Acara Reuni

16 5 1
                                    

     Duduk disamping rumah untuk menikmati pemandangan sore hari. Sambil minum coklat hangat memang menenangkan. Setelah banyaknya aktivitas yang aku lakukan hari ini. Beristirahat adalah hal yang aku butuhkan.

     "Al!" Panggil seseorang dari depan rumah. Akupun masuk kedalam rumah untuk membukakan pintu. Kira-kira siapa yang memanggilku tadi.

     "Ada apa, Sal?" Tanyaku. Ternyata yang memanggilku tadi adalah Salim, temanku.

     "Jadi tidak ikut acara reuni?"

     "Jadi lah, ini aku lagi istirahat untuk persiapan nanti malam."

     "Oh, kukira tidak jadi. Mengingat betapa sibuknya dirimu itu."

     "Ya, terserah kau sajalah. Nanti malam jangan lupa jemput aku."

     "Oke, aku pulang dulu. Siap siap buat nanti."

     "Ya."

     Hampir saja aku lupa jika nanti malam ada acara reuni. Untung Salim mengingatkan. Baiklah waktunya bersiap.

     ○○○

     TIN TIN

     "Tunggu sebentar!" Teriakku. Si Salim itu, datangnya selalu lebih cepat dari waktu yang dijanjikan.

     "Kenapa lama sekali?" Tanyanya.

     "Belum juga duduk dimobilmu, Sal. Langsung kau interogasi. Lagipula kenapa kau datang lebih cepat." Protesku.

     "Biar tidak terlambat."

     "Terserah. Ya sudah, cepat jalan."

     "Jadi supirlah aku ini." Gerutunya. Tak ayal dia menjalankan mobilnya.

     Saat memasuki tempat reuni. Suasananya ramai dan meriah. Entah berapa banyak uang yang dihabiskan untuk mengadakan acara ini. Karena Salim sudah pergi entah kemana. Disinilah aku, berkeliling sendirian.

     Dari sini aku melihat sosok perempuan. Mungkin dia teman seangkatanku dulu. Aku berjalan mendekatinya. Kami mengobrol mengenai banyak hal.

     Ternyata dia adalah Eliv. Teman sekelasku yang pernah menjabat sebagai bendahara kelas. Kamipun akhirnya bertukar nomor telepon.

     Setelah acara reuni itu. Frekuensi pertemuan kita menjadi lebih sering. Apakah ini takdir? Pikirku. Sejak saat itu aku merasakan debaran yang berbeda dalam diriku.

     Karena tak ingin menunda. Aku memutuskan untuk menyatakan perasaanku padanya. Syukurlah dia memiliki perasaan yang sama denganku. Kami akhirnya memutuskan menikah.
    
     Memang waktu yang singkat. Tapi aku yakin dengan pilihanku ini. Semoga saja pernikahan ini untuk selamanya.

     BYUR

     "Astaga hujan! Bagaimana ini." Panikku. Tiba-tiba saja hujan mengguyur acara pernikahan kami.

     "Astaga-astaga! Kau ini niat kuliah atau tidak, Al?! Tidur sambil senyam-senyum begitu! Cepat sana mandi! Ini sudah siang, Al!" Omel ibuku. Ternyata bukan hujan, tapi siraman rohani dari ibuku. Jadi, semua tadi hanya mimpi. Padahal terlihat nyata.

     "Cepat, Al! Malah melamun!"

     "Iya, Bu. Ini juga bangun."

     "Mandi sekalian, Al!" Teriak ibu dari luar kamar.

     "Iya, Bu!"

Oleh 111Chocolate

KUCERWhere stories live. Discover now