Mudik

14 3 0
                                    

ALI POV

     "Hei,Li! Kau jadi ikut mudik ke kampungnya Salim tidak?" Tanyaku pada Liam --sepupuku dari pihak ayah.

     "Jadi dong. Memangnya berangkat kapan?"

     "Belum tahu, nanti ku tanyakan pada Salim. Tapi kamu pasti ikut, kan?"

     "Pastilah. Omong-omong Salim itu orangnya bagaimana sih?" Tanyanya padaku.

     "Nanti akan ku kenalkan. Tenang saja dia baik, ya agak cerewet sih."

     "Oh, ok."

     Kebetulan sepupuku itu berkunjung kerumah saat aku akan mudik ke kampungnnya Salim. Maka ku ajak sekalian saja dia kesana. Lumayan ada temannya.

     ○○○

     TOK TOK TOK

     "Ali! Kau sudah siap belum?" Teriak Liam dari luar kamar.

     "Belum. Kau tunggu di ruang tamu saja." Balasku.

     "Ok. Jangan lama-lama."

     "Ya."

     Aku menarik resleting tas. Kemudian menjinjingnya sambil keluar kamar.

     'Liburan lagi lah ni. Padahal kemarin baru pulang.' Batinku.

     Sesampainya di ruang tamu. Ku lihat Liam tengah menalikan tali sepatunya. Aku duduk disampingnya sembari menaruh tasku dilantai. Menunggu mobilnya Salim tiba dirumahku.

     "Kau sudah siap, Li?" Tanyaku padanya.

     "Lebih dari siap. Aku sudah tak sabar ingin mudik."

     "Lha kau kan juga sudah mudik."

     "Aku? Kapan?"

     "Kemarin dari rumahmu ke rumahku. Ya, kan?"

     "Bedalah, Al. Terserah kau sajalah."

     TIN TIN

     "Itu pasti Salim. Ayo kita berangkat, jangan lupa tasmu, Li?"

     "Ya, Al."

     Kami keluar rumah. Aku menutup pintu, tak lupa menguncinya. Orang tuaku sedang berada di luar kota. Jadi aku sendirian dirumah. Untung Liam berkunjung. Jadi bisa liburan bareng ke kampungnya Salim.

     "Kalian lama sekali. Aku sampai lumutan menunggu. Cepat naik." Ucap Salim dari kursi kemudi.

     "Iya iya. Ayo, Li." Jawabku sambil mengajak Liam untuk naik.

     "Iya, Al." Jawabnya.

     "Karena sudah naik semua. Mari kita berangkat." Ucap Salim sambil melajukan mobilnya.

     "Oh ya, Sal. Kenalkan ini Liam sepupuku, yang pernah kuceritakan padamu. Dan ini Salim, Li. Teman sekolahku." Ucapku.

     "Salam kenal. Aku Salim, temannya Ali." Jawab Salim sambil mengulurkan tangan

     "Salken juga. Liam, sepupunya Ali." Menjabat tangan Salim.

     ○○○

     Aku memilih duduk di belakang. Selama diperjalanan aku lebih banyak tidur. Entah apa yang mereka berdua lakukan. Aku tak peduli.

     Tiba-tiba saja perutku terasa mulas.

     "Lim. Lim." Panggilku kepada Salim sambil menepuk punggung kursi yang di dudukinya.

     "Ada apa, Al?" Tanyanya padaku.

     "Iya. Kau kenapa, Al?" Liam menambahkan.

     "Perutku mulas tolong berhenti dong." Pintaku.

     "Mau berhenti dimana? Tahan dulu, Al. Kita cari POM bensin terdekat." Balas Salim.

     "Cepetan, Sal. Perutku melilit ini."

     "Iya iya. Tahan dulu."

     Sesampainya di POM bensin aku langsung turun sambil membawa tasku. Mencari keberadaan toilet.

     "Tungguin ya. Jangan ditinggal!" Peringatku.

     "Ya, Al. Buruan keburu keluar itu." Jawab Liam.

     Aku tak menghiraukan ucapan Liam. Ada yang lebih serius dari itu.

     ○○○

AUTHOR POV

     Di pinggir gerbang keluar POM bensin. Mobil Salim terparkir disana. Terlihat Salim dan Liam sedang menunggu Ali.

     "Masih lama ya, Sal?" Tanya Liam.

     "Mungkin." Balas Salim.

     "Cari makan dulu yuk." Usul Salim.

     "Ali bagaimana?" Tanya Liam.

     "Masih lama mungkin. Nanti kita bungkuskan saja. Setuju?"

     "Oke."

     Berangkatlah mereka berdua menuju tempat makan. Dan makan disana.

     "Aku kenyang, Sal. Memangnya kampungmu masih jauh ya?"

     "Lumayan. Habis ini kita lanjut ya?"

     "Oke. Cepat habiskan makanannya. Lalu kita berangkat."

     Setelah selesai makan mereka bersiap untuk melanjutkan perjalanan.

     "Seperti ada yang lupa, tapi apa ya?" Tanya Salim.

     "Dompet mungkin, Sal."

     "Bukan, Li. Mungkin hanya perasaanku saja."

     "Ya sudah, kita berangkat saja. Siapa yang menyetir?" Tanya Liam.

     "Aku saja, Li." Jawab Salim.

     "Oke."

     Salim melajukan mobilnya. Setelah setengah jam melaju. Terdengar suara dering ponsel.

     "Ponsel siapa, Li?" Tanya Salim.

     "Ponselku." Jawab Liam.

     "Dari siapa memangnya?"

     "Tidak tahu, cuma ada nomornya. Sebentar kuangkat dulu. Siapa tahu penting."

     Klik

     "Halo, ini dengan siapa?"

     "Dengan siapa dengan siapa! Kau tidak simpan nomor ku, Li! Ini aku Ali dan kenapa kalian berdua meninggalkanku! Cepat kembali ke POM bensin! Dan katakan pada Salim untuk cek ponselnya untuk lihat berapa panggilan telepon dariku! Cepat jemput di POM. Enak saja kalian meninggalkanku!

     Tut

     Liam termangu ditempat. Ia teringat sesuatu.

      "Kenapa, Li? Memangya tadi dari siapa?"

     "Benar katamu, Sal. Kita memang melupakan sesuatu."

     "Apa yang lupa?"

     "Kita meninggalkan Ali di POM, Sal. Tadi dia menelepon sambil marah-marah dan bilang buatmu untuk mengecek ponselmu."

     "Astaga! Kenapa juga aku lupa. Ponselku kan ku silent. Pantas saja perasaanku daritadi tidak enak."

     "Ayo kita kembali, Sal. Sebelum Ali semakin marah."

     "Iya iya aku putar balik dulu."

     KRING KRING

     "Tuhkan, Sal. Ali telpon lagi."

     "Tidak usah diangkat. Nanti dia ngomel-ngomel lagi. Aku akan mengebut."

     'Kenapa lah kita lupa.' Batin keduanya.

Oleh 111Chocolate

KUCERWhere stories live. Discover now