurigakan dan tidak menyenangkan. Dan hal itu menakutinya.

--------------

"Yuhuuuu~ ayam kambek! Abang Arsa pulang bawa burger queen! Mau ga-... Eh? Kenapa ni?"

ATLAS [END]Where stories live. Discover now